Selasa 11 Aug 2020 04:51 WIB

Kenya Terus Bangun Keuangan Islam Sebagai Keunggulan

Kenya memiliki ambisi menjadi negara industri baru dengan membangun keuangan Islam.

Rep: Rr Laeny Sulistyawati/ Red: Ani Nursalikah
Kenya Terus Bangun Keuangan Islam Sebagai Keunggulan
Foto: the european magazine
Kenya Terus Bangun Keuangan Islam Sebagai Keunggulan

REPUBLIKA.CO.ID, NAIROBI -- Kenya memposisikan dirinya sebagai pusat keuangan Islam yang bertujuan memimpin di wilayah Afrika Timur dan di seluruh Afrika Tengah. Sebuah negara yang didominasi Kristen dengan 11 persen populasi Muslim, sektor keuangan Kenya telah menjadi rumah bagi bank Islam dan operator takaful selama lebih dari satu dekade.

Negara-negara Afrika Timur sedang mengerjakan sejumlah inisiatif untuk lebih mengembangkan sektor domestiknya, termasuk kerangka kerja industri, penerbitan sukuk negara, dan pendidikan keuangan. Ini dibangun setelah tahun keuangan 2018/2018. Ketika itu pembiayaan Islam disorot dalam pernyataan anggaran sebagai area bagi Kenya untuk memaksimalkan keunggulan komparatifnya dan memposisikan negaranya sebagai pusat regional untuk produk keuangan Islam.

Baca Juga

"Keuangan Islam adalah salah satu bidang utama yang telah diidentifikasi oleh Pemerintah Kenya untuk membantu menempatkan negaranya diatas rekan-rekannya di kawasan ini," kata Direktur Kebijakan dan Strategi Peraturan di Otoritas Pasar Modal (CMA) Luke Ombara kepada Salaam Gateway, seperti dikutip pada Sabtu (8/8).

Untuk tujuan ini, dokumen strategis utama termasuk rencana strategis pembendaharaan nasional telah memprioritaskan penerbitan produk dan layanan yang relevan untuk memperdalam sistem keuangan di Kenya. Ia menjelaskan, dorongan keuangan Islam dimulai pada 1990-an ketika Bank Sentral Kenya mulai menerima pertanyaan dari calon investor. Kemudian pada 2004, dia menambahkan, permohonan pertama untuk Bank Islam diterima.

Saat ini, keuangan Islam adalah area pengembangan di Masterplan Pasar Modal Kenya 2014-2023 yang merupakan proyek andalan dalam visi Kenya 2030. Ombara menambahkan, pemerintah berencana menerbitkan sukuk negara yang tergantung pada analisisnya tentang tingkat permintaan dan target pengeluarannya.

Ombara mengatakan, upaya ini akan dilakukan pada waktu yang tepat. Selain itu, merumuskan kebijakan nasional tentang keuangan Islam, menentukan terminologi yang tepat untuk keuangan Islam yang akan digunakan oleh Kenya. Kemudian, mengembangkan strategi pendidikan dan kesadaran untuk mengungkap keuangan Islam agar calon investor dapat menghargai proposisi nilainya.

"Ada konsultasi, diskusi, seminar, dan lokakarya untuk mencapai konsensus tentang beberapa masalah kebijakan yang beredar. Ada juga keterlibatan yang mengarah pada perumusan kebijakan nasional tentang keuangan Islam," katanya.

Kendati demikian, Ombara mengakui tantangan utama yang dihadapi industri keuangan Islam di Kenya adalah tingkat kesadaran yang rendah mengenai apa itu keuangan Islam dan bagaimana cara kerjanya, serta kehati-hatian karena nama religius seperti yang ada di terminologi. Ia menjelaskan, penentuan kerangka kerja tata kelola yang lebih disukai dan kurangnya sarjana syariah yang berpengalaman juga menjadi tantangan lain bagi kemajuan industri ini.

"Kenya sedang dalam konsultasi aktif dengan badan keuangan Islam internasional untuk membantu mengembangkan standar pengoperasian sistem keuangan yang memenuhi ambang batas internasional," ujar Ombara.

Untuk tujuan ini, Otoritas Pasar Modal negara dan Bank Sentral Kenya menjadi anggota Dewan Layanan Keuangan Islam (IFSB) di 2016. Sebagai bagian dari pengembangan industri keuangan Islam, Kenya berencana menerbitkan sukuk negara. 

"Pemerintah punya rencana menerbitkan sukuk. Waktu/tanggal penerbitan akan ditentukan oleh sejumlah faktor termasuk target utang Kenya terhadap produk domestik bruto (PDB), lingkungan ekonomi makro dan target pengeluarannya," kata Ombara.

Namun, dia mengatakan, ada tantangan terkait potensi penerbitan sukuk termasuk dukungan aset dan likuiditas serta beberapa sarjana yang memenuhi syarat maupun pendapat sarjana yang berbeda. Ombara menjelaskan, publisitas yang buruk mengenai satu bank syariah juga menambah tantangan, mengacu pada penempatan di bawah manajemen hukum pada 2016 dan pembelian akhir pada 2019 dari Chase Bank Kenya Limited. Tak hanya itu, pandemi virus corona SARS-CoV2 (Covid-19) juga menjadi kendala pekerjaan rumah untuk penerbitan sukuk.

Saat ini, ada tiga bank syariah yang beroperasi di Kenya, yaitu First Community Bank (FCB) yang didirikan pada Mei 2007. Bank ini pertama kali menawarkan produk sesuai syariah pada Januari 2008.

Kemudian, Bank Teluk Afrika yang didirikan pada September 2007 dan mulai beroperasi Januari 2008. Kemudian, DIB Bank (DIBBKE) yang merupakan anak perusahaan Dubai Islamic Bank yang didirikan pada 2014 dan memulai aktivitas pada Mei 2017.

Absa Kenya mulai menawarkan produk perbankan syariah pada 2004 dengan merek dagang La Riba. Pada 2007, Kenya Commercial Bank (KCB) membuka peluang produk Islami dengan merek Al muumin yang menjadi Amanah Nasional pada 2013. 

Selain bank, Kenya juga memperkenalkan produk takaful. "Kenya adalah salah satu pemimpin dunia dalam mendorong inklusi keuangan melalui solusi fintech seperti M-PESA, Mula, PesaLink, dan Pesapal," katanya.

Kedepannya ia menyebutkan Kenya memiliki ambisi untuk menjadi negara industri baru, negara berpenghasilan menengah yang memberikan kualitas hidup yang tinggi kepada semua warganya dalam lingkungan yang bersih dan akan pada 2030. Untuk mewujudkan target ini, ia menyebutkan Kenya telah menyiapkan sejumlah proyek.

Selama tiga hingga lima tahun ke depan, Kenya bertujuan memantapkan dirinya sebagai pemain regional utama, menarik modal dari yurisdiksi utama (termasuk negara-negara Dewan Kerja Sama Teluk) untuk investasi yang akan mendanai proyek-proyek ambisiusnya yang akan mengarah pada pencapaian visi 2030.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement