Berita

Banjir dan Longsor Sumatera: Pengingat Mendesak untuk Merawat Warisan Alam dan Lingkungan

Advertisement

Banjir bandang dan longsor yang melanda sejumlah wilayah Sumatera pada November-Desember 2025 menjadi pengingat keras akan pentingnya menjaga keseimbangan alam dan menerapkan tata kelola lingkungan yang berkelanjutan. Konsep warisan leluhur, seperti Tano Ni Ompung dalam adat Batak, menekankan tanggung jawab moral dan spiritual untuk merawat tanah sebagai titipan generasi. Rentetan bencana ini tidak hanya merusak lingkungan, tetapi juga menimbulkan kerugian kemanusiaan dan sosial yang signifikan.

Dampak Bencana yang Meluas

Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) melaporkan lebih dari 1.090 orang meninggal dunia, 186 hilang, dan sekitar 7.000 luka-luka akibat banjir dan longsor di Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat. Lebih dari 3,3 juta warga terdampak, dengan ratusan ribu terpaksa mengungsi. Kerusakan infrastruktur juga masif, meliputi ratusan ribu rumah, fasilitas pendidikan, kesehatan, rumah ibadah, serta terputusnya akses transportasi.

Analisis Ekologis: Penyusutan Hutan dan Perubahan Fungsi Lahan

Sejumlah pihak menilai tingginya dampak bencana terkait erat dengan tekanan lingkungan jangka panjang. Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) mengategorikan bencana ini sebagai bencana ekologis yang dipicu oleh berkurangnya tutupan hutan dan perubahan fungsi lahan. Data MapBiomas Indonesia menunjukkan penyusutan luas hutan di ketiga provinsi tersebut dari 9,49 juta hektare pada 1990 menjadi 8,26 juta hektare pada 2024. Sumatera Utara mengalami penyusutan terbesar, disusul Aceh dan Sumatera Barat.

WALHI berpendapat bahwa berkurangnya tutupan hutan di kawasan hulu daerah aliran sungai (DAS) meningkatkan kerentanan wilayah terhadap banjir dan longsor, terutama saat curah hujan tinggi. BNPB mencatat hujan dengan intensitas lebih dari 300 mm terjadi di beberapa titik di Sumatera Utara, memicu luapan sungai dan longsor di perbukitan.

Momentum Perbaikan Tata Kelola Lingkungan

Menteri Kehutanan (Menhut), Raja Juli Antoni, menekankan bahwa bencana ini harus menjadi momentum untuk memperbaiki tata kelola hutan dan lingkungan secara nasional. Ia mengajak evaluasi bersama terhadap ekosistem. “Kerusakan ekosistem tidak bisa terus dibiarkan karena dampaknya langsung dirasakan masyarakat,” ujar Raja Juli dalam keterangannya, Selasa (23/12/2025).

Pemerintah berencana mencanangkan penanaman pohon serentak di 31 provinsi pada Hari Menanam Pohon Indonesia, 25 November 2025, sebagai upaya pemulihan lahan kritis dan mitigasi bencana, melibatkan partisipasi perusahaan dan lembaga swasta.

Advertisement

Komitmen INALUM dalam Pelestarian Lingkungan

PT Indonesia Asahan Aluminium (INALUM), sebagai BUMN terbesar di Sumatera Utara, menunjukkan komitmennya melalui program pelestarian lingkungan. Sepanjang 2022-2024, INALUM telah menanam 114.250 bibit mangrove di area 22,9 hektare di Kabupaten Batu Bara dan merehabilitasi ekosistem mangrove di Pantai Sejarah. Selain itu, 515.000 pohon ditanam di kawasan Daerah Tangkapan Air (DTA) Danau Toba seluas 1.130 hektare.

Kepala Grup Layanan Strategis INALUM, Daniel Hutauruk, menyatakan bahwa pelestarian kawasan Sumatera Utara, khususnya Danau Toba, membutuhkan kolaborasi erat dari masyarakat, pemerintah daerah, dan instansi terkait. “INALUM meyakini bahwa kolaborasi yang kuat, sinergis, serta didukung pengukuran yang efektif akan mampu mendorong perbaikan kawasan hijau di Sumatera Utara dan memberikan manfaat berkelanjutan bagi seluruh pemangku kepentingan,” ujar Daniel.

INALUM juga membangun fasilitas pembibitan modern berkapasitas 500.000 bibit per tahun dan melakukan rehabilitasi lahan seluas 500 hektare per tahun, terutama di kawasan tangkapan air dan penyangga sumber energi. Langkah ini bertujuan menjaga keseimbangan ekosistem, ketersediaan air, dan ketahanan operasional pembangkit listrik tenaga air.

Konservasi Lingkungan sebagai Mitigasi Risiko dan Investasi Jangka Panjang

Dalam kerangka ESG, konservasi lingkungan diposisikan sebagai mitigasi risiko dan investasi jangka panjang. Pengamat lingkungan menilai program penghijauan INALUM berkontribusi pada mitigasi bencana hidrometeorologi di Sumatera Utara. Rehabilitasi mangrove dan penghijauan di kawasan kritis seperti Pantai Sejarah dan DTA Danau Toba membantu mengurangi erosi, menstabilkan tanah, dan memperkuat ketahanan masyarakat. Program ini juga mendukung keberlanjutan Destinasi Pariwisata Super Prioritas (DPSP) Danau Toba, serta mengintegrasikan konservasi, mitigasi bencana, dan pelestarian budaya lokal.

Advertisement