Senin 09 Mar 2020 19:40 WIB

Ketika Muawiyah Menolak Berbaiat kepada Ali bin Abi Thalib

Muawiyah menolak berbaiat kepada Ali bin Abi Thalib.

Rep: Imas Damayanti/ Red: Nashih Nashrullah
Muawiyah menolak berbaiat kepada Ali bin Abi Thalib. Ilustrasi Ali bin Abi Thalib.
Foto: NET
Muawiyah menolak berbaiat kepada Ali bin Abi Thalib. Ilustrasi Ali bin Abi Thalib.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Sepeninggal Khalifah Utsman bin Affan yang wafat terbunuh, suksesi kepemimpinan khalifah berlangsung rumit. Hal itu disebabkan kondisi politik yang cukup mencekam atas berbagai rumor dan fitnah yang beredar kala itu.

Sayyidina Ali bin Abi Thalib kemudian ditunjuk menggantikan Sayyidina Utsman bin Affan yang tewas dibunuh sesama Muslim, meski belum diketahui siapa pembunuhnya secara pasti. Pembunuhan yang terjadi di saat berlangsungnya revolusi sosial itu seolah dibebankan kepada Ali sebagai penggantinya.

Baca Juga

Dalam kitab Ali bin Abi Thalib karya Ali Audah, Sayyidina Ali naik menjadi khalifah bukan karena ambisi pribadinya. Beliau menggantikan Sayyidina Utsman lantaran didesak dari berbagai kalangan. Desakan tersebut membuat Ali makin menanggung hal yang berat dengan ditambah adanya kekacauan politik dan semangat kesukuan jahiliah yang sempit.

Namun begitu, sepupu Sayyidina Utsman bin Affan, Muawiyah bin Abu Sufyan menolak keras pembaiatan terhadap kepemimpinan Sayyidina Ali. Muawiyyah yang cukup ambisius dan merasa berhak menggantikan Utsman sebagai khalifah, terkesan mempolitisasi kematian Utsman bin Affan.

Muawiyah dan sebagian Bani Umayyah menolak mengakui dan membaiat Ali sebelum tuntutannya terpenuhi. Antara lain menangkap dan menghukum para pembunuh Utsman bin Affan. 

Menurut Ali Audah, sebenarnya Muawiyah sudah sangat tahu usaha Ali bin Abi Thalib untuk mencari tahu siapa pembunuh Sayyidina Utsman bin Affan. Namun tuntutannya terus didesak sedemikian rupa.

Dalam suasana umat yang sedang berada di dalam ujian berat kala itu, kata dia, harusnya sesama Muslim hendak saling berkorban demi persatuan dan persaudaraan. Hal itu misalnya pernah terjadi di masa Umar bin Khattab.

Di mana ketika musim kemarau berkepanjangan menimpa Hijaz dan warganya terjebak dalam kelaparan, Sayyidina Umar bin Khattab hanya makan roti kering dan terus mengupayakan yang terbaik bagi warganya. Di sisi lain, umat Muslim di masa itu pun tetap bersatu untuk berjalan bersama-sama melalui kesulitan.

Ali Audah juga mempertanyakan mengapa di saat kondisi politik yang tak menentu, justru dia mengejek dan melakukan pembangkangan kepada Ali bin Abi Thalib? Padahal, sudah sekian lama Sayyidina Ali bin Abi Thalib mengirimkannya surat untuk meminta dibaiat.

Nahasnya, surat Khalifah keempat dalam Islam itu surtanya dibalas setelah tiga bulan kemudian dengan berisi surat kosong. Menengok perjalanan hidup serta kebijakan pada masa Khalifah Ustman bin Affan, sesungguhnya beliau sudah berpegang teguh pada ajaran Rasulullah dan meneladani kedua khalifah sebelumnya.

Namun orang-orang yang berada di sekitarnya yang sedarah dan sekabilah selalu mengerumuninya. Mereka berambisi besar menginginkan kedudukan dan mencari kesejahteraan untuk dirinya. 

Sayyidina Utsman merupakan seorang yang wara’, begitu istiqamah dan berhati-hati sekali untuk menghindari dosa sekecil apapun. Kendati demikian sifatnya yang sangat pemalu, santun, lemah lembut, justru dimanfaatkan   kebanyakan mereka yang tak pernah bergaul dan tak banyak bergaul dengan Nabi Muhammad SAW. Hati dan perhitungan mereka hanya dipenuhi oleh hitung-hitungan politik dan kepentingan pribadi.

Sadar atau tidak, menurut Ali Audah, mereka telah menyeret Sayyidina Utsman ke dalam petaka. Tak lepas dari pengaruh ini juga, pada akhir pemerintahannya hukum Islam mengalami kelemahan untuk pertama kalinya. Dan ini berimbas di kemudian hari pada masa pemerintahan Sayyidina Ali.

Muawiyah dan pejabat-pejabat yang berada di dalam golongannya, sebagaimana dijabarkan, tidak mengikuti dari dekat bagaimana perkembangan politik di Madinah selama masa pemerintahan Utsman sampai kemudian beliau terbunuh. Sebab, Muawiyah sudah menetap di Damsyik dan setelah Utsman menjadi khalifah ia ditetapkan sebagai wakilnya untuk wilayah Syam.

 

 

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement