Sabtu 21 Mar 2020 15:57 WIB

Isra Miraj, Perjalanan Keluar dari Dimensi Ruang dan Waktu

Peristiwa Isra Miraj dan sains tidak perlu dipertentangkan.

Rep: Umar Mukhtar/ Red: Muhammad Hafil
Isra Miraj, Perjalanan Keluar dari Dimensi Ruang dan Waktu. Foto: Cahaya. Ilustrasi(Sciencealert)
Foto: Sciencealert
Isra Miraj, Perjalanan Keluar dari Dimensi Ruang dan Waktu. Foto: Cahaya. Ilustrasi(Sciencealert)

REPUBLIKA.CO.ID,  JAKARTA -- Tepat pada Ahad 22 Maret ini, Umat Islam memperingati Isra Miraj di mana Nabi Muhammad SAW melakukan perjalanan yang sukar dipercayai orang-orang saat itu karena sulit dimasuki akal. Di tengah ketidakpercayaan tersebut, Sahabat Nabi SAW Abu Bakar Ash-Shiddiq menjadi orang pertama yang percaya Nabi Muhammad telah melakukan Isra Miraj.

Dari sisi sains, Isra Miraj memang memiliki daya tarik tersendiri untuk diteliti. Profesor Riset Astronomi-Astrofisika Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN), Thomas Djamaludin mengakui, Isra Miraj mengusik keingintahuan akal manusia untuk mencari penjelasan ilmu.

Baca Juga

"Aspek akidah dan ibadah berintegrasi dengan aspek ilmiah dalam membahas Isra Miraj. Inspirasi saintifik Isra Miraj mendorong kita untuk berpikir mengintegrasikan sains ke dalam akidah dan ibadah," kata Thomas dalam sebuah artikel pribadinya.

Thomas mengungkapkan, Isra Miraj bukan perjalanan dengan pesawat terbang antarnegara dari Makkah ke Palestina dan penerbangan antariksa dari Masjid Al-Aqsha ke langit ke tujuh lalu ke Sidratul Muntaha. Isra Miraj baginya adalah perjalanan keluar dari dimensi ruang-waktu. Soal bagaimana caranya, ilmu pengetahuan dan teknologi tidak dapat menjelaskan.

"Tetapi bahwa Rasulullah SAW melakukan perjalanan keluar ruang-waktu dan bukan dalam keadaan mimpi, adalah logika yang bisa menjelaskan beberapa kejadian yang diceritakan dalam hadits shahih," tulis Anggota Tim Tafsir Kauni Kementerian Agama-LIPI ini.

Thomas memaparkan, Isra Miraj sebagai perjalanan keluar dari dimensi ruang-waktu setidaknya memperkuat keimanan bahwa Isra Miraj lazim ditinjau dari segi sains tanpa perlu dipertentangkan. Thomas menjelaskan, manusia hidup di alam yang dibatasi oleh dimensi ruang-waktu. Ada tiga dimensi ruang (panjang, lebar dan tinggi) dan satu dimensi waktu. Tak heran bila manusia selalu berkutat pada jarak dan waktu.

"Dalam kisah Isra Miraj, Rasulullah bersama Jibril dengan wahana buraq keluar dari dimensi ruang, sehingga dengan sekejap sudah berada di Masjid Al-Aqsha. Rasul bukan bermimpi karena dapat menjelaskan secara detil tentang Masjid Al-Aqsha dan tentang kafilah yang masih dalam perjalanan," tutur dia.

Selain itu, Thomas berpendapat bahwa Rasulullah juga keluar dari dimensi waktu sehingga dapat menembus masa lalu dengan menemui beberapa Nabi. Di langit pertama Rasul bertemu Nabi Adam, di langit kedua bertemu Nabi Isa dan Nabi Yahya, di langit ketiga bertemu Nabi Yusuf.

Di langit keempat bertemu Nabi Idris, langit kelima Nabi Harun, langit keenam Nabi Musa dan ketujuh Nabi Ibrahim. Bahkan Rasul pun ditunjukkan surga dan neraka, suatu alam yang menurut Thomas mungkin berada di masa depan, mungkin juga sudah ada di masa sekarang sampai setelah kiamat nanti.

Thomas menganalogikan Isra Miraj dengan perjalanan ke alam lain yang dimensinya lebih besar. Ilustrasinya adalah, dimensi satu adalah garis, dimensi dua adalah bidang, dimensi tiga yaitu ruang. Alam dua dimensi, yakni bidang, tentu mudah menggambarkan alam satu dimensi yaitu garis.

Begitu pun dengan alam tiga dimensi, yakni ruang, yang mudah menggambarkan alam dua dimensi (bidang). Sedangkan dimensi yang rendah tidak akan sempurna menggambarkan dimensi yang lebih tinggi. Kotak berdimensi tiga pun tidak tampak sempurna bila digambarkan di bidang yang berdimensi dua.

Contoh lainnya adalah dimensi dua yakni bidang yang berbentuk U. Makhluk yang berada di satu ujung U, tentu harus menempuh jarak untuk bisa sampai di ujung U yang lain. "Kita yang berada di alam yang berdimensi lebih tinggi dengan mudah memindahkannya dari satu ujung ke ujung lainnya dengan mengangkat makhluk itu keluar dari dimensi dua, tanpa perlu berkeliling menyusuri lengkungan U," jelas Thomas.

Thomas mengatakan, alam malaikat termasuk jin kemungkinan berdimensi lebih tinggi dari dimensi ruang-waktu, sehingga bagi malaikat dan jin tidak ada lagi masalah jarak dan waktu. Karena itu, mereka bisa melihat manusia, tetapi manusia tidak bisa melihat mereka.

Alam berdimensi dua tidak bisa menggambarkan alam berdimensi tiga. Namun, sebaliknya, alam berdimensi tiga mudah menggambarkan dimensi dua. Isyarat di dalam Alquran dan Hadis pun menurutnya menunjukkan hal itu. Malaikat dan jin tidak diberikan batas waktu, sehingga seolah tidak ada kematian bagi mereka, dan bisa berada di berbagai tempat karena tak dibatas oleh ruang.

Karena itu, Thomas berpandangan, Rasulullah bersama Malaikat Jibril diajak ke dimensi malaikat, sehingga Rasulullah dapat melihat Jibril dalam bentuk aslinya sebagaimana tertuang dalam Alquran Surah 53 ayat 13-18. Dengan mudah pula Rasulullah berpindah dari suatu tempat ke tempat lain tanpa terikat ruang-waktu.

"Langit dalam konteks Isra Miraj bukanlah langit fisik berupa planet atau bintang, tetapi suatu dimensi yang tinggi. Langit memang bermakna sesuatu di atas kita, dalam arti fisik maupun non-fisik," ungkapnya.

Terlepas dari itu, Thomas menyadari, ilmu manusia tidak mungkin bisa menjabarkan hakekat perjalanan Isra Miraj. Sebab seperti dalam Al-Isra ayat 85, bahwa Allah SWT hanya memberikan sedikit sekali ilmu kepada manusia. Karenanya, dia menambahkan, hanya dengan imanlah bisa percaya bahwa Isra Miraj benar-benar terjadi dan dilakukan oleh Rasulullah SAW.

"Begitulah rencana Allah menguji keimanan hamba-hamba-Nya (QS. Al-Isra: 60) dan menyampaikan perintah sholat wajib secara langsung kepada Rasulullah SAW," terang Thomas.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement