Jumat 27 Mar 2020 14:03 WIB

Zaynab Shada, Kaligrafer Ternama pada Abad Pertengahan

Tak sekadar mahir kaligrafi, Zaynab pun ahli dalam bidang hukum, sains, dan hadis.

Rep: Iit Septyaningsih/ Red: A.Syalaby
Tulisan kaligrafi di Masjid Jami Tan Kok Liong yang berbentuk kelenteng di Kampung Bulak Rata, Cibinong, Bogor, Jawa barat, Ahad (20/5).
Foto: Republika/Putra M. Akbar
Tulisan kaligrafi di Masjid Jami Tan Kok Liong yang berbentuk kelenteng di Kampung Bulak Rata, Cibinong, Bogor, Jawa barat, Ahad (20/5).

REPUBLIKA.CO.ID, Tak hanya ilmuwan, peradaban Islam pun melahirkan sejumlah seniman hebat dengan karya penuh makna. Kemampuan mereka di bidang seni dan sastra dikenal sangat berkualitas.

Seni Islam yang berkembang pesat sejak dulu di antaranya kaligrafi atau khat. Banyak Muslim yang berupaya mempelajari seni menulis indah ini, baik pria maupun wanita. Mereka yang ahli membuat kaligrafi disebut khathath.

Bidang seni ini memang tak hanya digeluti oleh pria tapi juga kaum wanita. Beberapa buku menyebutkan, jumlah kaligrafer wanita tak lebih dari 20 orang. Hanya saja sumber sejarah lainnya menyatakan, ada ribuan kaligrafer perempuan yang tersebar di dunia terutama Andalusia. Ribuan kaligrafer muslimah ini tak tercatat karena kabarnya mereka sengaja menyembunyikan identitasnya.

Salah satu khathath atau kaligrafer wanita yang paling terkenal bernama Zaynab Shahda. Ia merupakan putri Abu Nasr Ahmad bin Al Faraj. Perempuan yang dikenal pula dengan nama Fahrunnisa, Sittud Dar, serta Al Katiba tersebut lahir di Baghdad. Sementara keluarganya berasal dari Dinawar.

 

Tak sekadar mahir kaligrafi, Zaynab pun ahli dalam bidang hukum, sains, dan hadis. Dia bahkan telah menerima pelajaran sekaligus mendapatkan ijazah dari para ilmuwan penting pada abad kelima Hijriyah, seperti Abu Al Hattab Nasr bin Ahmad Al Brutruvani serta Abu Abdullah Hussain bin Ahmad bin Talha An Niali.

Sumber lain turut menyebutkan, Zaynab merupakan murid dari Muhammad bin Abdul Malik. Muhammad bin Abdul Malik merupakan seorang guru dari Mesir. Pada abad pertengahan, perkembangan seni Islam memang berkembang pesat, khususnya di Kerajaan Turki Utsmani dan Kerajaan Mughal. Meski begitu, untuk mendapatkan gelar khathath pada masa itu tak mudah.Pasalnya, banyak proses yang harus dilalui.

Selanjutnya, perlu menempuh pendidikan panjang sebelum akhirnya resmi menjadi khathath. Zaynab pun melewati semua proses tersebut. Sampai akhirnya dia menciptakan Husn Al Khatt, salah satu karyanya yang paling terkenal.

Pada zamannya, Zaynab memiliki posisi cukup terhormat. Dia diangkat menjadi guru khalifah terakhir Daulah Abbasiyah yakni Yaqut. Zaynab juga sempat menjadi kaligrafer di Istana Musa.

Banyak orang datang menemui Zaynab untuk belajar kaligrafi. Setelah lulus, Zaynab kemudian memberikan semacam sertifikat atau ijazah. Zaynab semakin tenar saat mendapat gelar Siqat Ad Dawla karena hubungannya dengan seorang khalifah Abbasiyah bernama Al Muktafibillah. Walau demikian, ia tak pernah berhenti belajar.  Perempuan salehah tersebut menghembuskan nafas terakhirnya pada usia 100 tahun di Baghdad. Dia meninggalkan sejumlah karya buku serta madrasah. 

sumber : Dialog Jumat
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement