Rabu 08 Apr 2020 21:49 WIB

Ini Alasan Kita tak Boleh Lewat Depan Orang Sholat

Hendaknya orang sholat meletakkan pembatas di depannya.

Hendaknya orang sholat meletakkan pembatas di depannya. Sholat berjamaah (Ilustrasi)
Foto: REPUBLIKA
Hendaknya orang sholat meletakkan pembatas di depannya. Sholat berjamaah (Ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, Ketika sedang sholat berjamaah, terkadang kita mendapati seseorang dengan sengaja melintas di depan orang yang sedang sholat. Bolehkah kita melintas di depan orang yang sedang melaksanakan sholat? 

Syekh Kamil Muhammad Uwaidah dalam Fiqh an-Nisaa menyebutkan, tidak boleh seorang Muslim, baik laki-laki maupun perempuan berjalan di hadapan orang yang sedang mendirikan sholat, kecuali jika ada atau terdapat sutrah (pemisah) di antaranya.

Baca Juga

Namun, tidak diperkenankan berjalan di balik sutrah itu. Rasul SAW juga mengecam orang yang suka berlalu lalang di hadapan orang yang sedang mendirikan sholat. Sebab, pada hakikatnya, orang yang sholat itu sedang berhadapan dengan Allah SWT.  

Lebih baik salah seorang di antara kalian berdiri seratus tahun daripada berjalan di hadapan saudaranya yang sedang sholat. (HR Muslim). 

Karena itu, apabila ada orang yang hendak lewat di hadapan mereka yang sedang sholat, sebaiknya dia mencegahnya. Tidak hanya bagi orang dewasa, menurut Syekh Kamil, tetapi juga bagi orang anak-anak ataupun hewan. "Dia harus mencegahnya," kata Syekh menegaskan.

Anak kecil, kendati bebas dari hukum, setiap orang tuanya berkewajiban untuk mendidiknya agar tidak lewat di hadapan orang yang sholat.

Dari Amr bin Syuaib, dari ayahnya, dari kakeknya, berkata, "Nabi SAW pernah mengerjakan sholat menghadap ke dinding sebagai arah kiblat, sedang kami berada di belakangnya. Lalu datang seekor hewan berjalan di hadapan beliau. Beliau berusaha untuk mengusirnya sampai menempelkan perutnya ke dinding dan hewan itu berjalan di belakangnya." (HR Ahmad).

Berjalan di hadapan orang yang sedang mengerjakan sholat, juga akan mengurangi nilai sholatnya. Apabila tidak memungkinkan baginya untuk mencegah orang yang lewat di depannya, sholatnya tetap sempurna.

Sementara itu, Sayyid Sabiq dalam kitabnya Fiqh as-Sunnah menjelaskan, haram hukumnya seorang berdiri atau melintas di depan orang yang sedang sholat. Bahkan, menurut Sayyid Sabiq, ada yang menyatakan perbuatan tersebut sebagai dosa besar.

Dari Busr bin Said, dia berkata, Zaid bin Khalid pernah diutus menghadap Abu Juhaim untuk menanyakan tentang apa yang didengarnya dari Rasulullah SAW berkaitan dengan hukum melintas di depan orang yang sedang sholat.

Abu Juhaim menjelaskan bahwa Rasul SAW bersabda, Seandainya orang yang melintas di depan orang yang sedang sholat mengetahui apa (dosa) yang ditanggungnya (lantaran melintasi itu), niscaya dia berdiri (atau behenti untuk menunggu) selama empat puluh (hari atau bulan atau tahun, Busr kelupaan), lebih baik baginya daripada berjalan di depan orang yang sedang mengerjakan sholat. (HR Bukhari, Muslim, Tirmidzi, Ahmad, Nasai, Ibnu Majah, dan Abu Daud).

Sementara itu, yang diriwayatkan dari Zaid bin Khalid oleh Bazzar dengan sanad yang sahih, maksud 40 dalam hadist di atas adalah musim gugur (tahun).

Karena itu, setiap umat Islam yang akan mendirikan sholat, hendaknya memasang garis pemisah atau tirai, orang tidak lewat dihadapannya. Tirai ini bisa dengan dinding, bisa pula dengan batas tempat sujud atau yang umum di Indonesia adalah sajadah.

Dan jika sudah ada pembatas, tapi masih juga di lewati, dia harus mencegahnya. Para ulama memberikan petunjuk cara mencegah orang lewat di depannya. Yakni dengan menjulurkan salah satu tangannya ke depan sebagai tanda agar orang tidak boleh lewat di depannya. Atau dengan maju ke depan supaya tidak dilewati, atau dengan mendorong lehernya.

Jika salah seorang di antara kalian sholat dengan memasang tirai yang menjadi pembatas agar orang lain tidak melintas di depannya, kemudian ada orang yang tetap melintasinya, hendaknya dia mencegahnya. Jika dia enggan dan tetap bermaksud melintasinya, bunuhlah dia. Sebab, sebenarnya orang itu adalah setan. (HR Bukhari dan Muslim dari Abu Said al-Khudri RA).  

 

 

sumber : Harian Republika
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement