Sabtu 11 Apr 2020 03:46 WIB

Wabah Corona, Sertifikasi Halal Jalan Terus

Penurunan omset bisnis tak berkorelasi dengan kebutuhan mendapatkan sertifikat halal.

Rep: Febryan A/ Red: Irwan Kelana
Ilustrasi Sertifikat Halal
Foto: Foto : MgRol100
Ilustrasi Sertifikat Halal

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Proses sertifikasi halal terhadap berbagai produk usaha terus berlangsung meski wabah Corona atau Covid-19 melanda. Sistem daring kini jadi andalan dan dinilai lebih memudahkan para pengusaha. 

Namun di lain sisi, para pengusaha tengah dipusingkan oleh penurunan omset.  Ketua Umum Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman se-Indonesia (Gapmmi), Adhi S Lukman, mengatakan, sejak Corona melanda Indonesia pada awal Maret lalu, anggotanya mulai mengalami penurunan omset. Hal itu tampak dari survei di internal organisasinya yang beranggotakan sekitar 450 perusahaan.

Sekitar 60 persen anggotanya yang mengikuti survei menyatakan bahwa terjadi penurunan omset hingga 60 persen. Sedangkan sisanya mengalami penurunan omset 10 hingga 20 persen. "Jadi hampir semuanya menyatakan turun," kata Adi kepada Republika.co.id, Rabu (8/4).

Ia menjelaskan, penurunan itu lantaran tersendatnya aktivitas jual-beli di pasar tradisional. Sebagian pasar tak lagi beraktivitas dan sebagian lain sepi pengunjung lantaran adanya kebijakan phisycal distancing (menjaga jarak). Sedangkan produk makanan dan minuman, kata dia, sekitar 73 persen penjualannya ada di pasar tradisional.

"Inilah yang terjadi. Semua (anggota GAPMMI) menyatakan tidak ada yang naik omsetnya," ucapnya.

Namun demikian, ujar Adhi, anggotanya tetap mengurus sertifikat halal. Penurunan omset bisnis, kata dia, tak punya korelasi dengan kebutuhan mendapatkan sertifikat halal. "Bagi perusahaan yang sertifikatnya habis dan juga daftar baru,  tetap jalan. Tidak ada kendala," katanya.

Ketua Umum Gabungan Pengusaha Jamu (GP Jamu),  Dwi Ranny Pertiwi, mengatakan, penjualan anggotanya, yang mayoritas berbasis di Jawa Tengah, kini mengalami peningkatan. “Masyarakat kembali ataupun mulai gemar meminum jamu guna meningkatkan daya tahan tubuh di tengah pandemi Corona,” ujarnya. 

Namun, kata Ranny,  peningkatan itu tak bisa dimanfaatkan secara optimal karena sejumlah soal. Pertama, proses produksi tidak bisa semasif biasanya lantaran adanya pembatasan karyawan demi mencegah penularan virus Corona.

Kedua, melonjaknya harga bahan baku hingga 50 persen seiring meningkatnya permintaannya di pasaran. "Masyarakat juga mulai banyak meracik jamu instan sendiri," kata Ranny, Rabu (8/4).

Meski demikian, kata dia, anggota GP Jamu yang jumlahnya sekitar 500 pengusaha tetap mengajukan proses sertifikasi halal. "Pengajuan sertifikasi halal baru yang sudah terlanjur masuk ya tetap berjalan. Perpanjangan juga tetap dilakukan," ucapnya.

Pihaknya pun mengaku sangat terbantu dengan adanya sistem pendaftaran daring. Namun demikian, kata dia, tidak semua proses sertifikasi halal bisa dilakukan secara daring. Baginya, sistem daring sangat berguna hanya untuk perpanjangan sertifikasi halal.

Adapun untuk pengurusan baru, ujar dia, sistem daring hanya bisa hingga tahap pendaftaran dan pengunggahan dokumen. Auditor halal dari LPPOM MUI tidak bisa mendatangi pabrik lantaran adanya pembatasan karena wabah ini. Padahal, mendatangi pabrik sangat vital perannya dalam memastikan kehalalan semua bahan baku dan proses produksi. Sehingga produk yang akan disertifikasi nantinya benar-benar sesuai syariat Islam. "Bukan sekadar formalitas," kata Ranny.

Oleh karena itu, Ranny berharap semua otoritas berwenang dalam pembuatan sertifikat halal untuk fokus pada pengajuan perpanjangan. Ia berharap prosesnya berlangsung lebih cepat. "Jangan sampai diajukannya sudah tepat waktu tapi izin perpanjangannya keluar saat sudah melewati masanya," kata dia.

 

 

 

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement