Senin 13 Apr 2020 20:09 WIB

Dua Cara Perbanyak Timbangan Kebaikan

Cara memperbanyak timbangan kebaikan itu ialah sambung silaturahim dan menuntut ilmu

Dua Cara Perbanyak Timbangan Kebaikan (Ilustrasi)
Foto: Pixabay
Dua Cara Perbanyak Timbangan Kebaikan (Ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA --  Rasulullah SAW menuturkan suatu kisah kepada sahabatnya, Abu Hurairah RA. Ada seorang pemuda yang menempuh perjalanan panjang untuk mengunjungi saudaranya.

Dalam perjalanan, turunlah malaikat yang kemudian bertanya kepadanya "Wahai fulan, hendak ke mana engkau?"

Baca Juga

Lalu fulan menjawab, "Aku hendak mengunjungi saudaraku di daerah ini."

Malaikat itu kembali bertanya, "Apakah kunjunganmu karena keuntungan duniawi yang engkau harapkan darinya?"

"Sama sekali tidak. Saya ingin menemuinya semata-mata karena aku mencintainya karena Allah."

Maka, malaikat tersebut berkata, "Sesungguhnya Allah telah cinta padamu karena engkau telah cinta pada hamba-Nya karena-Nya" (HR Muslim).

Hadis di atas menunjukkan keutamaan menyambung tali silaturahim yang didasari ketakwaan kepada Allah. Hubungan persaudaraan yang dilandasi takwa berbeda dengan yang hanya diperuntukkan bagi kepentingan duniawi. Betapa banyak ayat Alquran yang menggambarkan keadaan, orang-orang yang saling mengasihi di dunia akan saling bermusuhan kelak pada hari kiamat.

Sebaliknya, mereka yang mempererat ukhuwah atas dasar iman dan takwa, maka nasibnya akan memperoleh pertolongan dari Allah Ta'ala. Tak ada sikap saling bermusuhan satu sama lain sebagai hamba-hamba Allah.

Rasulullah SAW bersabda, orang yang saling mencintai pada hari kiamat akan dipanggil oleh Allah SWT. Mereka akan dinaungi naungan Allah dan mereka berada di atas mimbar -mimbar yang terbuat dari cahaya (HR Muslim).

Beruntungnya pencari ilmu

Selain mempererat tali silaturahim, perbuatan yang dapat memberatkan timbangan amal kebaikan kelak di akhirat adalah menuntut ilmu.

Suatu kisah diceritakan sahabat Rasulullah SAW, Abu Darda RA. Ada seorang pemuda yang datang padanya, lalu Abu Darda menanyakan alasan kedatangan lelaki tersebut.

"Sesungguhnya aku datang untuk mendengar sabda Rasulullah yang telah engkau dengar langsung dari beliau."

Mendengar alasan pemuda tersebut, Abu Darda berkata, "Sesungguhnya aku pernah mendengar Rasulullah bersabda bahwa barangsiapa yang telah menempuh sebuah perjalanan untuk menuntut ilmu agama, maka akan dibentangkan padanya jalan menuju surga dan malaikat akan meletakkan sayap-sayap mereka untuk para penuntut ilmu" (HR Tirmidzi).

Inilah pula keutamaan orang yang berilmu (alim) dibandingkan rajin beribadah (abid). Yang satu bagaikan bulan purnama, sedangkan lainnya adalah bintang gemintang. Seorang alim lebih baik dibandingkan ratusan abid. Sama halnya seperti ratusan bintang tidak dapat menyaingi terangnya purnama.

Kebaikan ilmu seorang alim akan menyebar kepada orang lain dan terus mengalirkan pahala baginya. Alhasil, timbangan kebaikannya pun akan terus bertambah.

Ini berbeda dengan seorang abid yang hanya mengandalkan dirinya sendiri untuk menambah timbangan kebaikannya. Oleh karena itu, banyak ulama yang menyatakan, satu alim itu lebih dahsyat pengaruhnya bagi setan dibandingkan seribu abid. Sebab, seorang alim akan membawa perubahan dengan ilmu yang dimilikinya. Adapun abid tidak dapat mengajarkan ilmu-ilmu bermanfaat kepada umat karena dia hanya dapat beribadah dan bermanfaat bagi dirinya sendiri.

sumber : Dialog Jumat Republika
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement