Senin 20 Apr 2020 08:39 WIB

S&P Proyeksi Penerbitan Sukuk Turun 40 Persen Tahun Ini

Hingga kuartal I 2020, penerbitan sukuk global sudah turun 32 persen.

Rep: Lida Puspaningtyas/ Red: Friska Yolandha
Penerbitan sukuk (ilustrasi). Lembaga rating internasional, Standard & Poor (S&P) memproyeksikan penurunan penerbitan sukuk global hingga 40 persen tahun ini.
Foto: AP Photo/Evan Vucci
Penerbitan sukuk (ilustrasi). Lembaga rating internasional, Standard & Poor (S&P) memproyeksikan penurunan penerbitan sukuk global hingga 40 persen tahun ini.

REPUBLIKA.CO.ID, DUBAI -- Lembaga rating internasional, Standard & Poor (S&P) memproyeksikan penurunan penerbitan sukuk global hingga 40 persen pada tahun ini. Penerbitan sukuk pada 2020 diperkirakan sekitar 100 miliar dolar AS, menurun dari tahun 2019 yang mencapai 162 miliar dolar AS.

Direktur Riset S&P, Mohamed Damak menyebut penerbitan sukuk global kuartal I sudah menurun sekitar 32 persen (yoy). Diperkirakan, penurunan akan lebih dalam pada kuartal II dan memulih di kuartal III 2020.

Baca Juga

"Kami proyeksikan pasar bisa kembali pulih mulai kuartal III, namun tidak akan bisa mengompensasi penurunan drastis pada semester pertama," katanya, dilansir Gulf News, Ahad (19/4).

Damak menyampaikan penurunan penerbitan sukuk terjadi karena pasar lebih memilih pasar obligasi. Penerbitan sukuk tergolong lebih kompleks. Selain itu, entitas dengan kredit skoring rendah akan semakin kesulitan menerbitkan instrumen pembiayaan tersebut.

Penurunan harga minyak dan pembatasan sosial karena wabah telah mengganggu keuangan pasar utama keuangan syariah, termasuk negara-negara Teluk. Wabah berimbas pada sejumlah sektor penting, termasuk real estate, hospitality, dan bisnis consumer.

"Kebijakan pemerintah di sektor-sektor industri akan membuat entitas baik bank sentral maupun korporasi mengurangi penerbitan sukuk," katanya.

Menurut analisa S&P, dalam merespons penurunan harga minyak dan aktivitas ekonomi, sejumlah negara telah mengimplementasikan sejumlah kebijakan. Termasuk melonggarkan likuditas perbankan sehingga bisa membantu korporasi menurunkan dampak buruk.

Ini artinya, korporasi tidak perlu masuk ke pasar surat berharga tahun ini meski ekonomi diproyeksi bisa pulih di kuartal III. Banyak pendanaan akan mudah didapat dari sistem perbankan domestik karena regulator kucurkan beragam insentif.

Meski demikian, bank sentral masih punya alasan untuk menerbitkan surat berharga tahun ini. Selain untuk memenuhi kebutuhan likuiditas yang disalurkan ke sektor bank, juga untuk mengatur nilai tukar. Tahun lalu, porsi sukuk dari bank sentral mencapai 17,5 persen.

Sejumlah negara sudah melakukan frontloading sukuk di awal tahun 2020. Seperti Arab Saudi yang sudah menerbitkan sekitar 4,3 miliar dolar AS per Maret 2020, naik dari periode yang sama tahun lalu sekitar 0,5 miliar dolar.

Malaysia juga melakukan frontloading sekitar 2,7 miliar dolar AS per Maret 2020, naik dari tahun sebelumnya 2,5 miliar dolar AS. Bahrain dan Kuwait pun demikian, masing-masing sekitar 0,75 miliar dolar AS. Indonesia, per Maret 2020 belum menerbitkan padahal pada 2019 menerbitkan 2,1 miliar dolar AS.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement