Kamis 23 Apr 2020 15:16 WIB

PBB Peringatkan Pandemi Corona Berisiko Jadi Krisis HAM

PBB merilis laporan yang mengaitkan HAM dengan respons pandemi corona di dunia.

Rep: Rizky Jaramaya/ Red: Nur Aini
Sekjen PBB Antonio Guterres
Foto: AP Photo/Mary Altaffer
Sekjen PBB Antonio Guterres

REPUBLIKA.CO.ID, NEW YORK -- Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) Antonio Guterres memperingatkan, pandemi virus corona jenis baru atau Covid-19 dapat berisiko menjadi krisis hak asasi manusia (HAM). Guterres merilis laporan PBB yang menyoroti tentang keterkaitan HAM terhadap respons dan pemulihan krisis kesehatan, ekonomi, dan sosial di dunia.

"Kami melihat efek yang tidak proporsional pada komunitas tertentu, munculnya pidato kebencian, penargetan kelompok rentan, dan risiko tanggapan keamanan yang merusak respon kesehatan," kata Guterres.

Baca Juga

Laporan PBB menyatakan, para migran, pengungsi, dan pengungsi internal sangat rentan terinfeksi virus corona. Lebih dari 131 negara telah menutup perbatasan dan hanya 30 negara yang memberlakukan pengecualian bagi para pencari suaka.

"Terhadap latar belakang meningkatnya etno-nasionalisme, populisme, otoriterisme, dan penolakan terhadap hak asasi manusia di beberapa negara, krisis dapat memberikan dalih untuk mengambil langkah-langkah represif untuk tujuan yang tidak terkait dengan pandemi. Ini tidak dapat diterima," kata Guterres.

Guterres meminta pemerintah untuk transparan, responsif dan akuntabel dalam menangangi pandemi virus corona. Menurutnya, respons yang terbaik harus proporsional terhadap perlindungan hak asasi manusia dan supremasi hukum.

Laporan PBB menyatakan, pandemi virus corona akan menciptakan kesulitan yang berkelanjutan dan meningkatkan ketegangan, sehingga dapat memprovokasi kerusuhan sipil. Guterres mengatakan, penularan virus corona tidak memandang status dan jabatan. Oleh karena itu, semua lapisan masyarakat harus mendapatkan penanganan yang adil dan merata.

"Dalam semua hal yang kita lakukan, jangan pernah lupa: ancamannya adalah virus, bukan manusia," kata Guterres. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement