Ahad 26 Apr 2020 16:37 WIB

Ajarkan Tarekat Sepulang dari Makkah

Proses perjalanan orang yang melakukan tarekat diawali dengan pengambilan sumpah.

Ajarkan Tarekat Sepulang dari Makkah. (Ilustrasi)
Foto: Republika/Rakhmawaty La'lang/ca
Ajarkan Tarekat Sepulang dari Makkah. (Ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID,Oleh: Ikhwanul Kiram Mashuri

Setiap pelajar Indonesia yang pulang dari Makkah bisa dipastikan membawa serta tarekat. Mereka sudah mendapatkan ijazah (restu) dari sheikhnya di Makkah untuk mengajarkan tarekat tertentu di Indonesia.

Tarekat berasal dari bahasa Arab at-thariq, artinya jalan yang ditempuh dengan jalan kaki. Menurut istilah tasawuf, tarekat berarti perjalanan seorang salik (pengikut tarekat) menuju Tuhan dengan cara menyucikan diri atau perjalanan yang harus ditempuh oleh seseorang untuk dapat mendekatkan diri sedekat mungkin kepada Tuhan.

Sebagai jalan yang ditempuh untuk mendekatkan diri kepada Tuhan, orang yang melakukan tarekat tidak dibenarkan meninggalkan syariat. Bahkan pelaksanaan tarekat merupakan pelaksanaan syariat agama. Karena itu, melaksanakan tarekat tidak boleh sembarangan. Mereka yang bertarekat harus dibimbing oleh guru yang disebut mursyid (pembimbing) atau syeikh.

Syeikh inilah yang bertanggung jawab terhadap murid-muridnya yang melakukan tarekat. Ia mengawasi murid-muridnya dalam kehidupan lahiriyah serta rohaniyah dan pergaulan sehari-hari. Proses perjalanan orang yang melakukan tarekat diawali dengan pengambilan sumpah yang disebut baiat. Yakni, baiat dari murid di hadapan syeikh setelah murid melakukan tobat dari segala maksiat.

Setelah itu, murid menjalani tarekat hingga mencapai kesempurnaan dan dia mendapat ijazah lalu menjadi khalifah (pengganti) sheikh atau mendirikan tarekat lain jika diizinkan. Oleh karena itu dalam tasawuf disepakati bahwa tarekat mempunyai tiga ciri umum, yaitu: syeikh, murid, dan baiat. Sekarang ini jumlah tarekat sudah lebih dari 40 nama. Meskipun namanya sudah bermacam-macam, namun tujuan setiap tarekat tetap sama, yaitu mencapai moral yang mulia.

Tidak terdapat perbedaan prinsipil antara satu tarekat dengan lainnya. Kalau ada perbedaan, itu terletak pada jenis wirid dan zikir serta tata cara pelaksanaannya. Atau dengan kata lain ''wirid yang menentukan karakteristik setiap tarekat''. Ajaran tarekat sudah mulai muncul sejak abad ke-3 dan ke-4 H. Antara lain adalah Tarekat Al-Malamatiyah yang didirikan oleh Hamdun Al-Qashshar, Tarekat Taifuriyah yang mengacu kepada Abu Yazid Al-Bustami, dan Tarekat Al-Khazzaziyyah yang mengacu kepada Abu Said Al-Khazzaz.

Namun, tarekat-tarekat tadi masih dalam bentuk yang amat sederhana dan bersahaja, hanya dipraktekkan secara individual di sana-sini tanpa adanya ikatan satu sama lain. Tarekat berkembang pesat baru pada abad ke-6 dan ke-7 H. Yang pertama kali mendirikan tarekat pada periode itu adalah Syeikh Abdul Qadir Jaelani pada awal abad ke-6 H, dan kemudian disusul oleh tarekat-tarekat lainnya.

Semua tarekat yang berkembang dalam periode ini merupakan kesinambungan tasawuf Sunni Imam Ghazali. Tarekat Syeikh Abdul Qadir Jaelani kini banyak pengikutnya di Indonesia.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement