Rabu 29 Apr 2020 00:19 WIB

Durrah binti Abu Lahab: Apel Jatuh Jauh dari Pohonnya

Durrah binti Abu Lahab menunjukkan pribadi yang berbeda dari sang ayah, Abu Lahab

Ilustrasi Muslimah: Durrah binti Abu Lahab menunjukkan pribadi yang berbeda dari sang ayah, Abu Lahab
Foto: Mgrol120
Ilustrasi Muslimah: Durrah binti Abu Lahab menunjukkan pribadi yang berbeda dari sang ayah, Abu Lahab

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Heri Ruslan

“Buah jatuh tak jauh dari pohonnya.”  

Pepatah itu ternyata tak selamanya benar. Hal itu terbukti pada Durrah binti Abu Lahab bin Abdul Muthalib. 

Ia adalah seorang Muslimah yang berakhlak mulia, yang sifatnya sangat jauh berbeda dibandingkan ayahnya Abu Lahab – seorang kafir Quraisy yang sungguh amat sesat.

 

Saking kafirnya, nama Abu Lahab tercatat sebagai nama surat ke-111 dalam Alquran. ''Binasalah kedua tangan Abu Lahab dan sesungguhnya dia akan binasa. Tidaklah berfaidah kepadanya harta bendanya dan apa yang ia usahakan. Kelak dia akan masuk ke dalam api yang bergejolak. Dan (begitu pula) istrinya, pembawa kayu bakar. Yang di lehernya ada tali dari sabut.''

Berbeda dengan sifat sang ayah, Durrah merupakan salah seorang sahabat yang begitu dekat dengan Rasulullah SAW. Tak banyak kisah tentang Durrah, sebelum putri paman Rasulullah SAW itu masuk Islam. 

Muhammad Ibrahim Salim dalam bukunya bertajuk Perempuan-perempuan Mulia di Sekitar Rasulullah SAW, mengungkapkan, setelah masuk Islam, Durrah hijrah menyusul Nabi SAW ke Madinah.

Imam adz-Dzahabi berkata, ”Dia (Durrah) mempunyai sebuah hadits dalam al-Musnad, dari riwayat putra pamannya, al- Harits bin Naufal.” [Ath-Thabaqaat (8/34), Al-Istii'aab (4/290), Al- Ishaabah (7/634), dan Ushudul Ghaabah (5/449)]

Ibnu Hajar menyebutkan dalam al-Ishaabah, bahwa ketika Durrah binti Abu Lahab datang ke Madinah sebagai muhajir, dia turun di rumah Rafi’ bin Mu’alla. 

Kemudian beberapa wanita bani Zuraiq berkata kepadanya, ”Engkau puteri Abu Lahab, yang Allah berfirman tentang dia. 'Binasalah kedua tangan Abu Lahab (QS. Al-Lahab, 111:1). Maka hijrahmu tidak berguna bagimu.”

Mendengar perkataan itu, Durrah lalu mendatangi Rasulullah dan menceritakan pengalaman yang tak mengenakan tersebut. Lalu Rasulullah SAW mempersilakan Durrah, ''Duduklah!'' 

Tak lama kemudian, Rasulullah SAW menjadi iman shalat Zuhur,  kemudian  duduk di atas mimbar selama satu jam.

Lalu Nabi Muhammad SAW  bersabda, ”Wahai, manusia sekalian. Mengapa aku dicela atas keluargaku? Demi Allah, sesungguhnya syafa’atku (pengampunaan) akan diperoleh kerabatku, bahkan orang yang keras, lemah, serta besar sekalipun akan memperolehnya pada hari kiamat.” 

Ibnu Hajar menyebutnya dalam al-Ishaabah dengan perkataan: Diriwayatkan oleh Ibnu Ashim, Thabarani dan Ibnu Mandah, dari jalan Ab- durrahman bin Basyar, dan ia adalah dhoif, dari Muhammad bin Ishaq, dari Nafi' dan Zaid bin Aslam, dari Ibnu Umar, dan Sa'id Al-Maqbari dan Ibnu Al-Munkadir, dari Abu Hurairah, dan dari Ammar bin Yasir. Mereka berkata:

"Datang Durrah....hingga akhir hadis..." ; Al-Ishaabah, juz 7 hal. 634]

Ad-Daruquthni meriwayatkan dalam kitabnya, bab Ukhwah, dan Ibnu Ady dalam al-Kaamil setta Ibnu Mandah dari Durrah binti Abu Lahab, dia berkata,'' Nabi SAW bersabda: ”Seorang  yang hidup tidak menanggung derita lantaran kejelakan yang diperbuat orang  yang sudah mati''.  

Menurut Ibrahim Salim, berkaca dari riwayat tersebut, hendaknya seorang Muslim dan Muslimah tetap menghormati orang yang telah mendahului kita, meskipun orang tersebut sangat memusuhi kita. Inilah salah satu akhlak mulia yang diajarkan agama Islam. 

Kisah Durrah binti Abu Lahab juga mengambarkan Allah SWT akan selalu memberi hidayah bagi orang-orang yang dikehendakinya.  Bukankah Abu Lahab adalah seorang pemimpin Quraisy yang sangat memusuhi Islam dan Rasulullah SAW?

Namun, dari keluarga Abu Lahab – orang yang sangat dilaknat Allah SWT itu –  hadir seorang Muslimah yang berakhlak mulia yang senantiasa membela dan membantu perjuangan agama Islam. 

Durrah merupakan pribadi seorang putri paman Rasulullah yang kehadirannya menjadi cermin bagi semua umat Islam.   

Cahaya keimanan yang menyinari kalbunya mampu mengalahkan pengaruh dan sifat-sifat buruk yang dicontohkan ayahnya, Abu Lahab. Kisahnya memberi kepada kita sebuah pelajaran penting, bahwa keburukan yang telah dilakukan oleh para pendahulu kita,  bukanlah derita yang harus ditanggung oleh anak dan cucunya. 

Meski begitu, Islam tetap mengajarkan agar kaum Muslim selalu mendoakan dan menghormati orangtua baik yang masih hidup maupun telah meninggal dunia. Begitu indah ajaran Islam.  

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement