Rabu 29 Apr 2020 17:51 WIB
Ramadhan

Ramadhan Untuk Peradaban

Asa Ramadhan untuk perubahan

Foto kolase umat muslim menanti waktu berbuka puasa (kiri) pada (6/5/2019) dan suasana sesudah ditiadakan di Masjid Istiqlal, Jakarta Pusat, Selasa (28/4/2020). Masjid Istiqlal tidak menggelar buka bersama dan shalat tarawih berjamaah serta aktivitas keagamaan lain saat Ramadhan selama pandemi COVID-19 demi mencegah meluasnya penularan virus tersebut.
Foto: Antara/Sigid Kurniawan
Foto kolase umat muslim menanti waktu berbuka puasa (kiri) pada (6/5/2019) dan suasana sesudah ditiadakan di Masjid Istiqlal, Jakarta Pusat, Selasa (28/4/2020). Masjid Istiqlal tidak menggelar buka bersama dan shalat tarawih berjamaah serta aktivitas keagamaan lain saat Ramadhan selama pandemi COVID-19 demi mencegah meluasnya penularan virus tersebut.

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Imron Baehaqi, Dosen  FIKES UHAMKA, Pengurus Lembaga Dakwah Khusus PP Muhammadiyah

Banyak hikmah yang diperoleh dari momentum bulan Ramadahan dan Pandemi Covid 19 yang terjadi sekarang ini. Di antaranya ialah diselenggarakannya kegiatan yang berkaitan peningkatan wawasan dan keilmuan secara daring dari rumah dengan memakai aplikasi yang tersedia.

Walaupun tidak berinteraksi secara fisik langsung di satu tempat, tujuan dan pesan dari kegiatan perkuliahan, pengajian, seminar dan lain-lain dapat tercapai dengan baik. Sepertinya, tradisi pertemuan-pertemuan dan pengajian-pengajian secara daring atau online ini akan terus berlanjut, meski pandemi sudah berlalu.

Belakangan ini, penulis pernah dua kali bergabung di pengajian rutin bulan Ramadhan secara daring  yang diselenggarakan oleh Pimpinan Ranting Muhammadiyah Pondok Labu Jakarta Selatan. Salahsatu yang menjadi daya tarik dari pengajian ranting secara online ini adalah hostnya, yaitu Prof. Dr. Din Syamsuddin, Ketua PRM Pondok Labu.

Peserta pengajian via zoom tersebut jumlahnya sangat banyak, lintas profesi, tokoh nasional, akademisi, pimpinan dan anggota Muhammadiyah. Bahkan sejumlah anggota DPR RI pun ada yang bergabung, seperti Dr. Shaleh Daulay, Ali Taher dan lain-lain. Di awal-awal pengajian, peserta yang join mencapai sekitar 200 lebih partisipan. Meski kemudian di akhir menjelang penutupan menjadi berkurang hingga 130 peserta. Maklum saja, durasi pengajian ini cukup panjang hingga tiga jam, mulai dari jam 20.00 hingga pukul 23.00 WIB.

Agar pengajian daring berjalan dengan baik dan khidmat, ada sejumlah peraturan yang perlu diperhatikan oleh setiap peserta yang mau bergabung. Misalnya, sebelum atau sesudah pengajian dimulai, setiap peserta wajib menonaktifkan suara atau mute pada aplikasi zoom, tidak boleh mengganggu selama pengajian dan sebagainya. Apabila ada peserta yang melanggar, maka akan dikeluarkan.

Selain itu, daya tarik dari forum pengajian online ini ialah dari sisi narasumbernya yang ahli dan pengalaman sesuai disiplin ilmunya masing-masing. Tidak hanya para pakar dari dalam negeri saja, tetapi juga ilmuan dan sarjana Indonesia yang saat ini tengah menimba dan mengamalkan ilmunya di luar negeri.

Pada hari Selasa, 28 April 2020, pengajian Ranting ini mengangkat tema tentang Ramadahan untuk Peradaban. Adapun narasumber yang merupakan pemantik kajian ini terdiri-dari tiga orang, yaitu Dr. Muhammad Qorib di Jerman, Prof Muhammad Ali di Amerika Serikat, Prof. Dr. Mughni di Indonesia. Ketiganya memaparkan materinya tentang korelasi hikmah Ramadahan dengan peradaban dari berbagai sudut pandang, aspek agama, sosial, ekonomi, politik dan pendidikan.

Menurut Muhammad Qorib, umat Islam itu memiliki ragam kegiatan keagamaan yang banyak, seperti shalat berjamaah di masjid, membaca al-Qur’an, puasa, ibadah haji, pengajian, dan sebagainya. Hal tersebut, tentu saja menjadi bagian dari ciri peradaban Islam. Oleh karenanya, perlu ada upaya untuk memperkenalkan Islam secara lebih maksimal, sehingga Islam bisa lebih dikenal secara lebih luas di tengah masyarakat dunia.

Ide yang relevan misalnya disampaikan oleh Prof Mughni, yaitu bahwa ibadah di bulan Ramadhan ini mengajarkan kita tentang pentingnya upaya mengikis keserakahan diri, baik dalam segala aspek kehidupan beragama atau berbangsa sebagai natijah pendidikan Ramadhan untuk kemanusiaan dan peradaban. Selain itu, beliau menyampaikan tentang pentingnya spiritualitas dalam membangun sebuah peradaban Islam yang unggul.

Demikian juga teologi rahmah (belas kasih) yang dikemukakan oleh Prof Muhammad Ali menjadi sangat penting untuk direalisasikan dalam kehidupan umat manusia, terutama di saat menghadapi pandemi Covid 19. Sebagai blue print dari presentasinya, ia mengungkapkan tiga hal penting dalam mendorong kemajuan sebuah peradaban, yaitu ijtihad, tajdid, dan islah. Kemudian dirinya pun mengutip pandangan Hamka tentang syarat-syarat membangun sebuah peradaban yang berkemajuan, yaitu khalifah, ilmu, keadilan, dan etika.

Sebagai saran dan dorongan konstruktif, Prof Ali berharap agar Muhammadiyah betul-betul menjadi pelopor kreativitas saintifik, yaitu bagaimana Muhammadiyah melalui para ilmuannya dapat menemukan vaksin dari virus corona saat ini.

Sementara itu, Prof Didik Rahbini yang diberikan kesempatan bicara oleh Prof Din menyampaikan pesannya, khususnya kepada cerdik pandai dalam ilmu agama yang ikut di forum pengajian ini. Bahwa umat Islam lebih banyak berpikir dan aktualisasi deduktif langit, teks besar al-Quran, dan imajinasi mega.

Namun dalam berpikir aktualisasi induktif di bawah nampak berkurang, sehingga  jauh dengan fakta di lapangan. Akibatnya mobilisasi politik lebih banyak dan dominan ketimbang mobilisasi tindakan kolektif sosial yang minim.

Sebelum pengajian ditutup, Sekretaris Umum PP Muhammadiyah, Dr. Abdul Mu’ti diminta oleh Ketua Ranting, sekaligus sebagai sebagai host pengajian tersebut agar memberi tanggapan. Beliau menanggapi apa yang disampaikan oleh Prof Muhammad Ali, tentang pentingnya melahirkan daya kreativitas di tengah pandemi Covid 19 ini. Pendek kata, Dr. Abdul Mu’ti meneguhkan kembali tentang pentingnya kekuatan ilmu dalam mendorong sebuah peradaban yang berkemajuan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement