Selasa 05 May 2020 21:33 WIB

KPK Ingatkan Pemda Kalteng Terkait Anggaran Covid-19

Realokasi anggaran pemda se-Kalteng untuk penanganan Covid-19 sebesar Rp 810 miliar.

Rep: Dian Fath Risalah/ Red: Hasanul Rizqa
Wakil Ketua KPK Alexander Marwata
Foto: Antara/Akbar Nugroho Gumay
Wakil Ketua KPK Alexander Marwata

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengingatkan pemerintah daerah Kalimantan Tengah (Kalteng) agar memanfaatkan anggaran penanganan pandemi Covid-19 sesuai aturan. Salah satunya, terkait proses pengadaan barang dan jasa (PBJ).

KPK meminta pemerintah daerah (pemda) setempat untuk tetap mengedepankan asas transparansi dan akuntabilitas dalam penggunaan anggaran PBJ.

Baca Juga

“Sepanjang Bapak atau Ibu mengadakan barang dan jasa dengan itikad baik dan sesuai ketentuan, tidak perlu takut memaksimalkan anggaran yang sudah ada,” ujar Wakil Ketua KPK Alex Marwata saat rapat koordinasi pencegahan korupsi terintegrasi wilayah II Provinsi Kalimantan Tengah melalui telekonfrensi, Selasa (5/5).

KPK mencatat, dari realokasi anggaran yang dilakukan pemda se-Kalimantan Tengah untuk penanganan Covid-19 total senilai Rp810 miliar. Rinciannya terdiri dari Rp138,8 miliar untuk belanja penanganan dampak ekonomi, sebesar Rp267,1 miliar untuk jaring pengaman sosial, dan yang terbesar Rp404,2 miliar untuk belanja penanganan kesehatan.

Belanja untuk sektor penanganan kesehatan termasuk di dalamnya antara lain adalah pengadaan alat pelindung diri (APD) dan alat kesehatan lainnya. Mengingat besarnya alokasi anggaran untuk penanganan Covid-19 tersebut, KPK mendorong peran Aparat Pengawasan Internal Pemerintah (APIP) untuk terlibat aktif bersama-sama Pemda.

"APIP juga menjadi perhatian KPK untuk secara independen dapat menjalankan fungsi check and balance mengawal, mengamankan, mengawasi, dan mengingatkan Kepala Daerah", kata Alex.

Selanjutnya, alokasi dana terbesar kedua adalah untuk jaring pengaman sosial termasuk di dalamnya untuk bansos kepada masyarakat yang terdampak Covid-19. KPK merekomendasikan kepada pemda agar bansos diberikan berdasarkan Nomor Induk Kependudukan (NIK) dan Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS).

KPK menilai, dalam implementasinya penyaluran bansos masih terdapat persoalan. Pangkalnya adalah kesatuan data sebagai dasar pemberian bansos yang masih belum andal.

"Memang tidak terlalu update, tapi ini merupakan data terbaik yang pemerintah miliki saat ini. DTKS harusnya setiap 3 bulan sekali di-update datanya", tambah Alex.

KPK sebelumnya telah menerbitkan Surat Edaran terkait penggunaan anggaran pelaksanaan PBJ dalam rangka percepatan penanganan Covid-19 dan penggunaan DTKS dan Non-DTKS dalam pemberian bansos kepada masyarakat.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement