Jumat 08 May 2020 15:42 WIB

Pemerintah Dalami Dugaan Eksploitasi ABK Kapal China

Pemerintah minta klarifikasi Dubes Cina untuk Indonesia.

Rep: rizkyan adiyudha, ronggo astungkoro, mabruroh/ Red: Agus raharjo
Video viral anak buah kapal atau ABK Indonesia yang meninggal di kapal berbendera Tiongkok lalu dilempar ke laut.
Foto: Humas Ditjen Hubla
Video viral anak buah kapal atau ABK Indonesia yang meninggal di kapal berbendera Tiongkok lalu dilempar ke laut.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA—Pamerintah mengeklaim siap mendalami dugaan eksploitasi yang dialami anak buah kapal (ABK) Indonesia yang dilakukan kapal milik perusahaan Cina. Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo mengatakan telah berkoordinasi dengan berbagai pihak untuk menindaklanjuti soal video pelarungan jenazah ABK Indonesia di kapal yang diduga milik perusahaan asal Cina.

                               

Baca Juga

“Kami telah berkoordinasi, termasuk mengenai dugaan ada eksploitasi terhadap ABK kita (Indonesia),” kata Menteri Edhydalam keterangan resmi yang diterima di Jakarta, Kamis (7/5).

                               

KKP fokus pada dugaan eksploitasi terhadap ABK Indonesia seperti dilaporkan media Korea, MBC News. Disebutkan ada beberapa ABK yang mengaku bahwa tempat kerja mereka sangat tidak manusiawi. Mereka bekerja sehari selama 18 jam, bahkan salah satu ABK mengaku pernah berdiri selama 30 jam. Para ABK Indonesia juga dilaporkan diminta minum air laut yang difilterisasi.

                               

“KKP segera mengirimkan notifikasi ke RFMO (Regional Fisheries Management Organization) untuk kemungkinan perusahaan atau kapal mereka diberi sanksi,” ujarnya. Menurut Edhy, terdapat dugaan perusahaan yang mengirimkan ABK Indonesia itu telah melakukan kegiatan yang sama beberapa kali.

Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziah menegaskan akan memberikan sanksi apabila ditemukan pelanggaran oleh perusahaan penempatan pekerja migran Indonesia (P3MI) tersebut. "Kami tidak akan ragu untuk menindak tegas perusahaan tersebut sesuai dengan aturan penerapan sanksi," kata Ida Fauziah.

Ida mengatakan, penelusuran juga akan dilakukan berkenaan dengan izin penempatan ABK tersebut. Dia melanjutkan, hal itu dilakukan guna memastikan apakah prosedur penempatan dan pemenuhan hak-hak ABK. Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) menyatakan siap melindungi sejumlah ABK asal Indonesia di kapal Cina yang mengalami dugaan perbudakan modern. Sebagai langkah awal LPSK akan turut serta menjemput mereka yang pulang ke Indonesia.

Ketua LPSK Hasto Atmojo mengaku, pihaknya akan melakukan tindakan proaktif dalam kasus ini. LPSK juga siap bekerja sama dan berkolaborasi dengan pihak Kementerian Luar Negeri dan Kepolisian untuk memberikan perlindungan kepada ABK WNI. LPSK siap memberikan perlindungan mulai dari proses pemulangannya ke Tanah Air hingga pendampingan proses hukumnya nanti.

“Sebagai langkah awal, LPSK akan turut serta menjemput sejumlah ABK yang pulang ke Indonesia, besok, Jumat (8/5), ke bandara," ujar Hasto. Ia menjelaskan, tragedi yang dialami 18 ABK di kapal Cina itu jelas menunjukan adanya indikasi tindak pidana perdagangan orang (TPPO). Karena itu, ia berharap agar pihak kepolisian menulusuri pihak atau perusahaan yang melakukan perekrutan dan menyalurkan para ABK ke kapal Cina tersebut.

Kronologi

Kementerian Luar Negeri meminta otoritas Cina menyelidiki penyebab kematian hingga dugaan eksploitasi kerja terhadap ABK WNI di kapal ikan berbendera Cina. "Jika dari penyelidikan terbukti terjadi pelanggaran, maka kita akan minta otoritas RRT agar dapat dilakukan penegakan hukum secara adil (kepada perusahaan kapal)," tegas Menteri Luar Negeri Retno Marsudi.

Retno menuturkan berdasarkan informasi yang diterima Kemenlu, ada 46 ABK yang bekerja di empat kapal milik perusahaan Cina, kapal Long Xin 629, Long Xin 605, kapal Tian Yu 8, dan kapal Long Xin 606. Retno mengatakan, pada 14 April 2020 KBRI Seoul mendapatkan informasi kapal Long Xin 605 dan Tian Yu 8 akan berlabuh di Busan, Korea Selatan.

Pada 16 April 2020, KBRI Seoul mendapatkan kabar adanya tiga ABK WNI yang sudah meninggal dan dilarung di laut. Pada 26 April 2020, KBRI mendapatkan informasi satu WNI berinisial EP mengalami sakit sesak napas, dan batuk berdarah. EP dibawa ke Busan Medical Center namun EP kemudian dinyatakan meninggal dunia di rumah sakit.

Pada 26 Maret 2020, ABK berinisial AR sakit dan dipindahkan dari kapal Long Xin 629 ke kapal Tian Yu 8 untuk dibawa berobat ke pelabuhan. Kondisi AR saat itu kritis dan 30 Maret pukul 7 pagi meninggal dunia dan jenazah dikubur di laut lepas pada 31 Maret pukul 8 pagi. Semua ABK WNI yang meninggal tersebut, berasal dari kapal Long Xin 629. Tiga ABK WNI yang telah dikuburkan di laut serta satu ABK WNI yang sempat dibawa ke rumah sakit Busan. "Jadi semua ABK yang meninggal dari kapal Long Xin 629," kata Retno.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement