Senin 11 May 2020 12:36 WIB

OJK: Kredit Macet dan Likuiditas Perbankan Masih Terjaga

Terjadi kenaikan kredit macet karena sejumlah faktor, tapi masih di bawah batas.

Rep: Novita Intan/ Red: Friska Yolandha
Kredit  (ilustrasi). Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat rasio kredit bermasalah atau non performing loan (NPL) sebesar 2,77 persen pada kuartal satu 2020.
Foto: Republika/Prayogi
Kredit (ilustrasi). Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat rasio kredit bermasalah atau non performing loan (NPL) sebesar 2,77 persen pada kuartal satu 2020.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat rasio kredit bermasalah atau non performing loan (NPL) sebesar 2,77 persen pada kuartal satu 2020. Angka ini meningkat dibandingkan realisasi akhir 2019 sebesar 2,30 persen.

Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso mengatakan kenaikan rasio kredit bermasalah disebabkan oleh beberapa faktor yang terdampak virus corona seperti sektor transportasi, industri pengelolahan, perdagangan dan rumah tangga.

Baca Juga

“Level rasio NPL masih tetap terjaga di bawah treshold sebesar lima persen,” ujarnya saat video conference KSSK di Jakarta, Senin (11/5).

OJK juga menyebutkan tingkat rasio kecukupan permodalan perbankan atau capital adequacy ratio (CAR) masih cukup tinggi sebesar 21,77 persen atau menurun dibandingkan Desember 2019 sebesar 23,31 persen. Adapun penyaluran kredit bank terpantau tumbuh 7,95 persen secara tahunan pada Maret 2020, meningkat dari Desember 2019 sebesar 6,08 persen karena didorong oleh permintaan kredit valas. Kemudian Dana Pihak Ketiga (DPK) tumbuh 9,54 persen secara year on year (yoy) pada Desember 2019 DPK hanya tumbuh 6,54 persen. 

Sementara Komisi XI DPR menilai saat ini upaya Bank Indonesia menjaga stabilitas ekonomi nasional melalui Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) sudah berjalan baik. Hanya saja perlu diatur agar tidak ada kesalahan di tengah penyebaran virus corona di Indonesia.

Anggota Komisi XI DPR Heri Gunawan mengatakan aturan juga perlu diperjelas terkait Himpunan Bank Milik Negara (Himbara) yang disebut menjadi bank penyangga likuiditas bank sistemik.

"Perbankan plat merah yang tergabung dalam Himbara adalah objek kebijakan. Ia tak boleh masuk ke dalam ranah regulator KSSK," ujarnya kepada Republika.co.id.

Menurutnya tidak tepat menugaskan kepada Himbara sebagai penyangga likuiditas bank sistemik apapun alasannya. Hal tersebut bukan tugas dan tanggung jawab Himbara. 

"Itu adalah tugas BI yang harus menjaga stabilitas ekonomi nasional di tengah pandemi Covid-19," ucapnya.

"Setidaknya harus ada aturan dan peraturan yang jelas misalnya sumber pendanaan harus dari penempatan pemerintah (bukan dari DPK bank Himbara). Lalu, porsi penempatan dana ke Himbara harus lebih besar dibanding ke swasta," jelasnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement