Pengungsi Suriah Berdamai dengan Keterbatasan Saat Ramadhan

Rep: Zahrotul Oktaviani/ Red: Muhammad Fakhruddin

Selasa 12 May 2020 16:13 WIB

Pengungsi Suriah hidup dalam keadaan kumuh dan khawatir terjangkit virus corona. Ilustrasi. Foto: Nabil Mounzer/EPA Pengungsi Suriah hidup dalam keadaan kumuh dan khawatir terjangkit virus corona. Ilustrasi.

REPUBLIKA.CO.ID,IDLIB -- Ramadan tahun ini jelas berbeda bagi keluarga Fatum Umm Muhammad. Ia dan keluarganya adalah penyintas perang yang kini harus mengungsi di wilayah pengungsian di utara Suriah.

Sebagaimana hari-hari yang telah ia lalui sepanjang tahun ini, Ramadhan kali ini, Fatum hanya dapat menyediakan hidangan iftar yang amat sederhana. Ia menyebut sepanjang tahun adalah hari yang berat. Namun yang paling berat ketika Ramadhan datang dan memori tentang kebahagiaan-kebahagiaan sebelum perang bermunculan.

"Saya rindu beberapa hal. Sebelum-sebelumnya kita bisa membuat kue dan cemilan manis menggunakan oven. Sekarang tidak lagi bisa. Kalau pun kita ingin membuat makanan kesukaan kita, tidak semua bahan-bahannya dapat kita beli. Sulit rasanya untuk merayakan Ramadhan sebagaimana hari-hari dulu,” kata Fatum dikutip di TRT World, Selasa (12/5).

Keluarga Fatum terdiri dari sepuluh orang anak dan harus menjalani Ramadhan tahun ini dalam bayang-bayang perang dan ancaman pandemi Covid-19. Kali ini, semua dalam keadaan serba krisis dan terbatas.

Harga bahan makanan yang tinggi membuat para penyintas kesulitan memenuhi kebutuhan pangan. Para penyintas rata-rata menyebut tidak ada persiapan Ramadhan yang bisa dilakukan.

“Semua bahan makanan mahal. Sayur-mayur, daging sapi, dan daging ayam amat mahal. Jadi, kami tidak mempersiapkan apa pun untuk Ramadan,” kata penyintas lainnya, Um Hassan.

Seakan tidak ada pilihan, warga Idlib dan sebagian besar pengungsi mau tidak mau harus bertahan di tengah harga bahan makanan yang mahal. Ditambah menyebarnya pandemi Covid-19, para penyintas tidak memiliki pilihan selain berusaha bertahan.

"Kami harus bertahan dari ribuan masalah lain, dan tidak seorang pun yang membantu kami. Semoga Allah SWT membantu kami,” ucap salah seorang pengungsi di Idlib, Muhammad Muhajir.

Di tengah kondisi yang memprihatinkan itu, sebagian warga di Idlib masih berusaha untuk saling membantu. Diberitakan di AFPNews, sejumlah janda menyiapkan hidangan buka puasa untuk pengungsi Idlib yang membutuhkan.

Dalam menyiapkan makanan untuk meminimalisir penularan Covid-19, mereka mengenakan sarung tangan dan masker. Ide ini diinisiasi untuk membantu mereka agar tetap bekerja selama Ramadhan.

“Makanan kami disiapkan dari para relawan yang sudah kehilangan suami. Kami dapat menyajikan 300 porsi setiap hari dan dibagikan kepada para pengungsi di kamp serta mereka yang prasejahtera,” ujar Koordinator Dapur, Najla Bitar.