Advertisement

Karantiina, Wabah, Penyakit: Kesehatan Haji Era Kolonial

Kamis 21 May 2020 04:31 WIB

Red: Muhammad Subarkah

Jamaah haji zaman dahuku tengah menulis catatan di atas kapal yang hendak ke Mekkah.

Foto: gahetna.nl
Haji dan Persoalan Kesehatan Global'.

REPUBLIKA.CO.ID -- Oleh: Gani A. Djaelani, Ph.D, Pengajar di Departemen Sejarah dan Filologi Universitas Padjadjaran*

Berikut ini kami sajikan tulisan Gani A. Jaelani yang dimuat dalam 'Jurnal Sejarah'  Vol. 1/1 (2017) yang diterbitkan oleh kalangan para sejawaran yang tergabung dalam 'Masyarakat Sejarawan Indonesia'.

Tulisan ini merupakan bagian terakhir dari dia tulisan sebelumnya yang bertajuk Islam dan Persoalan Higiene di Hindia Belanda. Dalam artikel ini dibahas soal 'Haji dan Persoalan Kesehatan Global'. Republika.co.id memuat kembali tulisan ini atas seizin  pengelola  Jurnal Sejarah' tersebut. Artikel kami muat dengan menghilangkan catatan kaki dengan tujuan agar tulisan lebih bisa dinikmati orang awam secara luas.
 Begini tulisan selengkapnya:

-----------

Sejauh ini pembahasan terkait Islam dan higiene berada dalam kerangka lokal: bagaimana menjadikan ajaran Islam bermanfaat untuk kampanye higiene di  Hindia Belanda. Selain di tingkat politik lokal, Islam dan higiene juga mendapat perhatian politik di tingkat global. Ini terkait dengan keberadaan kaum muslim yang melakukan perjalanan suci ke Mekah dan Madinah untuk menunaikan ibadah haji.

Sirkulasi orang dari satu ke tempat lain mengandaikan menyebaran penyakit.  Apalagi hal ini kemudian ditambah dengan berkumpulnya sejumlah orang di tempat dan waktu yang sama. Perjalanan dari satu ke tempat lain itu seringkali singgah di tempat-tempat mewabahnya suatu epidemi. Atau bisa jadi salah satu penumpang terjangkit suatu penyakit. Itulah kenapa perjalanan orang dari satu  ke tempat lain pada titik tertentu dianggap membahayakan orang lain. Setidaknya itulah yang menjadi perhatian para dokter pada abad ke-19.

Perjalanan ibadah haji ke Mekah tidak dimulai di abad ke-19. Dua abad sebelumnya, cerita orang Nusantara yang pergi ke Mekkah sudah bisa dibaca . Hanya saja pada abad ke-19 ini, praktek ibadah haji  juga menarik perhatian para dokter. Ini tidak bisa lepas dari wabah kolera yang menyerang kawasan Arab. Kasus pertama ditemukan pada tahun 1921, diduga berasal dari India melalui Semenanjung Persia.

Sepuluh tahun kemudian, kasus kolera juga ditemukan di Hijaz, yang memakan korban kurang lebih dua puluh ribu jiwa. Setelah itu, sepanjang jalur perjalanan ke Mekah menjadi identik dengan persoalan kolera, dan Tanah Suci sendiri terkena wabah kolera pada tahun 1841, 1847, 1851,1856-57, dan 1859.

Wabah yang paling mematikan, setidaknya di mata orang Eropa, terjadi pada tahun 1893, dan saat itulah otoritas kesehatan di tingkat internasional pun kemudian merasa perlu untuk lebih serius mengatasi persoalan ini.Sebetulnya, persoalan kolera ini sudah dibahas dalam Congrès international de Médecins des Colonies (Kongers International Dokter-dokter Tanah Jajahan) tahun 1883 di Amsterdam dan juga Congrès International d'Hygiène et de Démographie (Kongres International tentang Higiene dan Demografi) tahun 1884.

REPUBLIKA.CO.ID -- Oleh: Gani A. Djaelani, Ph.D, Pengajar di Departemen Sejarah dan Filologi Universitas Padjadjaran*

Berikut ini kami sajikan tulisan Gani A. Jaelani yang dimuat dalam 'Jurnal Sejarah'  Vol. 1/1 (2017) yang diterbitkan oleh kalangan para sejawaran yang tergabung dalam 'Masyarakat Sejarawan Indonesia'.

Tulisan ini merupakan bagian terakhir dari dia tulisan sebelumnya yang bertajuk Islam dan Persoalan Higiene di Hindia Belanda. Dalam artikel ini dibahas soal 'Haji dan Persoalan Kesehatan Global'. Republika.co.id memuat kembali tulisan ini atas seizin  pengelola  Jurnal Sejarah' tersebut. Artikel kami muat dengan menghilangkan catatan kaki dengan tujuan agar tulisan lebih bisa dinikmati orang awam secara luas.
 Begini tulisan selengkapnya:

-----------

Sejauh ini pembahasan terkait Islam dan higiene berada dalam kerangka lokal: bagaimana menjadikan ajaran Islam bermanfaat untuk kampanye higiene di  Hindia Belanda. Selain di tingkat politik lokal, Islam dan higiene juga mendapat perhatian politik di tingkat global. Ini terkait dengan keberadaan kaum muslim yang melakukan perjalanan suci ke Mekah dan Madinah untuk menunaikan ibadah haji.

Sirkulasi orang dari satu ke tempat lain mengandaikan menyebaran penyakit.  Apalagi hal ini kemudian ditambah dengan berkumpulnya sejumlah orang di tempat dan waktu yang sama. Perjalanan dari satu ke tempat lain itu seringkali singgah di tempat-tempat mewabahnya suatu epidemi. Atau bisa jadi salah satu penumpang terjangkit suatu penyakit. Itulah kenapa perjalanan orang dari satu  ke tempat lain pada titik tertentu dianggap membahayakan orang lain. Setidaknya itulah yang menjadi perhatian para dokter pada abad ke-19.

Perjalanan ibadah haji ke Mekah tidak dimulai di abad ke-19. Dua abad sebelumnya, cerita orang Nusantara yang pergi ke Mekkah sudah bisa dibaca . Hanya saja pada abad ke-19 ini, praktek ibadah haji  juga menarik perhatian para dokter. Ini tidak bisa lepas dari wabah kolera yang menyerang kawasan Arab. Kasus pertama ditemukan pada tahun 1921, diduga berasal dari India melalui Semenanjung Persia.

Sepuluh tahun kemudian, kasus kolera juga ditemukan di Hijaz, yang memakan korban kurang lebih dua puluh ribu jiwa. Setelah itu, sepanjang jalur perjalanan ke Mekah menjadi identik dengan persoalan kolera, dan Tanah Suci sendiri terkena wabah kolera pada tahun 1841, 1847, 1851,1856-57, dan 1859.

Wabah yang paling mematikan, setidaknya di mata orang Eropa, terjadi pada tahun 1893, dan saat itulah otoritas kesehatan di tingkat internasional pun kemudian merasa perlu untuk lebih serius mengatasi persoalan ini.Sebetulnya, persoalan kolera ini sudah dibahas dalam Congrès international de Médecins des Colonies (Kongers International Dokter-dokter Tanah Jajahan) tahun 1883 di Amsterdam dan juga Congrès International d'Hygiène et de Démographie (Kongres International tentang Higiene dan Demografi) tahun 1884.

  • Komentar 0

Dapatkan Update Berita Republika

BERITA LAINNYA