Kamis 21 May 2020 08:31 WIB

Waketum Persis: Saatnya Ulama Bangkit di Tengah Covid-19

Ulama diminta menyuarakan kepentingan umat.

Rep: Muhyiddin/ Red: Ani Nursalikah
Waketum Persis: Saatnya Ulama Bangkit di Tengah Covid-19. Warga menggunakan masker saat menunaikan pembayaran zakat fitrah di Masjid Nurul Huda, Kebagusan, Jakarta, Rabu (20/5). Panitia pengumpulan zakat fitrah setempat menggunakan tirai plastik pembatas, masker, dan cairan pembersih tangan dalam melayani warga yang menunaikan zakat fitrah Ramadhan untuk mencegah penyebaran COVID-19
Foto: Republika/Thoudy Badai
Waketum Persis: Saatnya Ulama Bangkit di Tengah Covid-19. Warga menggunakan masker saat menunaikan pembayaran zakat fitrah di Masjid Nurul Huda, Kebagusan, Jakarta, Rabu (20/5). Panitia pengumpulan zakat fitrah setempat menggunakan tirai plastik pembatas, masker, dan cairan pembersih tangan dalam melayani warga yang menunaikan zakat fitrah Ramadhan untuk mencegah penyebaran COVID-19

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Sekretaris Persatuan Islam (Persis), Ustadz Jeje Zainuddin berharap para ulama bangkit menyuarakan kepentingan rakyat kecil di tengah situasi Covid-19 ini. Karena, menurut dia, masyarakat sudah semakin menderita dengan kebijakan yang telah dikeluarkan pemerintah di tengah pandemi.

Dia mengatakan, penderitaan mayoritas rakyat jelata menjadi semakin lengkap karena dalam situasi Covid-19 ini para aktivis HAM yang biasa nyaring berkoar tak lagi bersuara. Karena itu, menurut dia, sudah saatnya ulama bangkit membela rakyat kecil.

Baca Juga

“Mampukan para ulama pewaris nabi dengan kehalusan budinya dan kecintaannya kepada umat bangkit menangkap dan menyuarakan kegelisahan masyarakat saat ini?” ujar kepada Republika.co.id melalui keterangan tertulis, Rabu (20/5).

Dia menuturkan, dalam suasana menahan lapar selama bulan puasa Ramadhan, wabah Covid-19 telah banyak merenggut korban jiwa. Akibat pandemi ini, masyarakat juga semakin sulit menjalani hidup setelah dirumahkan oleh berbagai perusahaan.

 

Menurut Ustadz Jeje, di tengah situasi seperti itu masyarakat hanya bisa berharap kepada pemerintah untuk membuat kebijakan yang benar-benar pro rakyat. Namun, kata dia, seperti biasanya nasib rakyat selalu bertepuk sebelah tangan.

“Harapan tinggallah harapan yang tidak pernah nampak jadi kenyataan. Yang terjadi justru sebaliknya, banyak tindakan pemerintah pusat yang dinilai dan dirasakan masyarakat kecil sebagai ketidakadilan alias kezaliman,” ucapnya.

Dia pun mengkritik beberapa kebijakan pemerintah di tengah situasi Covid-19. Diantaranya, terkait dengan penegakan hukum terhadap peraturan PSBB. Menurut dia, dalam melakukan penegakan pemerintah tampak tidak adil, bahkan kezaliman dipertontonkan secara kasat mata.

“Masjid, warung-warung rakyat tempat usaha mencari sesuap rizki dipaksa tutup. Bahkan, oknum Komnas HAM menganjurkan pemerintah agar memberi sanksi yang tegas kepada pengurus masjid yang masih memaksa buka sholat Jumat dan ibadah berjamaah. Sementara swalayan dan mal besar milik tuan-tuan pengusaha dengan leluasa masih dipadati orang yang ingin berbelanja,” katanya.

Selai itu, tambah dia, pada saat mayoritas rakyat jelata sesak nafas menghemat anggaran pengeluaran rumah tangga dan berharap ada penurunan BBM dan tarif dasar listrik, pemerintah justru memutuskan menaikkan iuran BPJS Kesehatan. “Tentu saja ini mengundang reaksi keras dari banyak kalangan rakyat. Karena selain keputusan tersebut sebelumnya telah dibatalkan di Mahkamah Agung, tetapi sekarang diulangi lagi,” ujarnya.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement