Sabtu 23 May 2020 07:01 WIB

Pandemi Sebabkan Krisis Pembalut Wanita di India

Survei menunjukkan krisis pembalut dialami 84 persen wanita.

Seorang wanita sedang membuat pembalut wanita di pabrik di dekat Jammu dan Kashmir.
Foto: AIPAL SINGH/.AP
Seorang wanita sedang membuat pembalut wanita di pabrik di dekat Jammu dan Kashmir.

REPUBLIKA.CO.ID, NEW DELHI -- Jutaan murid wanita di India menghadapi krisis pembalut wanita karena tak bersekolah semasa pandemi Covid-19. Laman BBC melaporkan, sekolah-sekolah negeri menjadi sumber andalan para murid wanita untuk mendapatkan jatah pembalut. 

Dalam beberapa tahun terakhir, Priya biasa menerima satu paket berisi 10 pembalut wanita dar sekolah setiap bulannya. Gadis berusia 14 tahun ini tinggal di Badli, wilayah kumuh di dekat Delhi. Ia menuntut ilmu di sekolah negeri. 

Pemerintah India memiliki skema khusus mempromosikan kebersihan saat menstruasi. Berdasarkan skema ini, murid-murid wanita di sekolah menengah pertama dan atas, menerima jatah pembalut.    

Program pemerintah tersebut tentu sangat penting karena di India, hanya 35 persen dari 355 wanita yang masih menstruasi menggunakan pembalut. Sisanya, mereka menggunakan kain bekas saat menstruasi. dan hampir 23 juta anak perempuan yang drop out dari sekolah per tahunnya, setelah mereka mulai menstruari. 

"Saya mendapat jatah terakhir Februari. Sejak saat itu, saya harus membeli dari aptotek. Saya harus membayar 30 rupee untuk satu pak berisi tujuh pembalut wanita," kata Priya kepada BBC

Sementara itu Hindustan Times melaporkan hasil survei yang menunjukkan 84 persen wanita kesulitan mendapatkan produk untuk menstruasi sejak ada lockdown. Dari jumlah tersebut, 62 persen mengaku kesulitan mendapat pembalut dari tempat yang biasa mereka dapatkan. Sedangkan 22 persen lainnya justru tidak memiliki akses sama kali pada pembalut.   

Survei pada April ini digelar Menstrual Health Alliance India (MHAI) bekerja sama dengan sejumlah organisasi. Responden meliputi India dan kawasan Afrika serta sejumlah negara lain. Hasil survei kemudian diunggah Dasra dan Change.org.

"Sebagian besar anak remaja dari keluarga kurang mampu amat tergantung pada pembagian dari sekolah. Sejak sekolah mulai ditutup, mereka mulai menggunakan kain bekas," kata Tanya Mahajan dari MHAI.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement