Senin 25 May 2020 03:37 WIB

Setelah Istri Harun Ar Rasyid Menunaikan Ibadah Haji

Istri Harun Al Rasyid merasakan jalur jamaah haji perlu diperbaiki.

Rep: Ferry Kishihandi/ Red: Muhammad Hafil
Setelah Istri Harun Ar Rasyid Menunaikan Ibadah Haji. Foto: Jamaah haji tempo dulu menggunakan angkutan kapal laut (ilustrasi).
Foto: wordpress.com
Setelah Istri Harun Ar Rasyid Menunaikan Ibadah Haji. Foto: Jamaah haji tempo dulu menggunakan angkutan kapal laut (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, MAKKAH -- Hati Zubayda tersentuh. Ia melihat jamaah ditimpa kesulitan mendapatkan air bersih untuk diminum dalam perjalanan mereka ke Makkah. Satu dinar harus dikeluarkan para jamaah haji demi sebotol air minum itu. Ia merasa ada satu hal yang harus segera ia lakukan untuk membantu para jamaah.

Pengalaman berharga ini Zubayda rasakan dalam sebuah perjalanan haji bersama suaminya, Khalifah Harun al-Rasyid. Pada beberapa kesempatan, ia sering mendampingi suaminya menempuh perjalanan ke luar negeri, termasuk menunaikan ibadah haji ke Makkah dan Madinah.

Baca Juga

Sejarawan Ibnu al-Jawzi menuliskan dalam catatannya. Setelah peristiwa yang menyentuh itu, Zubayda meminta sejumlah insinyur menggelar studi. Mereka diminta merancang cara bagaimana agar jamaah mudah mendapatkan air bersih tanpa mengeluarkan banyak uang saat mereka meniti perjalanan menuju Makkah.

Tak lama, mereka kembali dengan membawa laporan kepada Zubayda. Laporan itu menguraikan sangat sulit mewujudkan permintaan istri sang khalifah itu. Sebab, perlu penggalian saluran di bawah cadas. Selain itu, untuk mengalirkan air, harus membangun saluran sepanjang lereng dengan jarak lebih dari sepuluh mil atau 16,090 km.

Laporan penting lainnya, proyek tersebut akan menelan dana yang sangat besar. Namun, Zubayda tak melangkah surut. Sebaliknya, ia meminta agar proyek segera saja dimulai. Maka, para insinyur itu memulai penggalian hingga berhasil mengalirkan air bersih untuk minum para jamaah sepanjang rute Baghdad ke Makkah.

Namanya pun dinisbahkan pada saluran air itu yang kemudian banyak orang menyebutnya sebagai Sungai Zubayda. Langkahnya tak henti sampai di situ. Ia pun membangun banyak bengkel kerja, khan atau penginapan-penginapan untuk para jamaah, dan masjid sepanjang jalur itu.

Sejarawan Ibnu al-Jawzi kembali menyingkapkan hal luar biasa dalam tulisannya. Ia mengatakan, berdasarkan catatan para akuntan Zubayda, sebanyak 54 juta dinar, dikeluarkan untuk mendanai proyek itu. Para sejarawan lain juga melontarkan kekaguman atas apa yang dilakukan Zubayda.

Al-Khatib dalam bukunya, The History of Baghdad dan Ibnu Jeed memaparkan secara perinci kontribusi Zubayda ini. Mereka menegaskan, rute jalan dari Baghdad ke Makkah yang semula berselimut padang pasar berubah menjadi begitu hidup. Banyak fasilitas yang dibangun pada 900 mil itu dan dijuluki sebagai "Road of Zubayda".

Salin TS Al Hassani, profesor emeritus di University of Manchester dan Ketua Foundation for Science, Technology, and Civilisation (FSTC), Manchester, Inggris, dalam tulisannya Women's Contribution to Classical Islamic Civilisation, mengatakan Zubayda menjadi perempuan terkaya dan berpengaruh pada masanya.

Zubayda suka bederma dan sangat murah hati yang diwujudkan melalui pendirian bangunan di sejumlah kota. Dia, ujar Hassani, memang dikenal dengan proyek raksasa berupa saluran-saluran air bersih untuk jamaah haji. Zubayda juga menyukai seni dan puisi dan menjadi pelindung para seniman serta penulis puisi.

Sejarawan Ibnu Khallikan menyebutkan, istana Zubayda selalu terdengar begitu ramai oleh seratus perempuan yang hafal Alquran. Di samping itu, ia sering kali diingat oleh banyak orang karena dermanya kepada para ulama dan fakir miskin serta proyek kemanusiaan lain yang dijalankan atas perintahnya.

Zubayda binti Ja'far binti Mansur, yang meninggal pada 10 Juli 831 Masehi, merupakan cucu perempuan Khalifah Abbasiyah, Al Mansur dari jalur ayah dan merupakan sepupu Harun al-Rasyid  dari jalur ibu. Zubayda merupakan nama panggilan kesayangan yang disematkan oleh kakeknya. Nama yang diberikan saat ia lahir adalah Amat al-Aziz. Mengapa sang kakek memanggilnya dengan nama itu? Sebab, cucu perempuannya itu memiliki kulit putih dan lembut.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement