Ahad 24 May 2020 21:35 WIB

Tangis Haru Kaum Anshar dan Cinta Nabi SAW

Kaum Anshar diingatkan tentang betapa besarnya cinta Nabi SAW kepada mereka.

Ilustrasi Kaum Anshar begitu mencintai Nabi SAW, begitupun Rasul SAW terhadap mereka.
Foto: Antara/Saptono
Ilustrasi Kaum Anshar begitu mencintai Nabi SAW, begitupun Rasul SAW terhadap mereka.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Atas izin Allah SWT, Rasulullah Muhammad SAW akhirnya dapat membuka Kota Makkah. Peristiwa Fathu Makkah itu mengawali babak baru dalam sejarah Islam. Sejak saat itu, Nabi SAW dapat kembali ke tengah masyarakat kampung halamannya dan memimpin mereka.

Nabi SAW suatu hari berdiri di Bukit Safa. Beliau berdoa setelah Mekah dibebaskan, sesudah berhala-berhala di Ka'bah dihancurkan. Sementara itu, orang-orang Ansar melihat beliau dengan rasa gelisah.

Baca Juga

Sebab, mereka khawatir kalau Nabi SAW tak akan kembali ke Medinah. Mereka cemas, Nabi SAW begitu sayang kepada kota kelahiranya. Maka, timbul rasa cemburu di antara mereka.

Mereka cemburu lantaran kecintaan mereka yang begitu mendalam kepada Nabi SAW. Berkata satu sama lain, ''Bagaimana pendapatmu, setelah Allah memberi kemenangan, mungkinkah Rasulullah akan menetap di kampung halamannya sendiri?''

Setelah diketahui ada rasa kekhawatiran itu, Rasulullah SAW bersabda, "Berlindunglah kita kepada Allah! Hidup dan matiku akan bersama kamu....''

***

Ekspresi cinta Nabi SAW kepada kaum Anshar--begitupun sebaliknya--juga terungkap dalam kisah berikut.

Waktu itu, Perang Hunain baru saja usai. Nabi SAW memberikan rampasan perang kepada tokoh-tokoh Muslim yang adalah bekas musuh-musuh beliau pada fase pra-Fathu Makkah. Mereka, para pemuka Quraisy itu, dahulu begitu bengis memerangi Islam. Kini, mereka tergolong ''mualaf''.

Peristiwa ini menjadi pembicaraan lagi di kalangan Ansar. Golongan yang berasal dari Madinah itu mengira, Rasulullah sekarang telah berpihak kepada masyarakat kampung halaman beliau sendiri.

Akhirnya, "omongan" ini sampai kepada Nabi SAW. Melalui Sa'ad bin Ubadah, beliau meminta mereka untuk berkumpul.

"Saudara-saudara Ansar,'' kata Nabi kemudian. ''Ada desas-desus disampaikan kepadaku, yang merupakan perasaan yang timbul dalam hati kalian terhadapku. Bukankah kamu dulu dalam kesesatan ketika aku datang, lalu Allah membimbing kamu? Kamu dalam kesengsaraan, lalu Allah memberikan kecukupan kepada kamu, dan ketika kamu dalam permusuhan, Allah mempersatukan kamu?"

Mendengar itu, para Ansar hanya menekur.

Sabda Rasulullah lagi, "Kalau kalian mau--dan tentu kalian benar dan dapat dibenarkan-- kalian dapat mengatakan, 'Engkau (Muhammad) dulu datang kepada kami ketika didustakan orang, maka kami-lah yang mempercayaimu. Ketika kau ditinggalkan orang, kamilah yang menolongmu. Ketika kau diusir, kamilah yang memberimu tempat.'"

Beliau meneruskan petuahnya, "Saudara-saudara Ansar, bilakah kalian marah hanya karena sekelumit harta duniawi yang kuberikan kepada orang-orang yang perlu dilunakkan hatinya itu (pemuka Quraisy)? Padahal, keislaman dan keimanan kalian sudah mantap, sudah dapat dipercaya.

Tidakkah engkau rela, wahai saudara-saudara Ansar, bila orang-orang itu pulang ke kota mereka dengan membawa kambing dan unta, sedangkan kalian pulang membawa Rasulullah?"

Mendengar itu, meledaklah tangis orang-orang Ansar. Mereka begitu terharu mendengar ucapan Nabi SAW.

"Sungguh, kami lebih senang mereka pulang dengan harta duniawi, sedangkan engkau pulang bersama kami, ya Rasulullah!" seru mereka.

sumber : Hikmah Republika oleh Ali Audah
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement