Selasa 26 May 2020 07:57 WIB

Rasulullah Saja Mau Dengar Nasihat Istrinya

Ummu Salamah menyarankan Nabi SAW untuk melakukan ibadahnya sendiri di tanah lapang.

Memberi nasihat merupakan anjuran agama (ilustrasi).
Foto: Blogspot.com
Memberi nasihat merupakan anjuran agama (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID,  Ajaran dan tradisi dalam Islam menyuruh kita untuk memperhatikan nasihat, meski pahit. Tidakkah Allah SWT sudah meminta kita dalam Alquran untuk menasihati dalam kebenaran dan kesabaran?

Nabi SAW pun mau mendengar nasihat dari istrinya, Ummu Salamah saat merasa diabaikan kaum Muslimin usai perjanjian Hudaibiyah. Ketika itu, Nabi SAW memerintahkan mereka untuk menyembelih hewan kurban dan memotong rambut dan kuku, meski batal mengunjungi Tanah Suci. Mereka tak menuruti nasihat Nabi.

Rasulullah SAW pun mengeluhkan sikap kaumnya kepada Ummu Salamah ka rena sudah menyuruh mereka hingga tiga ka li. Ummu Salamah menasihati Nabi SAW. Dia mengungkapkan, Rasulullah SAW tak bisa mem buat 1.500 orang untuk melakukan apa yang dia inginkan. Ummu Salamah lantas menyarankan Nabi SAW untuk melakukan ibadahnya sendiri di tanah lapang dan bisa dilihat semua orang.

Nabi SAW  mendengar nasihat itu. Rasulullah mengambil ternak dan membawanya ke tempat terbuka. Rasulullah me nyem belih hewan tersebut. Se te lah itu, dia bercukur dan memotong kuku. Kaum Muslimin yang menyaksikannya kemudian meng ikuti apa yang dilakukan Nabi.

 

Kita juga harus belajar dari Imam al-Gha zali yang dirampok sekawanan penyamun saat ber gabung dalam sebuah kafilah dagang. Dalam perjalanan pulang, kafilah dagang, termasuk imam yang melahirkan kitab Ihya Ulu muddin itu diadang sekawanan perampok. Mereka menggeledah satu per satu anggota kafilah. Termasuk sang imam.

Ketika tiba gilirannya, al- Ghazali berkata, apa yang dibawanya adalah buku dan naskah tulisan. Semua itu tak berguna bagi mereka, tapi sangat besar artinya bagi sang imam. Namun, simak apa yang disampaikan si perampok. "Ilmu itu di dada, bukan di tulisan."

Al-Ghazali terkesiap mende ngar jawaban tak terduga itu. Sampai-sampai, dia merasa jawaban perampok itu merupakan yang paling berharga dalam perjalanan intelektualnya. Konon, spirit dari jawaban tersebut membuat al-Ghazali tak lagi disibukkan dengan urusan mencatat ketika berguru. Ketika belajar, dia berusaha me mahami dengan kritis dan menghafal jika perlu. Dia pun tercatat menjadi imam dengan karya-karya monumental dan diakui hingga belahan bumi barat.

sumber : Pusat Data Republika
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement