Kamis 28 May 2020 10:30 WIB

Belalang Gurun Serbu India-Pakistan, Stok Pangan Terancam

Serangan belalang gurun terjadi saat India dan Pakistan menghadapi pandemi Covid-19

Rep: Dwina Agustin/ Red: Nur Aini
Belalang di ranting pohon (ilustrasi)
Foto: REUTERS
Belalang di ranting pohon (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, NEW DELHI -- Belalang gurun menyerang sebagian besar wilayah India dan Pakistan di tengah pandemi virus corona. Serangga itu membuat kedua negara menghadapi kondisi darurat tambahan.

Serangga itu menyerang lebih dari dua lusin distrik yang mencakup 50.000 hektare area gurun di India barat. Rajasthan, Madhya Pradesh, dan Gujarat adalah negara bagian yang paling parah terkena dampaknya.

Baca Juga

Sedangkan di Pakistan, pihak berwenang mengumumkan keadaan darurat nasional pada Februari, akibat serangan belalang terburuk dalam lebih dari dua dekade. Laporan lokal mengatakan, para petani berjuang melawan wabah belalang terburuk dalam hampir tiga dekade. Petani pun harus menghancurkan tanaman dan membuat harga pangan melonjak.

Dikutip dari BBC, laporan Organisasi Pangan dan Pertanian (FAO), sekitar 38 persen dari wilayah Pakistan yang tersebar di provinsi Balochistan, Sindh, dan Punjab adalah tempat berkembang biak bagi belalang. "Situasinya jauh lebih serius tahun ini tidak hanya di Afghanistan, India, Iran, dan Pakistan tetapi di semua negara garis depan di Afrika, dan semenanjung Arab," kata Direktur Departemen Perlindungan Tanaman Pakistan, Muhammad Tariq Khan.

Meksi hubungan India dan Pakistan tidak erat, keduanya bekerja sama secara erat untuk memerangi serangga bermigrasi. Ada sekitar sembilan pertemuan Skype antara kedua pihak sejak April, yang juga diikuti oleh pejabat dari Afghanistan dan Iran.

Sebelum pandemi Covid-19, kedua belah pihak melakukan pertemuan. Mereka mengadakan 10 pertemuan perbatasan tentang penjagaan dari belalang antara 2017 hingga 2019. Tahun ini, pertemuan perbatasan seharusnya dimulai pada Juni.

"Kawanan ini sangat besar dan mereka telah bermigrasi dari seberang perbatasan setelah berkembang biak sebulan lebih awal dari yang kami perkirakan," ujar wakil direktur Organisasi Peringatan Belalang India, KL Gurjar.

Kawanan belalang terbang melintasi perbatasan sekitar 30 April dan masih aktif di lima distrik Rajasthan dan Madhya Pradesh. Masing-masing kawanan yang menguasai satu kilometer persegi terdapat hingga 40 juta serangga dan mereka bergerak cepat, kadang-kadang hingga 400 km dalam sehari.

"Kami beruntung tidak ada tanaman di ladang sekarang. Namun, belalang memakan semua vegetasi hijau, daun, bunga, buah, biji, dan tanaman," kata Gurjar.  Rata-rata gerombolan belalang kecil dapat makan sebanyak jatah sekitar 35.000 orang.

Pandemi Covid-19 menghadirkan tantangan baru bagi sekitar 100 pekerja yang memerangi serangga. Mereka menggunakan penyemprot, pestisida, dan pesawat nirawak yang di tengah panasnya gurun.

Pasukan itu tinggal di desa-desa sekitar dan pergi keluar pada malam hari untuk memburu serangga dengan masker dan mengenakan pakaian pelindung dasar. "Mereka telah bermigrasi ke sini setelah berkembang biak di seberang perbatasan. Ini adalah serangan hebat," kata petugas perlindungan tanaman, yang bekerja di negara bagian Rajasthan, Om Prakash.

FAO menyatakan, belalang padang pasir dapat merusak persediaan makanan dan menyebabkan kelaparan. Sekitar 45 juta km persegi tanah di 90 negara berpotensi rawan atau di bawah ancaman invasi oleh belalang padang pasir.

Gelombang kedua serangan belalang juga melanda Afrika Timur. Negara terpadat kedua di Afrika, Ethiopia adalah di antara negara-negara yang paling terpukul.

PBB memperkirakan kawanan belalang bisa mencapai 20 kali lebih besar daripada selama invasi pertama. Bank Dunia telah menyetujui 500 juta dolar AS dalam bentuk hibah dan pinjaman berbunga rendah untuk membantu negara-negara di Afrika Timur dan Timur Tengah mengatasi kehilangan panen setelah serangan belalang.

Melihat kondisi Afrika, India perlu waspada di bulan-bulan mendatang. "Kita harus waspada dan mengantisipasi ke mana ini akan terjadi selanjutnya. Situasinya semakin mengkhawatirkan seperti yang terjadi pada saat negara-negara yang terkena dampak sudah pulih di bawah Covid-19 dan gelombang panas yang sedang berlangsung," kata Perwakilan Lingkungan Berkelanjutan dan Masyarakat Pengembangan Ekologis, Anshu Sharma. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement