Kamis 28 May 2020 12:55 WIB

Amerika Diklaim Sekuler, Benarkah Mereka Jauh dari Tuhan?

Amerika menggunakan jargon keagamaan dalam urusan kenegaraan.

Amerika menggunakan jargon keagamaan dalam urusan kenegaraan. Bendera Amerika Serikat
Foto: anbsoft.com
Amerika menggunakan jargon keagamaan dalam urusan kenegaraan. Bendera Amerika Serikat

REPUBLIKA.CO.ID, Saat ini, manusia didominasi satu peradaban Barat modern yang berlandaskan pada paham sekularisme, rasionalisme, utilitarianisme, dan materialisme. Per adaban ini mendekatkan manusia ke ambang kehancuran. Memang tidak menutup mata berbagai keberhasilan dan kemajuan dihasilkan oleh peradaban ini.

Namun juga tidak dapat di pungkiri peradaban modern ini juga telah menghasilkan penjajahan, perang berkepanjangan, ketimbangan sosial, kerusakan lingkungan, keterasingan (alienasi) dan anomie (berkurangnya adat sosial atau standar etika dalam diri individu atau masyarakat). Tidak terdapat keseimbangan dan ketertiban di masyarakat.

Baca Juga

Peradaban Barat modern sebagai mana ditulis sejarawan Marvin Perry, adalah sebuah peradaban besar, tetapi sekaligus sebuah drama yang tragis (a tragic drama). Peradaban ini penuh kontradiksi. Satu sisi, ia memberi sumbangan besar bagi kemajuan ilmu pe ngetahuan dan teknologi, yang mem buat berbagai kemudahan fasilitas hi dup, tapi pada sisi lain peradaban ini memberi kontribusi yang tidak kecil kepada penghancuran alam semesta. (Mar vin Perry, Western Civilization : A Brief History, Boston New York : Hough ton Mifflin Company, 1997, hlm. xxi.)

Namun benarkah Amerika Serikat sepenuhnya jauh dari Tuhan? Coba perhatikan tulisan di setiap mata uang dolar. Di sana selalu tertulis In God We Trust. Lihat pula moto lembaga veteran AS. Mereka bersemboyan For God and Country. Di setiap hotel di AS selalu tersedia Injil di setiap kamarnya, bahkan ada yang menyediakan dua Injil tiap kamar. Padahal AS adalah negeri secular. Pun demikian dengan prosesi pelantikan presiden atau wakil presiden, tak pernah luput dari ikrar atas nama Tuhan dan dihadapan pemimpin agama. 

Alwi Shihab, mantan menlu Indonesia, mencatat bahwa para pendatang Eropa, yang Kristen puritan,  di Amerika menganggap benua itu sebagai tanah harapan yang dijanjikan, sebagaimana keyakinan orang Yahudi terhadap negeri harapan yang dijanjikan Tuhan, Palestina. ''Berbeda dengan bangsa-bangsa Eropa, bangsa Amerika menganggap aneh dan mengagetkan konsep ''God is dead'','' tulis Alwi. Sebagaimana Timur Tengah yang lekat dengan Islam, ujarnya, Amerika juga terikat dengan Kristen Protestan.

Karena itu, dalam sebuah bukunya, Diana L Eck menyebut Amerika sebagai negara Kristen. Dengan demikian, kedatangan Islam di Amerika adalah sebuah perjuangan di tanah Kristen. Dengan kompleksitas hubungan Islam-Kristen yang dipenuhi banyak ketegangan sejak berabad lampau, dakwah Islam menjadi demikian berat.

Apalagi setelah Samuel P Huntington menulis tentang benturan peradaban, khususnya antara Islam dan Kristen. Kendati ide itu ditolak keras, namun sejak peristiwa 9/11 dan kebijakan pemerintahan Bush seolah ide Huntington itu mendapat buktinya.

Kini, AS memang untuk pertama kalinya berada dalam genggaman yang oleh sebagian warga AS sendiri disebut sebagai kaum konservatif, bahkan fundamentalis Kristen. Bush sendiri 'kelepasan lidah' saat menyebut kata crusade (perang suci) setelah tragedi 9/11. Dalam forum-forum tertutup, Bush juga disebut kadang mengklaim dirinya mendapat perintah langsung dari Tuhan dengan segala tindakannya di Afghanistan, Palestina, dan Irak.

 

 

 

sumber : Harian Republika
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement