Senin 01 Jun 2020 14:32 WIB

Maarif NU Minta Pemerintah tak Izinkan Pesantren Aktif

Pemerintah diminta tak terburu-buru mengizinkan pesantren aktif era new normal.

Rep: Muhyiddin/ Red: Nashih Nashrullah
Pemerintah diminta tak terburu-buru mengizinkan pesantren aktif era new normal. Ilustrasi Pesantren Lirboyo, Kediri Jawa Timur.
Foto: Antara/Arief Priyono
Pemerintah diminta tak terburu-buru mengizinkan pesantren aktif era new normal. Ilustrasi Pesantren Lirboyo, Kediri Jawa Timur.

REPUBLIKA.CO.ID, KARTA – Lembaga Maarif Nahdlatul Ulama meminta pemerintah tidak terburu-buru mengizinkan lembaga pendidikan Islam khususnya pesantren aktif saat penerapn new normal Covid-19.  

Ketua Maarif NU, KH Arifin Junaidi, menjelaskan PBNU menaungi banyak lembaga pendidikan. Maarif NU sendiri, menurut dia, sebagai lembaga yang menaungi pendidikan formal akan mengikuti kebijakan pemerintah untuk membuka sekolah atau madrasah di era new normal.

Baca Juga

Sementara, lanjut dia, Rabithah Ma'ahid Islamiyah (RMI) sebagai lembaga yang menaungi pesantren sudah meminta kepada pemerintah untuk tidak terburu-buru membuka pesantren. 

Karena, menurut dia, sangat sulit bagi pesantren untuk mengawasi santri dalam melakukan protokol kesehatan Covid-19 seperti social distancing.

“Kalau RMI sebagai lembaga yang menanungi pesantren, itu ya sudah minta supaya tidak buru-buru membuka. Karena nanti akan sulit kontrolnya,” ujar Kiai Arifin saat dihubungi Republika.co.id, Senin (1/6).

Sebelumnya, Ketua Umum RMI PBNU, KH Ghoffarozin memandang bahwa jumlah dan pertumbuhan kasus terkonfirmasi positif Covid-19 masih tinggi dan mengkhawatirkan. 

Penyebarannya juga semakin meluas di Indonesia. Sementara, prasyarat untuk mencegah penularan Covid-19, terutama jaga jarak (social/physical distancing) masih sulit untuk diwujudkan.

Menurut dia, keadaan seperti itu seharusnya membuat pemerintah tetap waspada dan memastikan aturan PSBB dapat berjalan secara efektif. Namun, justru pemerintah melonggarkan aturan PSBB dan akan segera melaksanakan kebijakan new normal.

"Hal ini sangat berisiko bagi makin luas dan besarnya persebaran Covid-19, termasuk dalam lembaga pendidikan," ujar Gus Rozin dalam siaran pers yang diterima Republika.co.id, Jumat (29/5).

Pria yang akrab dipanggil Gus Rozin ini menjelaskan, sampai saat ini pemerintah juga belum memiliki perhatian dan kebijakan khusus untuk menangani Covid-19 di pesantren. Namun, tiba-tiba pemerintah mendorong agar terlaksananya new normal dalam kehidupan pesantren.

"Hal demikian tentu saja mengkhawatirkan. Alih-alih untuk menyelematkan pesantren dari Covid-19, pesantren yang berbasis komunitas dan cenderung komunal justru dapat menjadi klaster baru pandemi Covid-19," ucapnya.

Karena itu, RMI-PBNU menyatakan bahwa pelaksanaan new normal di pesantren tidak dapat dilakukan jika pemerintah tidak siap. Menurut Gus Rozin, setidaknya ada tiga hal yang perlu dilakukan pemerintah jika ingin menerapkan new normal di pesantren.

Pertama, pemerintah harus membuat kebijakan yang kongkret dan berpihak sebagai wujud keseriusan dalam menjaga pesantren dari resiko penyebaran virus Covid-19. Kedua, memberikan dukungan fasilitas kesehatan untuk pemenuhan pelaksanaan protokol kesehatan, seperti rapid test, hand sanitizer, akses pengobatan dan tenaga ahli kesehatan.

 Ketiga, memberikan dukungan sarana dan fasilitas pendidikan yang meliputi fasilitas pembelajaran online bagi santri yang belum bisa kembali ke pesantren, dan biaya pendidikan bagi santri yang terdampak secara ekonomi.

"Apabila tidak ada kebijakan nyata untuk tiga hal itu maka RMI-PBNU menyarankan pesantren memperpanjang masa belajar di rumah. RMI-PBNU juga mengimbau agar setiap keputusan yang diambil terkait dengan nasib pesantren harus melibatkan kalangan pesantren," kata Gus Rozin.

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement