Rabu 03 Jun 2020 14:29 WIB

Anggota Komisi VIII: Kemenag Tetap Harus Bahas dengan DPR

Anggota Komisi VIII menilai Menag tidak berkoordinasi dengan DPR.

Rep: Arif Satrio Nugroho/ Red: Ani Nursalikah
Anggota Komisi VIII: Kemenag Tetap Harus Bahas dengan DPR
Foto: iqna.ir
Anggota Komisi VIII: Kemenag Tetap Harus Bahas dengan DPR

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Agama (Kemenag) masih perlu melakukan rapat pembahasan dengan Komisi VIII DPR RI untuk melengkapi prosedur penetapan kebijakan tersebut. Ini perlu dilakukan meski Kemenag telah mengumumkan pada publik terkait pembatalan haji.

Anggota Komisi VIII DPR RI Iskan Qolba Lubis menjelaskam, dalam Undang-Undang Pelaksanaan Haji dan Umrah, pembahasan bersama antara Kemenag dan DPR diperlukan. Sebab, keputusan bersama DPR dan Kementerian Agama inilah yang menjadi dasar presiden dalam mengubah Keputusan Presiden (Keppres) soal haji.

Baca Juga

"Nanti Menteri Agama dasar apa dia mengusulkan ke Presiden? Karena Komisi VIII tidak bertanggungjawab, kita tidak ikut memutuskan itu, logikanya itu aja sederhana," kata Iskan saat dihubungi melalui sambungan telepon.

Iskan menyayangkan sikap Menag yang tanpa koordinasi tersebut. Ia mengakui, Kemenag mengagendakan pertemuan dengan DPR soal pembatalan tersebut. Namun, mengingat Kemenag sudah melakukan pengumuman, ia mempertanyakan fungsi DPR dari pertemuan tersebut yang seolah sekadar 'tukang stempel'.

 

"Kita kalau cuma tukang stempel kita nggak mau kan, seharusnya dia bisa sidang hari ini, malam kita baca, jadi pingin hebat sendiri aja, enggak tahu siapa kekuatan yang menekan dia begitu kebelet banget," kata Politikus PKS itu.

Sebelumnya, Menag Fachrul Razi memastikan pembatalan keberangkatan jamaah haji karena pemerintah harus mengutamakan keselamatan jamaah di tengah pandemi virus corona atau Covid-19 yang belum selesai. "Saya hari ini telah menerbitkan Keputusan Menteri Agama (KMA) Nomor 494 Tahun 2020 tentang Pembatalan Keberangkatan Jamaah Haji pada Penyelenggaraan Ibadah Tahun 1441 H/ 2020 M," kata Menag dalam telekonferensi di Jakarta, Selasa (2/6).

Fachrul mengatakan, sesuai amanat undang-undang (UU), persyaratan melaksanakan Ibadah Haji selain mampu secara ekonomi dan fisik, juga harus memperhatikan kesehatan, keselamatan, dan keamanan jamaah haji harus dijamin serta diutamakan. Artinya harus dijamin keselamatan dan keamanan jamaah sejak dari embarkasi atau debarkasi, dalam perjalanan, dan saat di Arab Saudi.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement