Rabu 03 Jun 2020 20:02 WIB

Dana Jamaah Haji Diminta tak Diotak-atik

Seyogyanya pengambilan keputusan tersebut dilakukan bersama DPR.

Rep: Ali Mansur/ Red: Muhammad Fakhruddin
Leni Yurlaeni (54), salah seorang calon jamaah haji asal Kota Tasikmalaya yang gagal berangkat pada tahun ini, menunjukan dokumen pelunasan biaya haji, Rabu (3/6).
Foto: Republika/Bayu Adji P
Leni Yurlaeni (54), salah seorang calon jamaah haji asal Kota Tasikmalaya yang gagal berangkat pada tahun ini, menunjukan dokumen pelunasan biaya haji, Rabu (3/6).

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Politikus Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Achmad Baidowi menegaskan meski pemberangkatan ibadah haji tahun 2020 dibatalkan, tapi dana hajinya tidak boleh diotak-atik. Namun tidak akan menjadi masalah jika nasabah atau calon jamaahnya hajinya sendiri yang meminta uang itu dikembalikan.

"Terkait dana nasabah tidak boleh diutak-atik kecuali diminta sendiri oleh jamaah alias dikembalikan," tegas Achmad Baidowi, saat dikonfirmasi oleh Republika.co.id, Rabu (3/6).

Kemudian, lanjut Baidowi, adanya informasi bahwa dana haji akan digunakan untuk penguatan rupiah itu tidak boleh. Bahkan, pemerintah harus dijelaskan kepada publik apakah informasi itu benar atau tidak. Sehingga tidak menimbulkan informasi liar dan membuat resah. Maka pengawasan pengembalian terhadap dana jamaah itu harus dilakukan secara ketat oleh pihak berwenang.

Menurut  Baidowi, memang sampai saat ini pemerintah Arab Saudi belum mengumumkan kepastian penyelenggaraan ibadah haji baik itu pembatalan ataupun pembatasan haji (new normal). Seandainya pemerintah Saudi tetap menyelenggarakan haji baik secara penuh atau dengan pembatasan, kata Baidowi, apakah Indonesia tetap tidak memberangkatkan calon jamaah hajinya.

"Ini terkait hubungan bilateral, komunikasi antar pejabat kedua negara. Jangan sampai sikap pemerintah indonesia meminta Arab Saudi untuk tidak mengeluarkan visa haji baik reguler maupun mujamalah, jangan sampai dimaknai sebagai intervensi terhadap kewenangan Arab Saudi," ungkap Baidowi.

Baidowi mengaku paham dengan niatan pemerintah membatalkan pemberangkatan haji tahun ini. Yaitu lebih sebagai perlindungan kepada jamaah dan umat Islam yakni dengan qaidah ushul fiqh dar'ul magasid muqaddamu 'ala jalbil masholih atau mengutamakan mencegah kemudaratan lebih diutamakan dibanding meraih kemaslahatan.

"Namun seyogyanya pengambilan keputusan tersebut dilakukan bersama DPR sebagaimana amanat UU 8/2019 sehingga setiap keputusan diambil bersama," sindir Baidowi.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement