Kamis 04 Jun 2020 13:20 WIB

Demo Tolak Jam Malam di Senegal Diwarnai Kericuhan

Perekonomian Senegal terdampak cukup parah akibat penerapan jam malam

Rep: Antara/ Red: Christiyaningsih
Konvoi tentara Senegal. Demonstran di ibu kota Senegal, Dakar, membakar ban dan melempar batu ke petugas keamanan, Rabu malam (3/6). Ilustrasi.
Foto: AP Photo/Sylvain Cherkaoui
Konvoi tentara Senegal. Demonstran di ibu kota Senegal, Dakar, membakar ban dan melempar batu ke petugas keamanan, Rabu malam (3/6). Ilustrasi.

REPUBLIKA.CO.ID, TOUBA - Demonstran di ibu kota Senegal, Dakar, membakar ban dan melempar batu ke petugas keamanan, Rabu malam (3/6). Kericuhan ini berkobar saat mereka berunjuk rasa menolak aturan jam malam yang telah diberlakukan sepanjang hari selama tiga bulan selama pandemi Covid-19.

Aksi massa di ibu kota Senegal itu diikuti demonstrasi di kota suci Touba satu malam sebelumnya (2/6). Massa membakar sebuah mobil ambulans, melempar batu, dan menjarah perkantoran.

Baca Juga

"Anak muda menduduki jalanan setelah jam malam dan bentrok dengan polisi, (mereka) melempar batu dan membakar ban," kata seorang warga di Dakar yang meminta tidak disebut namanya karena alasan keamanan.

Beberapa unjuk rasa juga berlangsung di Kaolack, daerah yang berada di wilayah selatan Senegal, kata seorang pejabat setempat. Kebijakan Pemerintah Senegal yang ditujukan menanggulangi pandemi tidak banyak dikritik warga. Tetapi perekonomian negara itu terdampak cukup parah akibat adanya aturan jam malam dan larangan perjalanan antardaerah.

Otoritas setempat mencatat hampir 4.000 orang telah tertular Covid-19 dan 45 di antaranya meninggal dunia. Dakar dan Touba, pusat perdagangan dan tujuan ziarah utama di Senegal, jadi dua kota yang terdampak parah.

Aksi massa di Dakar dan Touba mengangkat persoalan yang dihadapi banyak negara di wilayah Sub-Sahara Afrika. Banyak kebijakan yang ditetapkan berdampak pada penghidupan jutaan warga yang bekerja di sektor informal sehingga akhirnya memicu ketegangan di masyarakat.

Seorang pengemudi taksi, Same Diop, memilih untuk mengemis di sepanjang jalan bersama sopir taksi lainnya untuk menghidupi keluarga. Para sopir taksi mengemis karena tidak dapat mengangkut penumpang dari Touba ke Dakar.

Jalanan utama di Touba pada Rabu dipenuhi dengan ban gosong dan ranting pohon akibat dari aksi massa, Selasa malam (2/6). Touba merupakan rumah bagi markas salah satu kelompok Muslim Sufi yang terkenal di Senegal. Salah satu pendiri kelompok itu dimakamkan di kota tersebut.

"Ini membuat kami takut," kata pimpinan wilayah Mansour Diallo saat ditemui tengah berdiri di samping kendaraan yang terbakar. "Ini sudah pasti konsekuensi akibat status darurat dan karantina," ujar dia.

sumber : Reuters
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement