Rabu 10 Jun 2020 21:30 WIB

Muslim Tatar, Koin Haji dan Damainya di Islam Polandia

Muslim Tatar di Polandia hidup berdampingan dengan agama lain.

Rep: Fuji Pratiwi/ Red: Nashih Nashrullah
Muslim Tatar di Polandia hidup berdampingan dengan agama lain. Ilustrasi haji
Foto: dok Republika
Muslim Tatar di Polandia hidup berdampingan dengan agama lain. Ilustrasi haji

REPUBLIKA.CO.ID, Saat ini, jumlah umat Islam di Polandia berkisar puluhan ribu saja. Dari jumlah itu, yang terbesar adalah Muslim etnis Tatar, disusul Turki. Muslim Tatar diperkirakan mulai menghuni negara itu pada akhir abad ke-14.

Sejauh ini, sangat sedikit informasi sejarah yang bisa digali mengenai suku Tatar yang banyak tinggal di kawasan timur laut Polandia. Namun, bisa dipastikan, mereka merupakan etnis Turko-Mongol keturunan Golden Horde, sebuah kerajaan yang dibuat anak Jenghis Khan, Juchi. Namun, tak ada catatan pasti kapan mereka mulai bermukim di Polandia. Sebuah catatan bertahun 1392 menyebutkan, saat itulah suku Tatar mulai mendiami Polandia. 

Baca Juga

Bukan perkara mudah bagi suku Tatar tinggal di sebuah negeri baru. Suku Tatar adalah para pengelana padang-padang luas, tempat yang tak banyak mereka jumpai setelah pindah ke Polandia.

Pada akhir abad ke-15, suku Tatar mulai teraklimatisasi dengan kultur setempat, mulai bisa menetap setelah hidup berpindah-pindah. Pada abad ke-16, orang-orang suku Tatar tak lagi sulit berbicara dalam bahasa setempat.

Bagaimana tidak, para pria suku Tatar diharuskan menikahi wanita lokal. Saat para bapak sibuk menyusun siasat kemenangan di tengah medan perang, anak-anak perkawinan campuran ini menjadi lebih dekat dengan kultur dan bahasa para ibu. 

Meski lupa bahasa tanah leluhur, hal itu tak berlaku bagi agama yang dianut anak cucu keturunan suku Tatar. Mereka tetap memeluk Islam. Hubungan dengan Islam tak putus, meski Muslim di Polandia tak banyak berhubungan dengan dunia Islam di luar. Berhaji ke Makkah tetap menjadi hal utama yang mereka perjuangkan untuk menyempurnakan rukun Islam. 

photo
Matahari terbit diatas kota yang diselimuti kabut asap di Krakow, Polandia, Selasa (7/4). Meskipun sudah diberlakukan lockdown untuk mengurangi penyebaran wabah virus Corona, tingkat polusi udara di kota Polandia masih relatif tinggi. - ( EPA-EFE/LUCASZ GAGULSKI POLAND OUT)

Sebuah tulisan panjang dalam bahasa Turki yang ditulis atas perintah Rustem Pasha, seorang wazir pada masa kepemimpinan Sultan Sulaiman al-Qanuni menyebut, seorang Tatar Polandia pernah mengunjungi Istanbul sekembali dari Makkah.

Tulisan berjudul Tatar Polandia itu juga menyebut bahwa hanya orang Tatar Polandia yang cukup kaya saja yang bisa melakukan perjalanan semacam itu. Naskah itu juga menjelaskan keadaan suku Tatar pada 1550. Pada masa itu, orang-orang suku Tatar juga membawa koin-koin Arab usai berhaji. 

Pada abad 15 dan 16, hubungan Polandia dan Tatar lebih kepada saling menjaga relasi baik. Pemerintah Polandia berkepentingan menjaga hubungan dengan suku-suku Muslim. Di era itu pula, tak jarang orang-orang suku Tatar membawa imam dari Crimea dan Turki. Mereka juga menggunakan alfabet Arab (hijaiyah) tak hanya untuk menulis Alquran, tapi juga literatur seperti tafsir, kitab, dan aneka dokumen surat-menyurat. 

Pertengahan abad 16 bisa disebut sebagai masa keemasan suku Tatar, karena mereka tersebar di berbagai wilayah Polandia. Tiap desa yang mereka tempati memiliki masjid.

Hingga saat ini, permukiman yang dihuni suku Tatar tetap mempertahankan nama jalan menggunakan nama-nama Tatar. Namun, keistimewaan yang diberikan kepada suku Tatar dicabut menjelang akhir abad ke-16. Di sini, tampak paralel masa keemasan suku Tatar dengan kejayaan dunia Islam di abad pertengahan.

Pada abad 16 dan 17, orang-orang Tatar lainnya menemukan tempat berlindung pula di tanah Persemakmuran Polandia-Lituania. Sebagian besar mereka adalah orang Tatar dari suku Nogay dan Crimea. Hingga 1980-an, Islam di Polandia selalu berasosiasi dengan orang Tatar.  

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement