Sabtu 13 Jun 2020 21:50 WIB

Jejak Makam Ulama-Pejuang Turki Utsmani di Aceh

Ratusan makam guru, ulama dan pejuang Turki di Aceh bukti hubungan erat Aceh Turki

Rep: Anadolu/ Red: Elba Damhuri
Sejumlah mahasiswa Aceh berziarah ke makam sejarah ulama-ulama Turki di Desa Bitai, Kota Banda Aceh, Provinsi Aceh, Indonesia, Rabu 21 Agustus 2019. Ratusan makam guru, ulama dan pejuang Turki di Bitai menunjukkan hubungan persaudaraan antara Aceh dengan Turki pada masa pemerintahan Sultan Alauddin Inayatsyah dengan Kekaisaran Khalifah Turki Utsmani. (Khalis Surry - Anadolu Agency)
Foto: Anadolu Agency
Sejumlah mahasiswa Aceh berziarah ke makam sejarah ulama-ulama Turki di Desa Bitai, Kota Banda Aceh, Provinsi Aceh, Indonesia, Rabu 21 Agustus 2019. Ratusan makam guru, ulama dan pejuang Turki di Bitai menunjukkan hubungan persaudaraan antara Aceh dengan Turki pada masa pemerintahan Sultan Alauddin Inayatsyah dengan Kekaisaran Khalifah Turki Utsmani. (Khalis Surry - Anadolu Agency)

REPUBLIKA.CO.ID, BANDA ACEH -- Tepat 480 tahun lalu, para ulama, guru, dan prajurit Kesultanan Turki Utsmani berlayar menuju tanah Aceh untuk membantu melawan penjajah Portugis pada abad 16. 

Jasa-jasa mereka lalu dikenang masyarakat Aceh dengan merayakan 480 tahun hubungan Aceh Turki Selasa lalu di Banda Aceh.

Ketua Masyarakat Peduli Sejarah (Mapesa) Aceh Mizuar Mahdi Al Asyi mengatakan jejak hubungan diplomatik antara Kerajaan Aceh Darussalam dengan Kesultanan Turki Utsmani dapat terlihat dari Kompleks Makam Tengku Di Bitay di Desa Bitai, Banda Aceh.

Masyarakat Aceh menyebut komplek di sekitar makam ini sebagai “Kampung Turki”.

Berdasarkan catatan sejarah, kata Mizuar, nama Tengku Di Bitay diambil dari ulama Palestina yang memimpin rombongan Kesultanan Turki Utsmani ke Aceh.

Nama asli ulama tersebut adalah Muthalib Ghazi bin Mustafa Ghazi yang kemudian dikenal dengan nama Tengku Syekh Tuan Di Bitai.

Berdasarkan catatan sejarah, saat itu Kerajaan Aceh Darussalam dipimpin oleh Sultan Salahuddin.

Penulis Denys Lombard dalam bukunya Kerajaan Aceh: Zaman Sultan Iskandar Muda (1607-1636) menyebutkan Sultan Salahuddin memerintah pada tahun 1528-1539.

Selama di Aceh, kata Mizuar, Tengku Di Batai berkontribusi dalam membantu Kesultanan Aceh dalam bidang pengajaran agama Islam.

“Beliau sangat dihormati karena kesehariannya digunakan untuk menerangi umat. Jadi Kesultanan Turki saat itu tidak hanya mengirim prajurit, tapi juga ulama dan guru,” kata Mizuar, yang masih keturunan Turki ini kepada Anadolu Agency pada Rabu di Banda Aceh.

Mizuar mengatakan komplek makam Utsmani ini juga menjadi tempat para prajurit Turki Utsmani dimakamkan.

Saat Utsmani melakukan ekspedisi, kata Mizuar, ratusan tentara dari Turki ini mendarat di Bitai dan mendirikan akademi militer.

Dalam perkembangannya, kata Mizuar, makam ini juga diperuntukkan bagi para bangsawan dan ulama-ulama Kesultanan Aceh Darussalam.

Untuk mengidentifikasi umur makam, Mizuar mengatakan makam yang memiliki nisan berasal dari periode awal dan penghujung abad ke-16 masehi.

Peneliti nisan ini mengatakan jumlah makam yang berasal dari abad ke 16 masehi berjumlah 8 nisan.

Juru kunci komplek makam ini adalah perempuan Aceh bernama Azimah.

Sebagai penjaga makam, Azimah bersama suami bertugas membersihkan makam setiap saat.

Jika rumput-rumput di sekitar makam panjang, suaminya bertugas memotongnya. “Kami berdua mengabdikan diri untuk merawat makam leluhur kami,” ujar Azimah.

Perempuan berumur 47 tahun ini mengaku sudah menjadi penjaga makam sejak sebelum tsunami Aceh.

Dia menyampaikan sebelumnya Komplek makam porak-poranda saat tsunami menerjang Aceh pada 2004. Para korban tsunami juga banyak yang terdampar.

 

 

 

sumber : Anadolu Agency
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement