Senin 15 Jun 2020 10:25 WIB

Kepgub Jabar Tetapkan Protokol Kesehatan di Pondok Pesantren

Protokol dalam Kepgub ditujukan bagi ponpes salafiyah dan khalafiyah di Jabar

Rep: arie lukihardianti/ Red: Hiru Muhammad
Para santri dari luar daerah diperiksa oleh Satgas Covid-19 saat datang kembali ke Pesantren Idrisiyyah di Kecamatan Cisayong, Kabupaten Tasikmalaya, Jumat (12/6).
Foto: Republika/Bayu Adji P.
Para santri dari luar daerah diperiksa oleh Satgas Covid-19 saat datang kembali ke Pesantren Idrisiyyah di Kecamatan Cisayong, Kabupaten Tasikmalaya, Jumat (12/6).

REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG-- Pemerintah Provinsi Jawa Barat (Jabar) mengeluarkan Keputusan Gubernur (Kepgub) Jabar No: 443/Kep.321-Hukham/2020 tentang Protokol Kesehatan untuk Pencegahan dan Pengendalian Covid-19 di Lingkungan Pondok Pesantren.

Keputusan yang ditetapkan Gubernur Jabar Ridwan Kamil pada 11 Juni 2020 ini berisi 15 protokol kesehatan umum, enam protokol kedatangan kyai, santri, asatidz, dan pihak lain, tujuh protokol di masjid,

sembilan protokol di tempat belajar, 14 protokol di kobong (penginapan santri), sembilan protokol di tempat makan, delapan protokol di kantin, dan tiga protokol jika ada indikasi COVID-19 di pesantren.

Menurut Wakil Gubernur (Wagub) Jabar Uu Ruzhanul Ulum, Kepgub Jabar tentang protokol kesehatan di pondok pesantren (ponpes) dalam kegiatan Adaptasi Kebiasaan Baru (AKB) di Jabar ini sudah disepakati oleh para kyai dan pengurus ponpes."Aturan ini tidak dikeluarkan secara tiba-tiba, tapi sejak dibuat rancangannya, kami terus sampaikan kepada para kiai dan pengurus pesantren di Jabar," ujaf Kang Uu dalam pernyataan resminya di Kota Bandung, Ahad malam (14/6).

Uu menjelaskan, Draft Kepgub (yang sudah diperbaiki) kami sampaikan kembali sebelum ditandatangani (gubernur) pada Jumat. "Semua poin dibacakan dan semua diterima (oleh pengurus pesantren)," katanya.

Dalam Kepgub Jabar No: 443/Kep.321-Hukham/2020 tentang Protokol Kesehatan untuk Pencegahan dan Pengendalian Covid-19 di Lingkungan Pondok Pesantren, protokol umum yang harus dipenuhi adalah memakai masker, membatasi aktivitas dengan jaga jarak, dan menyediakan tempat cuci tangan dengan air mengalir yang dilengkapi sabun.

Selain itu, kata Uu, pengurus ponpes harus menyediakan media sosialisasi terkait protokol kesehatan, secara rutin menjaga kebersihan fasilitas di ponpes, dan membuat surat pernyataan kesanggupan memenuhi protokol kesehatan yang ditujukan kepada bupati/wali kota masing-masing.

Uu mengatakan, bagi kyai, santri, asatidz, dan pihak lain yang masuk ke pesantren, mereka harus menaati protokol umum juga menunjukkan surat keterangan sehat dari Dinas Kesehatan atau Puskesmas asal. Sebelum beraktivitas di ponpes, mereka juga harus melakukan isolasi selama 14 hari di Ponpes tersebut.

Di tempat ibadah, kata dia, protokol yang harus dijalani bagi pengurus yakni tidak menggunakan karpet/sajadah, mukena, dan sarung umum. Saat shalat, jemaah pun harus menjaga jarak minimal 1 meter serta menghindari kontak fisik.

Begitu juga, di tempat belajar/kelas, jaga jarak minimal 1 meter harus dipenuhi. Selain itu, metode tugas kelompok, praktek olahraga, dan penggunaan sarana prasarana yang digunakan bersama-sama ditiadakan. 

Di kobong atau tempat santri menginap, kata dia, yang harus ditaati selain protokol umum adalah tidak berbagi kasur antara para santri, melarang santri berbagi makanan dan minuman bekas pakai, dan melarang santri menggunakan pakaian, perlengkapan mandi, ibadah, dan alat makan secara bersama-sama.

Jika terdapat indikasi COVID-19, pengurus Ponpes harus membawa orang terindikasi itu ke fasilitas pelayanan kesehatan. Jika dirujuk, pengurus Ponpes harus membersihkan tempat tidur dan peralatan orang tersebut. Selain itu, pihak yang kontak dengan orang terindikasi harus melakukan isolasi selama 14 hari.

Uu menjelaskan, seluruh protokol dalam Kepgub tersebut ditujukan untuk ponpes baik salafiyah (tidak ada sekolah) maupun khalafiyah (dengan sekolah) di Jabar."Karena inti pesantren secara keseluruhan sama, ada santri yang murobatoh (tinggal lama) di pesantren tersebut," kata Uu.

Terkait sanksi, kata dia, hal tersebut tidak diatur dalam norma protokol, tetapi dalam contoh format Surat Pernyataan butir ketiga dan merupakan bentuk komitmen Ponpes untuk melaksanakan protokol kesehatan. Sehingga menjamin keamanan kyai, santri, asatidz dan pihak lain yang beraktivitas di ponpes. "Bentuk sanksi yang akan diterapkan apabila terjadi pelanggaran terhadap protokol kesehatan ada dalam koridor administratif, dalam bentuk teguran lisan atau tertulis," katanya.

Menurutnya, format surat pernyataan, apalagi contoh format, bukan norma yang bersifat mengikat. Sehingga, saat pesantren tidak menyepakati butir ketiga dari Surat Pernyataan Kesanggupan, maka butir ketiga bisa dikesampingkan.

Namun, kata dia, jika berbagai pihak menganggap bahwa butir ketiga itu mengganggu kenyamanan, maka akan dilakukan penyesuaian Kepgub tersebut sebagai bukti bahwa tidak ada muatan apapun dari keberadaan Kepgub selain untuk membuat perlindungan terhadap aktivitas di pesantren.

Selain mengeluarkan protokol kesehatan,  pihaknya juga memperhatikan ponpes dengan menyiapkan bantuan kesehatan, mulai dari masker, vitamin, hingga alat rapid test. Untuk bantuan tunai, dirinya mengatakan hal itu masih dalam tahap pembahasan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement