Rabu 17 Jun 2020 05:07 WIB

Islam, Katastrofi: Angka Kematian Manusia di Tangan Komunis

Angka Kematian Di Tangan Komunis

Pemberontakan PKI di Madiun tahun 1948.
Foto: gahetna.n
Pemberontakan PKI di Madiun tahun 1948.

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: DR. Masri Sitanggang, Penggagas Masyumi Reborn dan Ketua Gerakan Pembela NKRI

Dor…, dor…, dor… ! Tubuh Voznesensky terkulai. Dia  dieksekusi oleh regu tembak satu jam setelah pengumuman putusan –yang  dibacakan di balik pintu tertutup pada dinihari 1 Oktober 1950.  Pengadilan Rahasia Rusia menjatuhinya hukuman mati atas tuduhan pengkhianatan. Jasadnya,   dan dua puluhan petinggi Komunis Rusia yang didor pada hari itu, dikubur di gurun Levashovskoy, dekat Leningrad. Tapi tak ada yang tahu di mana persisnya. Enam orang temannya mati selama proses interogasi dan  dua ratus lagi, dari pejabat Leningrad,  dijatuhi hukuman penjara 10 hingga 25 tahun.  Keluarga mereka tidak memiliki hak untuk tinggal dan bekerja di kota besar mana pun di wilayah Sovyet Rusia, kecuali Siberia.

Voznesensky bukanlah orang sembarang. Anak didik Andrei Zhdanov ini dipandang banyak orang sebagai sosok yang sedang dipersiapkan Joseph Stalin untuk menduduki puncak pemerintahan. Anggota Polit Biro ke18 Partai Komunis Uni Sovyet ini  dipercaya menjadi   Chairman Komite Perencanaan Negara “Gosplan”, yakni lembaga yang bertanggung jawab untuk perencanaan ekonomi pusat di Uni Soviet  hingga dua tahun sebelum didor. Di usia tigapuluh delapan tahun, di 1940, Ia juga menduduki Wakil Perdana Menteri. 

Tetapi begitulah Stalin dan pemerintahan komunis Uni Sovyet. Zbigniew Brzezinski (Kegagalan Besar, 1992) memaparkan, pemerintahan Komunis Stalin membangun satu sistem teror di mana tidak seorang individu pun  aman dari padanya, bahkan di antara kamerad-kamerad terdekat Stalin. Anggota Polit Biro yang menjadi favorit Stalin sekali pun, pada suatu hari bisa menjadi korban pengadilan; dan pada hari lain bisa ditembak mati. Itulah yang pada akhirnya menjadi nasib Voznesensky. Kesetiaan total kepada Stalin, bahkan keterlibatan secara serius di dalam kejahatan-kejahatannya, tidak banyak memberikan perlindungan dari penganiayaan Stalin.  Molotov dan Kalinin, kata Brzezinski, terus-terusan duduk di sekeliling meja Politbiro menyusun daftar kamerad yang akan dieksekusi, meski pun isteri mereka sendiri telah dilarikan ke kamp-kamp kerja paksa atas perintah Stalin. 

Dalam rentang waktu satu tahun saja, 1937-1938, tidak kurang dari 37 ribu Perwira Tinggi Angkatan Darat dan 3 ribu Perwira Angkatan Laut yang ditembak Stalin. Jumlah ini jauh melampaui jumlah yang gugur akibat perang Nazi-Sovyet selama dua tahun pertama. Jangan ditanya soal rakyat biasa yang jadi korban. Puluhan juta mati disiksa, dibunuh, dikerjakan paksa atau dibuat mati pelan-pelan karena menahan lapar. Lebih dari 2 ribu komandan militer di seluruh negeri dipecat dan diturunkan pangkatnya.

Kejahatan semacam itu ternyata bukan monopoli Stalin. Para pemimpin komunis di mana pun melakukannya. Sepanjang sejarah manusia, tragedi kemanusiaan yang paling dahsyat dan tiada bandingannya,  adalah yang dilakukan oleh komunis. Taufiq Ismail ( Katastrofi Mendunia, 2004) memaparkan angka pembantaian manusia di dunia oleh komunis dalam selang waktu 74 tahun : sejak Revolusi Bolshewik (1917)  hingga hancurnya komunis dunia (1991).

Dikatakan,  Lenin membantai 500 ribu rakyat Rusia sepanjang 1917-1923. Stalin membantai 46 juta rakyat Rusia, termasuk di dalamnya 6 juta petani “kulak” sepanjang 1925-1953.  Mao Tsetung menjagal 50 juta penduduk RRC dalam kurun 1947-1976. Pol Pot membunuh 2,5 juta rakyat Kamboja. Najibullah mencabut nyawa 1,5 juta rakyat Afghanistan sepanjang 1978-1987. Rezim Komunis yang dibantu Rusia Sovyet menjagal 1 juta rakyat di berbagai Negara Eropa Timur, 150 ribu di Amerika Latin dan 1,7 juta rakyat di berbagai Negara Afrika. 

Taufiq Ismail mengambil angka rerata dari tiga orang peneliti, yakni 100 juta jiwa dalam 74 tahun di 76 negara. Entahlah, apakah korban akibat kekejaman PKI di Indonesia sudah dimasukkan ke dalamnya. Yang pasti tidak ada disebut dalam Katastrofi Mendunia.

Dahsyat. Seratus juta jiwa melayang selama 74 tahun. Itu artinya 1,35 juta jiwa dalam setahun, atau 3.702 jiwa per hari. Berarti, dalam satu jam ada 154 jiwa atau tiap menitnya ada 2,5 orang mati di tangan komunis.

Seratus juta jiwa itu, kata Taqufiq Ismail,  sama dengan jumlah gabungan penduduk 14 negara pada tahun 2004 (ketika buku disusun), yakni : Australia, Austria, Belanda, Belgia, Brunei Darussalam, Denmark, Israel, Irlandia,  Slandia Baru, Norwegia, Portugal, Singapura, Swedia dan Swiss. Bayangkan, bagaimana manusia sebanyak itu dimusnahkan. Berarti 14 negera tersebut habis tak berpenghuni lagi. 

Komunis itu sadis dan kejam. Nafsu berkuasa mereka sangat luar biasa. Mereka menghalalkan segala cara, mengikuti Machiavelli. Sekali berkuasa,   tulis Franz Magnis Suseno dalam bukunya Pemikiran Karl Max (1999), dia tidak akan pernah melepaskannya secara sukarela. Dia akan menyingkirkan kekuatan-kekuatan  politik lain, menghapus pemilihan umum bebas dan memasang aparat kontrol  totaliter terhadap masyarakat yang akan menindas segala perlawanan.

Apa yang dilakukan oleh Stalin terhadap Voznesensky dkk –menjagal 37 ribu Perwira Tinggi Angkatan Darat, 3 ribu Perwira Angkatan Laut dan memecat Lebih 2 ribu komandan militer-- itu adalah dalam rangka pembersihan lawan politik atau yang berpotensi menjadi lawan. Alasannya sederhana saja, cukup tuduh mereka sebagai “musuh rakyat” atau “penghianat”. Tak perlu membuktikan kebenaran tuduhan itu, karena pengadilan sepenuhnya ada dalam kontrol pemerintah.

Memutarbalikkan fakta dan melemparkan kesalahan kepada pihak lain serta memanfaatkan situasi apa pun untuk kepentingan kekuasaan, adalah keahlian yang dimiliki orang komunis. Ini contohnya.

Antara tahun 1921-1922 Rusia Soviet dilanda kelaparan berat. Schewarz (1972) bertutur tentang kisah seorang perempuan –yang pada masa kelaparan itu masih anak sekolah di Kilev, bahwa permainan mereka ketika berjalan menuju sekolah ialah menghitung mayat yang bergelimpangan di jalan. Mengutip Courtols (2000), Taufiq Ismail menuliskan, penduduk sudah mulai makan mayat manusia. Begitu ngerinya kelaparan itu sehingga Petriach Gereja Orthodox  Rusia, Tikhon, kepada jemaatnya meyerukan,  “Mayat manusia telah menjadi cemilan sehari-hari. Di mana-mana orang bertangisan. Kanibalisme menjadi kebiasaan. Saudara-saudara dan saudari-sudariku, ulurkan tangan kalian, bantulah mereka itu ! Dengan persetujuan Jemaah yang beriman, pakailah kekayaan gereja  untuk meringankan derita mereka”.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement