Kamis 18 Jun 2020 18:37 WIB

Potensi Besar Wisata Halal Setelah Pandemi

Perjalanan wisatawan muslim domestik berpotensi tumbuh 5,8 persen pada 2024.

Rep: Retno Wulandhari/ Red: Nidia Zuraya
Wisata halal.
Foto: Republika.co.id
Wisata halal.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pasar wisata halal dinilai sangat potensial untuk digarap setelah pandemi Covid-19 berlalu. Pertumbuhan wisatawan Muslim baik dari pariwisata domestik maupun internasional diprediksi bakal cukup tinggi hingga 2024 nanti.

"Muslim itu pasar yang bisa digarap setelah pandemi," kata Ketua Perkumpulan Pariwisata Halal Indonesia (PPHI), Riyanto Sofyan, dalam sebuah diskusi virtual bertajuk Siapkah Industri Pariwisata Memasuki Era New Normal? Kamis (18/6).

Baca Juga

Menurut Riyanto, perjalanan wisatawan muslim domestik berpotensi tumbuh 5,8 persen atau naik mencapai 352,8 juta pada 2024. Sedangkan kedatangan wisatawan muslim internasional ke dalam negeri bisa mencapai 24 juta atau tumbuh 7,5 persen.

Peningkatan kedatangan wisatawan muslim internasional ini diprediksi akan turut mendorong pertumbuhan penerimaan devisa sebesar 8,2 miliar dolar AS atau naik 12,2 persen. Sementara pengeluaran wisawatawan muslim domestik diprediksi mencapai 21,2 miliar dolar AS atau naik 5,5 persen.

Riyanto melihat, konsep wisata halal sendiri sangat cocok diterapkan di era Kenormalan Baru atau New Normal. Menurutnya, wisata halal memiliki karakter yang tidak terlalu jauh berbeda dengan New Normal Pariwisata.

"Secara garis besar keduanya sama-sama mengutamakan aspek keamanan, kenyamanan serta ramah untuk kalangan keluarga," terang Riyanto.

Selain itu, Riyanto menilai, pariwisata halal memiliki peluang yang besar untuk berkembang di Indonesia. Pasalnya, tren dan gaya hidup halal sudah melekat dalam kehidupan sehari-hari masyarakat Indonesia. Menurut Riyanto, ini juga sebagai salah satu cara memperluas jangkauan pasar.

Meski demikian, Riyanto mengakui, masih terdapat sejumlah tantangan yang harus dihadapi dalam mengembangkan sektor wisata di era New Normal nanti. Diantaranya yaitu keterbatasan fasilitas kesahatan obat-obatan dan pencegahan Covid-19, berkurangnya daya beli masyarakat serta kemungkinan periode pandemi yang lebih lama.

Di sisi lain, lanjut Riyanto, program stimulus ekonomi dari pemerintah dalam penanganan Covid-19 bagi pelaku usaha sektor pariwisata juga sangat minim. Hal tersebut ditambah dengan anggarab pemerintah yang cukup terbatas untuk pariwisata.

"Di negara lain pelaku wisata halal sangat terbuka dan didukung oleh pemerintah. Mereka melihat wisata halal sebagai sebuah potensi. Kami butuh didukung dengan hal yang sama seperti varian produk wisata lainnya," tutur Riyanto.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement