Jumat 19 Jun 2020 00:36 WIB

Urgensi Asnaf Fi Sabilillah

Sudah banyak kajian yang menjelaskan bahwa tipologi kemiskinan di Indonesia

Red: Agung Sasongko
Kemiskinan, ilustrasi
Foto: Republika/Yogi Ardhi
Kemiskinan, ilustrasi

IHRAM.CO.ID, Oleh: Muhammad Syafi’ie el-Bantanie (Pembina YouLead Club Indonesia)

Islam adalah agama yang berpihak pada keadilan dan pembelaan terhadap orang-orang miskin dan termiskinkan. Buktinya bisa kita lihat pada adanya syariat zakat dalam Islam. Andai tak ada rukun Islam ketiga, zakat, entah bagaimana nasib para dhuafa (orang-orang miskin) dan mustadh’afin (orang-orang yang termiskinkan). 

Sudah banyak kajian yang menjelaskan bahwa tipologi kemiskinan di Indonesia terbagi dua; kemiskinan natural (dhuafa) dan kemiskinan stuktural (mustadh’afin). Menyelesaikan kemiskinan natural relatif lebih mudah dibandingkan kemiskinan struktural. Pemberdayaan bisa menjadi solusi menyelesaikan persoalan kemiskinan natural. 

Namun, menyelesaikan kemiskinan struktural tidak cukup dengan pemberdayaan, melainkan melalui kebijakan. Di sinilah pentingnya asnaf fi sabilillah. Itulah kenapa salah satu dari delapan asnaf zakat adalah fi sabilillah. Asnaf fi sabilillah diharapkan memiliki keberpihakan kepada orang-orang miskin, sehingga tidak ada lagi kebijakan yang memproduksi kemiskinan.   

Karena itu, mesti ada Lembaga Amil Zakat (LAZ) yang menggarap asnaf fi sabilillah secara serius. Jika semua LAZ fokus menggarap asnaf fakir miskin, maka bisa jadi pada satu titik kita akan kehabisan darah. Karena, pada satu sisi kita berusaha mengurangi kemiskinan, namun pada sisi lain ada yang memproduksi kemiskinan. Kita akan seperti berjalan dalam labirin yang tidak tahu di mana titik ujungnya.

Menggarap asnaf fi sabilillah memang lebih berat daripada asnaf fakir miskin. Tuntutannya secara syariah pun lebih besar. Gagal melahirkan kader-kader pejuang umat, sama dengan kesia-siaan penyaluran dana zakat. Berbeda dengan asnaf fakir miskin, yang andai kita bagikan langsung kepada mereka pun, sah secara syariah. Namun, di sinilah letak peluang keberhasilannya. Tuntutan yang berat secara syariah, justru akan menghadirkan keseriusan dan kehati-hatian dalam pengelolaannya. 

Karenanya, asnaf fi sabilillah memang tidak perlu banyak. Secukupnya sesuai kebutuhan, namun mesti powerful dan berdampak besar. Perubahan masyarakat dan bahkan negara, seringkali hanya digerakkan oleh segelintir orang. Asnaf fi sabilillah diharapkan mampu memainkan peranan itu.

Implementasi menggarap asnaf fi sabilillah bisa dilakukan dengan memberikan pembinaan kepemimpinan bagi para aktivis mahasiswa. Mereka adalah para aktivis kampus yang memiliki kiprah dan kontribusi nyata bagi masyarakat melalui projek sosial yang mereka kelola. Durasi pembinaan bisa bervariasi sesuai dengan output yang ingin dicapai.

Dalam proses pembinaan tersebut, outputnya bisa dibuat klastering kontribusi sesuai dengan bidang keilmuan dan keahlian para aktivis mahasiswa tersebut. Misalnya, ada empat klastering yang disasar, yaitu akademisi, politisi, pengusaha, dan profesional.

Pada klaster akademisi, para aktivis mahasiswa tersebut dibina secara serius dan intensif agar potensinya teroptimalkan menjadi akademisi unggul dibidang keilmuannya. Posisi strategisnya adalah pejabat kampus. Di sinilah mereka diharapkan melahirkan kebijakan berupa kesempatan kuliah yang besar bagi para mahasiswa dhuafa. 

Pada klaster politisi, para aktivis mahasiswa tersebut dibina secara serius dan intensif agar potensinya teroptimalkan menjadi politisi ulung. Posisi strategisnya adalah menjadi pejabat publik. Di sinilah mereka diharapkan melahirkan kebijakan-kebijakan publik yang membela kepentingan para dhuafa.

Pada klaster pengusaha, para aktivis mahasiswa tersebut dibina secara serius dan intensif agar potensinya teroptimalkan menjadi pengusaha sukses. Posisi strategisnya adalah menjadi ketua ikatan pengusaha. Selain mampu membuka lapangan pekerjaan, mereka juga diharapkan bisa mendukung para pelaku ekonomi mikro dan kecil. Dampak yang lebih besar diharapkan mereka mampu meminimalisir keserakahan para kapitalis yang mendominasi perekonomian Indonesia. 

Pada klaster profesional, para aktivis mahasiswa tersebut dibina secara serius dan intensif agar potensinya teroptimalkan menjadi profesional handal di bidang kompetensinya. Posisi strategisnya adalah menjadi top eksekutif diberbagai perusahaan. Di sinilah mereka dapat memberikan akses bagi para pegiat LAZ agar bisa mengelola dana CSR perusahaan untuk program pemberdayaan para dhuafa.

Bayangkan, jika asnaf fi sabilillah ini digarap dengan serius dan didukung dengan pendanaan yang memadai. Maka, pada waktunya kita akan menghasilkan generasi pejuang umat diberbagai sendi kehidupan. Dan, itu artinya umat akan memanen investasi yang telah dikeluarkan lewat zakat yang mereka tunaikan. 

Sebaliknya, jika para LAZ abai untuk menggarap asnaf fi sabilillah, maka umat tidak akan memiliki generasi elit dan strategis yang memperjuangkan dan membela kepentingan mereka. Dan, bisa jadi umat Islam kembali hanya akan menjadi objek kebijakan yang merugikan.  

Pertanyaannya, mengapa sampai saat ini sedikit sekali LAZ yang serius menggarap asnaf fi sabilillah? Barangkali karena asnaf fi sabilillah merupakan investasi jangka panjang. Perlu waktu yang tidak sebentar untuk bisa memanen. 

Padahal, jika value kepemimpinan dan keberpihakan pada keadilan telah terinternalisasi dengan kuat, sebetulnya kita tinggal menunggu masa berbuah. Karena, para aktivis mahasiswa tersebut, hanya perlu dibina dalam jangka waktu tertentu. Selebihnya, mereka dapat mengembangkan diri secara mandiri menuju bidang kontribusi terbaiknya. 

Akhirnya, bila asnaf fi sabilillah tergarap dengan optimal, maka bolehlah kita katakan di situlah terletak masa depan para dhuafa dan mustadh’afin. 

 

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Disclaimer: Retizen bermakna Republika Netizen. Retizen adalah wadah bagi pembaca Republika.co.id untuk berkumpul dan berbagi informasi mengenai beragam hal. Republika melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda baik dalam dalam bentuk video, tulisan, maupun foto. Video, tulisan, dan foto yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim. Silakan kirimkan video, tulisan dan foto ke retizen@rol.republika.co.id.
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement
Advertisement
Advertisement