Selasa 23 Jun 2020 17:34 WIB

Utusan Trump: AS tak lagi Ingin Penggulingan Assad di Suriah

AS kini menginginkan perubahan radikal dalam perilaku rezim Assad di Suriah.

Red: Nur Aini
Presiden AS, Donald Trump
Foto: EPA-EFE/Oliver Contreras / POOL
Presiden AS, Donald Trump

REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Utusan khusus Presiden Donald Trump untuk konflik Suriah mengatakan Amerika Serikat tidak lagi menuntut pemimpin rezim Suriah Bashar al-Assad mundur dari jabatannya, malah sebaliknya, menginginkan perubahan radikal dalam perilaku rezim.

"Kami tidak menuntut kemenangan total. Kami tidak mengatakan bahwa Assad harus pergi," kata Duta Besar James Jeffrey pada konferensi virtual yang diselenggarakan oleh lembaga riset Middle East Institute yang bermarkas di Washington, Senin (22/6).

Baca Juga

Sebaliknya, kata Jeffrey, Washington ingin melihat perubahan dramatis dalam perilaku rezim itu seperti yang jarang terlihat di dunia. Dia merujuk khususnya pada perombakan besar dari pemerintah Jepang setelah kekalahannya dalam Perang Dunia II.

"Itu jenis reformasi yang perlu kita lihat, apakah itu bisa terjadi di bawah pemimpin ini dan orang-orang di sekitarnya yang tidak kita kenal," ungkap Jeffrey.

Pernyataan itu jauh dari tuntutan perubahan rezim yang sebelumnya disuarakan oleh AS yang mendesak Assad untuk pergi. Komentar itu muncul setelah AS mengumumkan sanksi baru terhadap rezim Suriah pekan lalu, menargetkan 39 entitas baru di bawah Undang-Undang Perlindungan Sipil Suriah Caesar tahun 2019, yang disahkan Trump menjadi undang-undang pada Desember.

Caesar diambil dari nama fotografer militer Suriah yang membocorkan puluhan ribu gambar mengerikan yang menunjukkan 11.000 korban secara sistematis disiksa sampai mati oleh pemerintah. Foto-foto itu menunjukkan bukti kelaparan, pemukulan, pencekikan dan bentuk-bentuk penyiksaan lainnya.

AS telah menjatuhkan sanksi pada Bashar Al-Assad dan istrinya Asma al-Assad serta penyandang dana dalam rangkaian kekejaman ini, Mohammed Hamsho, dan Divisi Fatemiyoun milisi Iran. Sanksi juga diberikan kepada Maher al-Assad, bersama dengan Divisi Keempat dari Tentara Arab Suriah dan pemimpinnya Ghassan Ali Bilal dan Samer al-Dana.

Terakhir, AS juga menjatuhkan sanksi pada Bushra al-Assad, Manal al-Assad, Ahmad Sabir Hamsho, Amr Hamsho, Ali Hamsho, Rania al-Dabbas dan Sumaia Hamcho. Sanksi itu memberikan hukuman ekonomi kepada siapa saja yang melakukan bisnis dengan orang-orang yang ditunjuk.

Mereka dikhawatirkan bisa menghambat pembangunan kembali Suriah dari konflik yang berlangsung hampir sepuluh tahun dan telah menghancurkan banyak wilayah negara itu. Jeffrey mengatakan bahwa AS tidak berusaha memperburuk situasi, tetapi memastikan petinggi rezim tidak bisa mengambil keuntungan dari konflik.

"Tujuan kami bukan untuk menghancurkan ekonomi. Percayalah, Assad lebih dari mampu melakukan itu sendiri," ujar sang diplomat.

"Dia melakukan pekerjaan yang hebat untuk mendorong pound menjadi tidak relevan dan meremehkan apa pun yang tersisa dari PDB Suriah. Sebaliknya, harus menimbulkan rasa sakit yang nyata pada orang-orang di sekitar dulu sampai mereka mau mengubah kebijakan," ujarnya.

Berita ini diterbitkan di: https://www.aa.com.tr/id/dunia/utusan-trump-as-tak-lagi-tuntut-penggulingan-assad-di-suriah/1886527

sumber : Anadolu Agency
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement