Rabu 24 Jun 2020 18:02 WIB

Warga Beijing Enggan Makan Ikan Setelah Kasus Baru Covid-19

Kasus baru virus corona Covid-19 di Beijing muncul dari pasar grosir penjual ikan

Rep: Rizky Jaramaya/ Red: Nur Aini
Orang-orang berjalan di pasar, Guangzhou, Cina, Senin (22/6). Cina berlomba untuk menahan  gelombang kedua kasus covid-19 yang kebanyakan berada di Beijing. EPA-EFE / ALEX PLAVEVSKI
Foto: EPA-EFE / ALEX PLAVEVSKI
Orang-orang berjalan di pasar, Guangzhou, Cina, Senin (22/6). Cina berlomba untuk menahan gelombang kedua kasus covid-19 yang kebanyakan berada di Beijing. EPA-EFE / ALEX PLAVEVSKI

REPUBLIKA.CO.ID, BEIJING -- Masyarakat China kehilangan selera untuk mengkonsumsi ikan salmon setelah kasus infeksi virus corona kembali muncul di sebuah pasar grosir di Beijing. Setelah dilakukan pelacakan, virus corona diduga berasal dari papan pemotong salmon impor.

Para pengekspor ikan salmon dari Eropa merasa kesulitan ketika infeksi virus corona kembali muncul di Beijing. Tak hanya itu, supermarket dan penyedia e-commerce seperti Taobao, JD.con, dan Meituan yang menyediakan produk ikan laut beku, terpaksa harus memangkas penjualan salmon.

Baca Juga

Seorang pegawai pemerintah, Ma Xuan mengatakan, dia tidak akan membeli produk ikan laut lagi karena dia takut tertular infeksi virus corona yang kembali muncul di Beijing. Dia akan kembali mengkonsumsi ikan laut beku, apabila pandemi virus corona telah usai.

"Saya telah membuang semua ikan beku dari lemari es di rumah. Saya akan menunggu sampai pandemi virus ini selesai. Mungkin saya bereaksi berlebihan, tapi siapa yang tahu? Saya tidak ingin mengambil risiko kesehatan bagi keluarga saya," ujar Ma.

Menurut laporan Reuters, Taobao dan JD.com telah memangkas penjualan salmon impor di Beijing. Sementara itu raksasa pengiriman makanan, Meituan Dianping telah menarik semua produk salmon secara nasional. Meituan Grocery telah meningkatkan pemeriksaan produk mentah dan segar. Penjualan produk seafood pada aplikasi Meituan telah merosot sejak 12 Juni, tepatnya sehari setelah infeksi virus corona kembali muncul di sebuah pasar grosir di Beijing.

Kepanikan juga terjadi ketika ada rumor bahwa penyebaran virus dapat meluas ke produk lainnya seperti daging sapi dan daging kambing. Hal itu memaksa beberapa pedagang menarik produk daging dari rak. Sementara itu, importir kedelai telah meminta para eksportir untuk memastikan muatan mereka tidak terkontaminasi virus corona. Sementara, pemasok daging dan buah dari luar negeri mengatakan, bea cuka China telah meminta mereka untuk menandatangani dokumen yang menyatakan bahwa pengiriman mereka aman dan tidak terkontaminasi.

Dampak dari infeksi baru virus corona juga dirasakan oleh pemilik restoran sushi dan hotpot di Beijing. Pemilik restoran hotpot ikan Yufu Yuzai, Barron Qin mengatakan, biasanya pelanggan mengantre di restoran miliknya untuk menikmati seporsi hotpot ikan. Namun, kini restorannya sepi meski tidak menjual ikan salmon.

"Harapan saya ibarat gelembung sabun, hancur berkeping-keping oleh babak baru pandemi," ujar Barron.

Dalam dua pekan terakhir, lebih dari 250 orang di Beijing terinfeksi virus corona. Virus itu kembali muncul setelah warga Beijing mulai menjalani kehidupan secara normal ketika lockdown dilonggarkan. Seorang analis Economist Intelligence Unit, Dan Wang mengatakan, konsumsi makanan laut di China pada Juni akan jatuh dan impor makanan laut diperkirakan turun 3 persen tahun ini.

"Konsumsi makanan laut pada Juni akan runtuh karena kepanikan publik bahwa makanan laut mungkin menjadi penyebab gelombang kedua virus," kata Dan.

China mengimpor 4,44 juta ton makanan laut  senilai 106 miliar yuan atau 15 miliar dolar pada tahun lalu, dari Rusia, Peru, dan Vietnam. Bravo Seafood dari Norwegia mengatakan, ekspor ke China awalnya sangat menjanjikan namun pandemi virus corona telah mengubah segalanya, meski pemerintah kedua negara menyatakan bahwa salmon Norwegia bukan menjadi penyebab penyebaran virus corona.

"Kami belum mengirim salmon ke China sejak 13 Juni. Tidak ada yang berani membeli salmon dari mana pun asalnya. Kami sangat berharap minimal ada penjualan ke China pada satu hingga dua bulan ke depan," ujar Direktur Penjualan Bravo Asia, Chen Qiao. 

sumber : Reuters
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement