Kamis 25 Jun 2020 14:31 WIB

Mahfud Minta KPK Awasi Pelaksanaan Pilkada 2020

Penundaan pelaksanaan Pilkada 2020 justru akan membuat semakin boros.

Rep: Ronggo Astungkoro/ Red: Ratna Puspita
Menteri Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan Mahfud MD.
Foto: republika/Putra M. Akbar
Menteri Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan Mahfud MD.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan, Mahfud MD, menilai, penundaan pelaksanaan Pilkada 2020 justru akan membuat semakin boros. Mahfud pun meminta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk mengawasi pelaksanaannya.

"Ada yang khawatir, wah itu (Pilkada tetap 9 Desember 2020) boros pak. Ya bisa kalau ditunda-tunda terus. Yang dikorbankan secara ekonomis bisa jauh lebih banyak," ungkap Mahfud dalam webinar yang digagas Pusako, Kamis (25/6).

Baca Juga

Karena itu, kata dia, pemerintah bersama Komisi Pemilihan Umum (KPU), DPR, dan daerah mencari solusi terbaik untuk mengatasi hal tersebut. Menurut Mahfud, pemerintah juga turut berbicara dengan KPK untuk meminta lembaga antirasuah tersebut mengawasi proses pelaksanaan Pilkada agar tidak terjadi korupsi.

"Webinar hari ini, kita bicara tentang Pilkada di saat pandemi, melindungi kualitas dan mencegah potensi korupsi. Mari bicarakan, bagaimana caranya. Tapi berbicara ditunda lagi itu hampir tidak mungkin," jelas dia.

Selain mencari cara pencegahan potensi korupsi dalam pelaksanaan Pilkada di masa pandemi, hal lain yang menurut Mahfud juga perlu dicari ialah soal membuat Pilkada yang berkualitas. 

Ia berharap, para akademisi dapat memberikan masukan kepada pemerintah agar kualitas Pilkada tidak turun meski dilakukan di tengah pandemi. "Jadi secara ilmiah nanti silakan masukkan bagaimana agar tidak terjadi korupsi di dalam Pilkada pada situasi pandemi Covid-19 ini. Pun jangan sampai kualitasnya turun, bagaimana partisipasi itu meningkat, bagaimana teknologinya, bagaimana caranya," terang dia.

Pada kesempatan itu, Mahfud juga menyampaikan, Pilkada serentak tetap dilakukan pada 9 Desember 2020 untuk menghindari adanya kepala daerah yang terus-terusan dijabat oleh pelaksana tugas (Plt). Plt, kata dia, tidak akan maksimal karena tidak memiliki kewenangan definitif.

"Kalau kita terus ikut dengan keadaan Covid tidak jelas ini, maka pemerintahan kita tidak akan berjalan normal, maka kita harus normalkan sekarang. Caranya apa? Normal baru. Pertama kita menghindari kepala daerah-kepala daerah yang di-Plt-kan terus," ungkap Mahfud.

Mahfud menjelaskan, jika Pilkada 2020 terus diundur menunggu selesainya Covid-19, maka tidak akan jelas kapan waktu pasti pelaksanaannya. Menurut dia, tidak ada yang tahu pasti kapan Covid-19 akan selesai, bahkan WHO pun tak tahu pasti.

"Bahkan di WHO sendiri yang mengatakan ini akan berakhir di tahun 2022, ada yang mengatakan pertengahan 2021, tetapi ada juga yang mengatakan, dari WHO sendiri, Covid-19 ini tidak akan selesai," jelas dia.

Dengan terus mundurnya pelaksanaan Pilkada, daerah yang masa jabat kepala daerahnya selesai akan dikepalai oleh Plt hingga waktu yang tak tentu. Menurutnya, kepala daerah yang dijabat oleh Plt tidak mempunyai mewenangan definitif.

"Plt, Plt, Plt, padahal tidak jelas kapan. Padahal juga Plt itu tidak mempunyai kewenangan definitif. Sehingga pemerintah bersama DPR, bersama KPU, udahlah jangan mundur lagi tanggal 9. Maka diputuskan bahwa tanggal 9 Desember 2020 ini akan tetap dilaksanakan Pilkada serentak," kata dia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement