Kamis 25 Jun 2020 19:57 WIB

MUI: Pengurusan Jenazah Muslim Covid-19 Sesuai Syariat Islam

Pengurusan jenazah memenuhi syariat Islam dan protokol kesehatan.

Rep: Rr Laeny Sulistyawati/ Red: Ani Nursalikah
MUI: Pengurusan Jenazah Muslim Covid-19 Sesuai Syariat Islam. Petugas pemakaman menurunkan jenazah yang akan dikuburkan dengan protokol COVID-19 di TPU Pondok Ranggon, Jakarta.
Foto: Republika/Thoudy Badai
MUI: Pengurusan Jenazah Muslim Covid-19 Sesuai Syariat Islam. Petugas pemakaman menurunkan jenazah yang akan dikuburkan dengan protokol COVID-19 di TPU Pondok Ranggon, Jakarta.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Masih adanya keraguan di tengah masyarakat terkait pengurusan jenazah korban Covid-19, membuat Majelis Ulama Indonesia (MUI) beberapa waktu lalu mengeluarkan Fatwa Nomor 18 Tahun 2020 tentang Pedoman Pengurusan Jenazah Muslim yang Terinfeksi Virus Corona SARS-CoV2 (Covid-19). Fatwa tersebut mengatur beberapa hal, salah satunya proses pengurusan jenazah yang sesuai protokol kesehatan mulai tahap pemandian jenazah, pengkafanan, penyolatan hingga penguburan.

Sekretaris Komisi Fatwa MUI Asrorun Ni’am Sholeh menekankan, pengurusan jenazah korban Covid-19 dipastikan memenuhi syariat Islam. "Yang pasti (pengurusan jenazah) memenuhi syariat, namun harus tetap memenuhi protokol kesehatan untuk tidak mempunyai potensi penularan diri sendiri dan orang lain," katanya seperti dalam keterangan tertulis yang diterima Republika.co.id, Kamis (25/6).

Baca Juga

Ia menambahkan tahapan dalam protokol kesehatan pengurusan jenazah yang tercantum dalam fatwa tersebut. Pertama, dia melanjutkan, tahapan memandikan jenazah korban Covid-19, bisa dimandikan tanpa harus melepaskan pakaian, saat kondisi normal pun tidak harus untuk melepas pakaiannya, kuncinya adalah membersihkan najis yang terdapat dalam tubuhnya. Yang memandikan diupayakan sesuai dengan jenis kelamin jenazah, namun jika tidak memungkinkan maka tetap dimandikan tanpa harus melepas pakaiannya.

Berikutnya tahap pengkafanan setelah dimandikan dan disucikan, pengkafanan cukup satu helai dan dimungkinkan ditutup menggunakan plastik dan dimasukan kedalam peti untuk mencegah potensi penularan. Kemudian penyolatan cukup diwakilkan oleh orang Muslim di rumah sakit, di mushala terdekat atau di pemakaman, artinya dimana pelaksanaan sholat sangat fleksibel. 

Terakhir pemakaman tetap dilakukan seperti biasa, petugasnya penting untuk mencegah potensi penularan dengan menggunakan alat pelindung diri. Asrorun mengungkapkan, MUI memiliki perhatian sangat tinggi untuk penanggulangan Covid-19 ini dengan mengajak para ahli dalam merumuskan kebijakan. 

"MUI memiliki perhatian sangat tingggi terkait ikhtiar penanganan, pencegahan dan penanggulangan wabah Covid-19 dengan mengundang berbagai pakar dari BNPB, Kemenkes dan guru besar UI untuk melakukan pengkajian dan memperoleh informasi terkait Covid-19," katanya.

Tak lupa ia mengimbau kepada masyarakat, untuk selalu melakukan ikhtiar dalam mencegah dan menjaga diri dari bahaya, serta mengutamakan kepentingan orang lain. Ia menegaskan kewajiban pertama untuk ikhtiar mencegah dan memastikan pemulasaran sesuai ketentuan syariah dan menjaga diri dari bahaya. 

"Kemudian ketika ada benturan antara memenuhi syariah dan keselamatan jiwa, maka kepentingan orang yang hidup didahulukan daripada yang wafat, namun saat ini kita bisa memenuhi antara hak jenazah dan hak orang yang masih hidup," ujarnya.

Perlu diketahui, merujuk pada Fatwa MUI tersebut, umat islam yang meninggal akibat Covid-19 dihukumi mati syahid, yaitu syahid akhirat yang berarti muslim yang meninggal dunia karena kondisi tertentu antara lain karena wabah (tha’un), tenggelam, terbakar, dan melahirkan yang secara syar’i dihukumi dan mendapat pahala syahid atau dosanya diampuni dan dimasukkan ke surga tanpa hisab. 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement