Sabtu 27 Jun 2020 08:06 WIB

Agama Dunia: Sejarah Agama Sikh

Agama Sikh tercipta dan berkembang berdasarkan pemikiran seseorang yang diterima.

Agama Dunia: Sejarah Agama Sikh. Kaum Sikh. Ilustrasi
Foto: AP
Agama Dunia: Sejarah Agama Sikh. Kaum Sikh. Ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Agama Sikh tergolong dalam agama al-Ard atau agama Bumi, yakni agama yang lahir atau tercipta dan berkembang berdasarkan budaya, daerah, pemikiran seseorang yang kemudian diterima secara global serta bukan berlandaskan wahyu.

Nanak dikenal sebagai orang pertama yang membawa agama Sikh. Nanak dilahirkan di Talwandi Rai Bhoe, sebuah desa kecil di tepi sungai Ravi, sekitar empat kilometer sebelah barat daya Lahore, ibu kota wilayah Punjab. Ia lahir pada 15 April 1469. Desa tersebut sekarang dikenal dengan nama Nankana Sahib, yang berati “desa tempat kelahiran Nanak”.

Baca Juga

Jika dilihat dari kacamata Hindu, orang tuanya memiliki kasta Ksatria. Ayahnya, Mehta Kalu, adalah seorang Patwari atau akuntan desa yang bekerja pada perusahaan milik Rai Bular, seorang Muslim.

Sedangkan ibunya, Tripta, adalah penganut Hindu yang fanatik. Mereka merupakan keturunan suku Khattri yang termasuk bangsa Arya. Oleh sebab itu, agama Sikh dikategorikan sebagai agama yang lahir atau berasal dari bangsa Arya, sebagaimana halnya agama Hindu, Zain, dan Zoroaster.

Awalnya, Nanak sudah kelihatan sebagai orang yang nantinya akan tumbuh menjadi seorang perenung, senang bermeditasi, dan menjalani kehidupan mistik. Ayahnya berusaha menjauhkannya dari kegemarannya merenung tersebut dengan memberikan kesibukan serta mencarikannya pekerjaan.

Sebab, ayahnya bercita-cita agar Nanak menjadi seorang pengusaha yang berhasil nantinya. Namun, semua usaha ayahnya gagal. Nanak bahkan bertambah lari ke dalam kehidupan meditatifnya.

Pernah terjadi, saudara perempuan Nanak berhasil membawa Nanak pulang ke rumahnya di Sultanpur dan berhasil membujuk Nanak agar mau bekerja sebagai penjaga toko. Tak lama setelah Nanak bekerja sebagai pelayan toko, saudaranya membujuknya supaya mau kawin.

Ia terpengaruh, dan akhirnya dikawinkan dengan seorang gadis bernama Sulakhani. Sulakhani merupakan keturunan keluarga terpandang dalam masyarakat. Kemudian dari hasil perkawinannya tersebut Nanak memperoleh dua orang putra.

Dengan perkawinan itu, Nanak menjadi lebih tenang dan sempat mengabdi kepada majikannya selama kurang lebih 12 tahun. Sampai suatu ketika, ia mengaku merasakan pengalaman mistiknya yang pertama kali yang dirasakannya sungguh-sungguh ajaib.

Pada waktu itu, menurut buku Janam Sakhis (buku riwayat hidup Nanak) tepat menjelang fajar akan menyingsing, ketika Nanak sedang merendam diri di sebuah sungai, tiba-tiba ia lenyap ke dalam air dan selama tiga hari ia tak kunjung mucul. Ketika ia pulang ke rumah, ternyata ia sama sekali telah berubah.

Ia berulang kali berteriak dengan keras mengucapkan kata-kata “tidak ada Hindu, tidak ada Muslim.” Yang dimaksudkannya dengan kalimat itu adalah, bahwa dua kelompok besar umat beragama di anak benua Indo-Pakistan itu, yaitu umat Hindu dan Umat Islam, sudah berakhir melaksanakan kebenaran agama masing-masing.

Mulai saat itu, Nanak menjalani hidup zuhud, penuh kesederhanaan. Ia lebih banyak merenung dan berkhalwat. Diceritakan ketika Nanak sedang berkhalwat di hutan, ia diangkat ke langit, dan di langit ia mendengar suara Tuhan yang tertuju padanya. Bunyi suara itu artinya adalah:

Aku bersamamu

Aku membuatmu berbahagia, begitupun setiap orang yang memuliakan kamu

Pergilah dan selalu sebut nama-Ku

Bikin setiap orang agar berbuat seperti itu juga

Jangan kamu tergoda oleh duniawi

Jadilah dermawan

Bersihkan dirimu

Hindari dosa dan perbanyak semedi

Aku adalah Allah

Aku adalah Brahma

Engkau adalah Guru yang beroleh karunia Illahi

Dalam melaksanakan tugas yang diembannya, Nanak sebagai guru tidak mendirikan perguruan, melainkan giat mengadakan perjalanan keliling. Menurut Janam Sakhis, Nanak pernah melakukan perjalanan dakwah keliling sebanyak lima kali.

Perjalanan pertamanya dimulai ke arah timur India sampai ke Asam. Dalam perjalanan itu ia mengenakan pakaian Hindu dan Islam, yaitu jaket berwarna hijau dengan selendang putih di bahu serta memakai kopiah dan qalandar di kepala. Di keningnya dibubuhkan titik merah dan lehernya terkalung untaian tulang.

Sedangkan perjalanan terjauhnya adalah mengerjakan ibadah haji ke Makkah. Dari Makkah ia berziarah ke Madinah, dan selanjutnya berkunjung ke Baghdad, tempat ia hidup dan menghabiskan waktu bersama orang-orang sufi dan orang yang dianggap suci di sana.

Selama mengerjakan ibadah haji ia menampilkan diri berlainan dengan seluruh umat Islam yang sedang mengerjakan ibadah haji. Ia memakai pakaian berwarna biru sebagai ganti pakaian ihram berwarna putih.

Ia juga memakai sebuah tongkat serta tasbih di tangannya. Ia juga menjinjing ember berisi air ke mana saja ia pergi untuk persediaan air wudhu dan mandinya.

Setelah melakukan perjalanan yang jauh itu, Nanak kembali ke negerinya bertepatan dengan invasi bala tentara Barbar. Menurut Janam Sakhis, Nanak pernah ditangkap dan dipenjarakan oleh pasukan penakluk di Syedpur. Nanak menghabiskan sisa-sisa hidupnya di Kartapur, tempat jamaah-jamaah besarnya selalu hadir mendengarkan dia berkhotbah.

Pada hari wafatnya, yang bertepatan dengan 23 September 1539, suatu perselisihan dan pertengkaran terjadi antara kaum Hindu dan umat Islam. Masing-masing pihak menuntut pihaknyalah yang berhak merawat jenazahnya sesuai ajaran yang dianutnya.

Pertengkaran tersebut berakhir dengan sendirinya karena sewaktu mereka membuka penutup jenazah Nanak, mereka hanya menemukan setumpuk kembang dan tidak menemukan jenazah Nanak. Oleh sebab itu, sampai saat ini tidak ada yang mengetahui di mana tempat kuburan Nanak.

Nanak meninggal dunia pada usia 70 tahun. Sebelumnya ia telah menunjuk seorang muridnya sebagai penggantinya menjadi guru yakni guru Angarh (1539-1552). Ia menjadi guru karena sudah ditunjuk langsung oleh guru nanak sebagai penggantinya sebelum nanak meninggal dunia.

Ia merupakan seorang pengikut nanak yang tekun, hidup sederhana sebagaimana nanak. Dengan kebijaksanaannya ia berhasil mencegah terjadinya perpecahan antara pengikutnya dengan mereka yang mengikut putra guru nanak, Sri Chand yang menuntut dialah yang berhak menggantikan bapaknya.

Selanjutnya, pemimpin agama Sikh dipegang oleh

  1. Amar Das (1552-1574).
  2. Ram Das (1574-1581).
  3. Arjun (1581-1606).
  4. Har Gobind (1606-1645).
  5. Har Rai (1645-1661).
  6. Hari Krishen (1661-1664).
  7. Tegh Bahadur (1664-1675).
  8. Govind Singh (1675-1708).

Selain Guru Har Gobind yang sempat menjadi guru kurang lebih 39 tahun, maka Guru Govind Singh yang lama menjadi guru selama 33 tahun. Selama itu ia berhasil menahan diri dari dendam terhadap orang yang membunuh ayahnya yaitu ’Regh Bahadur.

Kepemimpinan guru yang menguasai kehidupan agama Sikh ini pun berakhir secara resmi dengan berakhirnya jabatan guru yang kesepuluh pada 1708. Sejak itu yang menjadi guru kaum Sikh adalah kitab sucinya, terutama Adi Granth, karena di samping kitab ini terdapat pula kitab suci yang kedua, yaitu Dasam Granth.

 

sumber : Suara Muhammadiyah
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement