Ahad 28 Jun 2020 21:18 WIB

Aspek Ritual Ganti Sembelih Kurban dengan Uang Perlu Dikaji

Mengalirnya darah hewan kurban yang disembelih merupakan bentuk ritual pada Idul Adha

Rep: Umar Mukhtar/ Red: Muhammad Fakhruddin
Aspek Ritual Ganti Sembelih Kurban dengan Uang Perlu Dikaji (ilustrasi).
Foto: istimewa
Aspek Ritual Ganti Sembelih Kurban dengan Uang Perlu Dikaji (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Usulan penggantian penyembelihan hewan kurban dengan membayar uang perlu dikaji dari sisi ritual. Fokus kajiannya adalah mencari jawaban atas pertanyaan hal apa yang membuat pembayaran dengan uang itu sah sebagai ritual penyembelihan hewan kurban.

"Ada ruang untuk membicarakan itu, tetapi MUI belum membahas. Dari sisi maslahat dimungkinkan karena masyarakat lebih butuh uang daripada daging pada masa pandemi, tetapi masalahnya, dari sisi ritual sah apa tidak," tutur Ketua Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) Hasanuddin Abdul Fatah kepada Republika.co.id, Ahad (28/6).

Hasanuddin menjelaskan, mengalirnya darah hewan kurban yang disembelih merupakan bentuk ritual pada Idul Adha. Jika diganti dengan membayar uang maka tidak ada ritual tersebut. "Dalam kondisi pandemi seperti sekarang, saya kira memungkinkan. Cuma dari sisi ritual ibadahnya, apakah sah karena tidak ada ritual penyembelihan tadi," ujarnya.

Menurut Hasanuddin, tentu ada perbedaan pendapat soal itu. Secara pribadi, dia setuju penyembelihan hewan kurban diganti dengan uang karena maslahatnya lebih besar. Ia melihat, masyarakat di tengah pandemi ini lebih membutuhkan uang dibandingkan daging.

"Katakanlah 2 kilogram daging atau uang Rp 200 ribu, itu lebih bermanfaat Rp 200 ribu daripada 2 kilogram daging. Ada hal yang lebih maslahat, misalnya dana itu bisa digunakan dalam menopang dampak ekonomi dari Covid-19. Dari situ, ada maslahat yang lebih besar ketika diganti uang," katanya.

Perbedaan pendapat soal penggantian sembelih hewan kurban dengan uang ini seperti perbedaan pendapat antara Imam Syafii dan Imam Abu Hanifah soal zakat binatang ternak. Sebuah hadis menyebutkan bahwa jika ada 40 ekor kambing maka satu ekor kambingnya harus dikeluarkan sebagai zakat.

Atas hadis itu, Hasanuddin menjelaskan bahwa pendapat Imam Syafii cenderung tekstual yakni satu ekor kambing yang dizakatkan itu tidak bisa diganti sehingga harus tetap berupa hewan. Sementara Imam Hanifah berpendapat bisa diganti dengan uang yang senilai dengan harga satu ekor kambing.

"Nah apakah dalam hal ini (penggantian penyembelihan hewan kurban dengan uang) itu juga ada perbedaan seperti itu? Pasti ada perbedaan pendapat," kata Guru Besar UIN Syarif Hidayatullah Jakarta itu.

Karena itu, Hasanuddin mengatakan, perlu ada kajian mendalam tentang bentuk ritual sebagai tanda sah telah berkurban jika memang ingin mengganti penyembelihan hewan kurban dengan uang. "Iya, (perlu dikaji) dari sisi ritualnya. Karena kalau zakat kan tidak ada ritualnya," paparnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement