Jumat 03 Jul 2020 18:05 WIB

Keistimewaan Berqurban di Tengah Pandemi

Saat pandemi, banyak orang kesulitan secara ekonomi.

Rep: Rossi Handayani/ Red: Muhammad Hafil
 Keistimewaan Berkurban di Tengah Pandemi. Foto: Wakil Ketua Umum Pimpinan Pusat (PP) Persatuan Islam (Persis), Ustaz Jeje Zaenudin.
Foto: Dok Istimewa
Keistimewaan Berkurban di Tengah Pandemi. Foto: Wakil Ketua Umum Pimpinan Pusat (PP) Persatuan Islam (Persis), Ustaz Jeje Zaenudin.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dewan Syariah Pusat Zakat Umat, Ustadz Jeje Zainudin mengungkapkan keistimewaan berqurban di tengah pandemi covid-19. Dalam masa ini, sebagian besar orang mengalami kesulitan secara ekonomi, namun mereka yang tetap berqurban dalam kondisi yang sempit akan menjadi sebuah keistimewaan.

"Ibadah qurban memiliki pahala yang besar dibanding pada situasi normal. Besarnya amal ditentukan dalam situasi kondisi sulit, serta besarnya kebermanfaatan yang didapat oleh seseorang. Yang menentukan nilai dan kualitas, semakin berat dan luas kemanfaatanya, maka semakin besar pahalanya," kata Jeje dalam diskusi webinar bertajuk Urgensi Qurban di tengah Pandemi Covid-19, pada Jumat (3/7).

Baca Juga

Dalam sabda Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam, ketika beliau ditanya, "Sedekah bagaimanakah yang paling utama?", beliau menjawab, "Engkau bersedekah di saat kamu dalam keadaan sehat dan cinta harta, banyak keinginan dan takut miskin. Serta tidak menangguhkannya sampai nyawa di kerongkongan, kemudian mengatakan, "Ini untuk si fulan, dan itu untuk si fulan". Padahal memang itu sudah jatah si fulan dan si fulan, mutafaq alaih.

Semakin berat suatu ibadah dilakukan, dan semakin luas kemanfaatannya, maka semakin besar pula pahalanya. Sesuai dengan kaidah, besaran balasan sesuai dengan besaran beban cobaan.

Adapun kurban dari segi esensi ubudiyah yakni kepatuhan atas tuntutan Allah Ta'ala. Baik melaksanakan perintah atau tuntutan meninggalkan larangan.

Ubudiyah secara garis besar dibagi menjadi dua, yaitu ubudiyah nafsiyah dan maliyah. Ubudiyah nafsiyah simbol utamanya yakni sholat dan maliyah simbol utamanya zakat.

"Itulah sebabnya Alquran sering menggandengkan keduanya. Aqiimussholat wa atuz zakat. Inna sholaaty wa nusuky.. fa sholli li rabbika wanhar," kata Jeje.

Keistimewaan dan fadilah dalam suatu ibadah ada banyak faktornya. Dari faktor internal, ada keikhlasan, dan kekhusyuan hati dalam menjalankan ibadah. Semakin hampa nilai kekhusyuan, maka akan semakin kecil keistimewaan dan pahala yang didaparkan.

Sementara faktor eksternal yakni karena keistimewaan tempatnya, seperti ibadah bisa dikerjakan di mana saja, namun ada keistimewaan lain jika dikerjakan di Masjidil Haram, Nabawi dan Al Aqsa.

Jeje mengungkapkan, pada masa perbudakan akan sangat sulit untuk memerdekakan seseorang budak. Namun orang-orang dahulu mampu melakukannya, dengan begitu mereka mendapatkan pahala yang besar dibandingkan dengan amalan lain karena faktor kondisi. Begitu juga dengan memberikan makanan di saat kondisi kemiskinan tengah merajalela. 

فَلَا اقْتَحَمَ الْعَقَبَةَ وَمَا أَدْرَاكَ مَا الْعَقَبَةُ فَكُّ رَقَبَةٍ

"Tetapi ia tidak menempuh jalan yang mendaki lagi sukar. Tahukah kamu apakah jalan yang mendaki lagi sukar itu? (Yaitu) melepaskan budak dari perbudakan", Alquran surat Al-Balad yat 11-13.

Kemudian juga disampaikan dalam Alquran surat Al Hasyr, di mana penduduk madinah tetap berbagi dengan kalangan muhajirin, padahal mereka sangat membutuhkannya, dan dalam kesusahan.

وَٱلَّذِينَ تَبَوَّءُو ٱلدَّارَ وَٱلْإِيمَٰنَ مِن قَبْلِهِمْ يُحِبُّونَ مَنْ هَاجَرَ إِلَيْهِمْ وَلَا يَجِدُونَ فِى صُدُورِهِمْ حَاجَةً مِّمَّآ أُوتُوا۟ وَيُؤْثِرُونَ عَلَىٰٓ أَنفُسِهِمْ وَلَوْ كَانَ بِهِمْ خَصَاصَةٌ ۚ وَمَن يُوقَ شُحَّ نَفْسِهِۦ فَأُو۟لَٰٓئِكَ هُمُ ٱلْمُفْلِحُونَ

"Dan orang-orang yang telah menempati kota Madinah dan telah beriman (Anshor) sebelum (kedatangan) mereka (Muhajirin), mereka (Anshor) 'mencintai' orang yang berhijrah kepada mereka (Muhajirin). Dan mereka (Anshor) tiada menaruh keinginan dalam hati mereka terhadap apa-apa yang diberikan kepada mereka (Muhajirin); dan mereka mengutamakan (orang-orang Muhajirin), atas diri mereka sendiri, sekalipun mereka dalam kesusahan. Dan siapa yang dipelihara dari kekikiran dirinya, mereka itulah orang orang yang beruntung" Alquran surat hasyr ayat 9.

"Alquran mengaitkan situasi amal ibadah dengan kondisi sulit. Itu gambaran dari ayat Alquran tentang keistimewaan. berbagi. Begitu juga dengan qurban di saat semua orang memikirkan diri sendiri, tapi dia memikirkan orang banyak," kata Jeje.

Rossi Handayani

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement