Senin 06 Jul 2020 12:38 WIB

Kapuskes: Perlu Duduk Bersama Tetapkan Standar Biaya Haji

Diskusi tentang biaya kesehatan haji sudah dimulai sejak beberapa tahun yang lalu

Rep: Ali Yusuf/ Red: Muhammad Fakhruddin
Kapuskes: Perlu Duduk Bersama Tetapkan Standar Biaya Haji. Foto: dua calon jemaah haj berkonsultasi pada dokter saat pemeriksaan dan pembinaan kesehatan Calon Jemaah Haji di Puskesmas Merdeka Palembang, Sumsel, Senin (24/2/2020).
Foto: Antara/Feny Selly
Kapuskes: Perlu Duduk Bersama Tetapkan Standar Biaya Haji. Foto: dua calon jemaah haj berkonsultasi pada dokter saat pemeriksaan dan pembinaan kesehatan Calon Jemaah Haji di Puskesmas Merdeka Palembang, Sumsel, Senin (24/2/2020).

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Pusat Kesehatan Haji Kementerian Kesehatan menyambut baik usulan Kementerian Agama (Kemenag) untuk membuat standar pemeriksaan kesehatan haji. Perlu duduk bersama untuk membahas dan menetapkan standar biaya kesehatan haji. 

"Kami sangat senang jika faktor biaya kesehatan menjadi bagian dari biaya penyelenggaraan haji secara umum," kata Kepala Pusat Kesehatan Haji Eka Jusup Singka saat dihubungi, Senin (6/7)

Eka mengapresiasi usulan Kemenag agar Kementerian Kesehatan melalui Pusat Kesehatan Haji menetapkan standar biaya kesehatan haji. Usulan tersebut disampaikan Direktur Jenderal PHU Kemenag Nizar pada Konsinyering Dokumen Pasca Pembatalan Keberangkatan Jemaah Haji, di Bekasi, Jumat (03/07).

"Apresiasi kami terhadap penyesuaian biaya yang dimaksud," katanya. 

Eka mengatakan, sebenarnya diskusi tentang biaya kesehatan haji sudah dimulai sejak beberapa tahun yang lalu, namun belum direalisasikan. Akan tetapi Pusat Kesehatan Haji telah membuat standar pemeriksaan kesehatan bagi jamaah haji. 

"Tujuannya agar cara dan jenis pemeriksaan untuk jamaah haji sama dari satu daerah dengan daerah lainnya. Jadi yang kami tetapkan adalah standar pemeriksaan," katanya.

Eka mengatakan, pihaknya memang belum bisa secara utuh menetapkan standar biaya yang dimaksud. Karena memang bisa terjadi perbedaan biaya pemeriksaan kesehatan dari satu daerah dengan daerah lainnya. 

Eka menuturkan, jika membahas biaya, tentu perlu juga memahami cost dan margin dari setiap item yang ada, termasuk lokasi tempat biaya tersebut ditetapkan. Dan ini yang perlu dibahas bersama secara lintas sektor mulai dari DPR, Kemenag, BPKH dan stakeholder lainnya yang berkaitan dengan penyelenggaraan kesehatan haji.

"Kemenkes tidak memiliki kewenangan menentukan harga atau biaya dari setiap pemeriksaan kesehatan," katanya.

Misalnya saja, kata dia untuk biaya laboratorium itu bisa berbeda antara lab yang satu dengan lab lainnya, kalau lab nya di luar Jawa, mungkin saja ada biaya transportasi pengiriman untuk zat zat yang diperlukan. Karena bahan untuk pemeriksaan lab juga bervariasi produsen nya. "Nah ini menandakan, banyak faktor-faktor lain yang menentukan dan mempengaruhi biaya," katanya.

Untuk itu perlu keterlibatan kementerian dan lembaga lain yang berkaitan dengan penentuan biaya, dari suatu produk yang diberikan kepada konsumen. Pihaknya kata Eka, sangat senang jika faktor biaya kesehatan menjadi bagian dari biaya penyelenggaraan haji secara umum. 

Menurut dia, memang perlu investigasi lebih dalam untuk ini. Di daerah mana saja yang dianggap biaya kesehatan membebani jamaah haji. Ia menegaskan jika konteksnya adalah agar seluruh jamaah haji dibebaskan dari biaya pemeriksaan kesehatan, ini perlu payung hukum yang lebih kuat.

"Mengingat jamaah haji bukan termasuk masyarakat yang tergolong tidak mampu," katanya. 

Eka mengatakan, dari sisi anggaran dan pelayanan kesehatan terutama saat operasional haji, Kemenkes sudah mendedikasikan anggaran kesehatan haji, mulai dari pembelian vaksin, penyediaan obat-obatan, penyediaan Klinik Kesehatan Haji Indonesia (KKHI) penyewaan ambulans, penyiapan makanan jamaah haji sakit, pendayagunaan petugas kesehatan dan masih banyak lagi. "Yang anggarannya mencapai hampir Rp 500 milar," katanya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement