Senin 06 Jul 2020 22:09 WIB

Musik Pada Masa Dinasti Umayyah dan Abbasiyah (1)

Musik dan suara telah mewarnai perjalanan peradaban manusia.

Rep: Syahruddin El Fikri/ Red: Muhammad Hafil
Musik Pada Masa Dinasti Umayyah dan Abbasiyah. Foto ilustrasi: murid-murid Ibnu Khaldun.
Foto: wikipedia
Musik Pada Masa Dinasti Umayyah dan Abbasiyah. Foto ilustrasi: murid-murid Ibnu Khaldun.

REPUBLIKA.CO.ID, BAGHDAD -- Daya pikat musik menggoda Ibnu Khaldun melontarkan komentarnya. Ia menuangkannya dalam buku fenomenalnya, al-Muqadimmah. Ia menyebut seni musik dan suara telah mewarnai perjalanan peradaban manusia. Musik hadir seiring dengan dimulainya peradaban. Pudar pula bersama pudarnya peradaban.

Di beragam peradaban, musik berkembang. Musik menemukan lahan yang cukup subur pula di dunia Islam. Mengutip kembali komentar Ibnu Khaldun, di dunia Islam musik pun berkembang beriringan dengan perkembangan peradaban yang dibangun oleh para penguasa dan masyarakat Islam.

Saat tampuk kekuasaan berada di tangan Khalifah Usman bin Affan, apresiasi terhadap musik lahir. Keindahan bebunyian alat musik dan suara dipelajari. Pemusik laki-laki profesional kemudian muncul. Salah satunya adalah Thuways (632-710) dari Madinah. Ia dipandang sebagai bapak lagu dalam Islam.

Philip K Hitti memberikan penjelasan melalui bukunya, History of the Arabs. Menurut dia, banyak kalangan mengenal Thuways sebagai sosok yang mengenalkan ritme ke dalam musik Arab. Ia juga menjadi orang Arab pertama yang menyanyi dengan iringan tambur. Di sisi lain, Thuways memiliki sejumlah murid.

Ibnu Surayj merupakan murid Thuways yang paling menonjol. Surayj memperkenalkan suling Persia. Sejumlah kisah mengungkapkan, ia mengawali  pelibatan anak-anak dalam pertunjukan musik. Selain berguru ke Thuways, ia menimba ilmu dari Said ibnu Misjah atau Musajjah yang meninggal pada 714 Masehi.

Menurut Hitti, Said adalah musisi pertama Makkah dan musisi terbesar pada masa Umayyah. Ia melakukan perjalanan ke Suriah dan Persia. Ia yang pertama kali menerjemahkan lagu-lagu Bizantium dan Persia ke dalam bahasa Arab. Serangkaian konser musik pun sering kali berlangsung, biasanya di rumah-rumah bangsawan.

Alat musik yang masyhur saat itu adalah mi’zafah sejenis harpa, seruling atau qashabah, suling rumput (mizwar), dan terompet besar (buq). Sedangkan, alat musik pukul terdiri atas tambur segi empat, drum (thabl), dan simbal. Musim haji menjadi kesempatan bagi para musisi menunjukkan kemampuannya.

Dengan demikian, saat Dinasti Umayyah, lagu dan musik berkembang dengan baik di Makkah dan Madinah. Para musisi di sana terus mengembangkan kemampuannya dan tak jarang kemudian merantau ke ibu kota kekhalifahan di Damaskus, Suriah. Khalifah Umayyah kedua, Yazid, mengenalkan musik ke istana di Damaskus.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement