Sabtu 11 Jul 2020 20:33 WIB

Cinta Allah SWT dan Kecintaan Keluarga dalam Takaran Alquran

Alquran memberikan permisalan takaran cinta kepada Allah SWT dan keluarga.

Alquran memberikan permisalan takaran cinta kepada Allah SWT dan keluarga. Ilustrasi cinta Allah
Foto: Republika TV
Alquran memberikan permisalan takaran cinta kepada Allah SWT dan keluarga. Ilustrasi cinta Allah

REPUBLIKA.CO.ID,  

قُلْ إِنْ كَانَ آبَاؤُكُمْ وَأَبْنَاؤُكُمْ وَإِخْوَانُكُمْ وَأَزْوَاجُكُمْ وَعَشِيرَتُكُمْ وَأَمْوَالٌ اقْتَرَفْتُمُوهَا وَتِجَارَةٌ تَخْشَوْنَ كَسَادَهَا وَمَسَاكِنُ تَرْضَوْنَهَا أَحَبَّ إِلَيْكُمْ مِنَ اللَّهِ وَرَسُولِهِ وَجِهَادٍ فِي سَبِيلِهِ فَتَرَبَّصُوا حَتَّىٰ يَأْتِيَ اللَّهُ بِأَمْرِهِ ۗ وَاللَّهُ لَا يَهْدِي الْقَوْمَ الْفَاسِقِينَ

Baca Juga

“Katakanlah: 'Jika bapak-bapak, anak-anak, saudara- saudara, istri-istri, kaum keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu khawatiri kerugiannya, dan tempat tinggal yang kamu sukai, adalah lebih kamu cintai dari Allah dan Rasul-Nya dan dari berjihad di jalan-Nya, maka tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusan-Nya.' Dan, Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang fasik.” (QS at-Taubah [9]: 24).

Tak ada seorang pun di dunia ini yang dapat hidup tanpa cinta. Hidup tanpa cinta adalah kehidupan semu yang tidak bernilai. Hati yang kosong dari cinta adalah hati yang beku dan keras. Jasad yang hidup tanpa cinta adalah jasad yang hidup segan, mati tak mau. Setiap manusia hidup dengan cinta.

Karena itulah, manusia yang kehilangan rasa cinta biasanya akan menjadi jasad yang mati dan menderita depresi serta gangguan kejiwaan karena ia telah kehilangan gairah hidup.

Karena itu, semakin besar rasa cinta, semakin bertambah nilai dan detak kehidupan. Semakin besar keterikatan seseorang dengan cinta, detak nadi kehidupannya pun akan semakin bertambah.

Melalui ayat di atas, Allah SWT membuat permisalan timbangan cinta. Cinta kepada bapak, anak, saudara, istri, keluarga, harta kekayaan, perniagaan, dan tempat tinggal diletakkan pada piring timbangan pertama.

Kemudian, cinta kepada Allah, Rasul-Nya, dan jihad di jalan-Nya diletakkan pada piring timbangan kedua. Jika piring timbangan pertama lebih diunggulkan daripada yang kedua, kehancuran bakal menimpa.

Permisalan timbangan di atas menunjukkan perbandingan kekuatan cinta (quwwatul mahabbah). Karena itu, Allah SWT tidak memerintahkan untuk mencintai-Nya begitu saja, tetapi Dia menuntut hamba-Nya agar lebih mencintai-Nya dari pada yang lain.

وَمِنَ النَّاسِ مَنْ يَتَّخِذُ مِنْ دُونِ اللَّهِ أَنْدَادًا يُحِبُّونَهُمْ كَحُبِّ اللَّهِ ۖ وَالَّذِينَ آمَنُوا أَشَدُّ حُبًّا لِلَّهِ ۗ وَلَوْ يَرَى الَّذِينَ ظَلَمُوا إِذْ يَرَوْنَ الْعَذَابَ أَنَّ الْقُوَّةَ لِلَّهِ جَمِيعًا وَأَنَّ اللَّهَ شَدِيدُ الْعَذَابِ

“Sebab, Di antara manusia ada orang-orang yang menyembah tandingan-tandingan selain Allah; mereka mencintainya sebagaimana mereka mencintai Allah. Adapun orang-orang yang beriman amat sangat cintanya kepada Allah. Dan, jika seandainya orang-orang yang berbuat zhalim itu mengetahui ketika mereka melihat siksa (pada hari kiamat), bahwa kekuatan itu kepunyaan Allah semuanya, dan bahwa Allah amat berat siksaan-Nya (niscaya mereka menyesal).” (QS al-Baqarah [2]: 165). 

Oleh karena itu, mencintai orang tua diwujudkan dengan birrul walidain. Mencintai anak diwujudkan melalui kasih sayang. Mencintai saudara diwujudkan melalui kerja sama dalam kebaikan.

Mencintai istri diwujudkan melalui pengayoman. Mencintai suami diwujudkan melalui ketaatan. Mencintai keluarga diwujudkan melalui jalinan silaturahim. Mencintai harta kekayaan, perniagaan, dan tempat tinggal diwujudkan sebagai sarana peningkatan penghambaan kepada-Nya. 

sumber : Harian Republika
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement