Selasa 14 Jul 2020 18:12 WIB

Omnibus Law Dinilai Dorong Kemudahan Memulai Usaha

RUU Cipta Kerja ini strategi paling mungkin untuk diambil bagi kebutuhan ekonomi.

Produk kerajinan UMKM.  (ilustrasi)
Foto: Republika/Wihdan
Produk kerajinan UMKM. (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA --  Pengamat pajak dan staf khusus Menteri Keuangan Yustinus Prastowo menilai Omnibus Law Rancangan Undang-Undang (RUU) Cipta Kerja merupakan strategi yang paling mungkin diambil untuk menyelesaikan masalah ekonomi yang muncul karena pandemi Covid-19.

"Omnibus Law Cipta Kerja ini strategi paling mungkin untuk diambil bagi kebutuhan-kebutuhan objektif ekonomi kita saat ini," kata Yustinus dalam rilis survei "Sikap Publik Terhadap RUU Cipta Kerja" yang diselenggarakan SMRC, dalam keterangan persnya, Selasa (14/7).

Secara objektif, menurut Yustinus, Indonesia sebelum pandemi Covid-19 sudah mengalami kesulitan untuk mengerek peringkat kemudahan memulai usaha atau Ease of Doing Business (EoDB). Indeks Daya Saing Global (Global Competitiveness Index) yang sempat membaik pada tahun 2017 pun akhirnya mentok dan turun kembali karena regulasi dan investasi yang terganjal.

"Di saat pandemi ini, ekonomi kita yang biasanya ditopang oleh belanja rumah tangga dan pemerintah praktis turun. Belanja pemerintah yang terus didorong juga punya batas. Otomatis kita sangat memerlukan investasi untuk menopang ekonomi kita ini," kata Yustinus menjelaskan.

 

Selain itu, secara kepastian hukum RUU Cipta Kerja juga mendorong kepastian hukum untuk memulai usaha. Berbagai perizinan untuk pengusaha dan masyarakat yang ingin memulai usaha mikro kecil menengah juga dipermudah.

"Perizinan yang mempersulit dihilangkan, terutama untuk usaha yang tidak berisiko tinggi. Pelaku UMKM juga coba di-mainstreaming, mandat untuk melakukan kemitraan dan didorong untuk membentuk PT. Ini membantu mereka untuk mendapat akses ke perbankan," kata Yustinus.

Soal klaster ketenagakerjaan yang menuai pro kontra, Yustinus mengatakan harusnya publik bisa melihat lebih jernih dan tak perlu berada dalam posisi yang dikotomis. "Soal outsourcing, saya rasa ini tetap bisa dikomunikasikan jalan tengahnya. Terkait pesangon yang jumlahnya diperkecil, pemerintah menawarkan unemployment benefit yang justru lebih menjamin keberlangsungan pekerja," kata Yustinus.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement