Senin 20 Jul 2020 21:56 WIB

Studi Kelayakan Pembangunan PLTN Makan Waktu 2 Tahun

Guru Besar FTUI menyebut pembangunan PLTN hingga siap digunakan mencapai 8 tahun

Ilustrasi Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) Guru besar Fakultas Teknik Elektro Universitas Indonesia Prof. Iwa Garniwa Mulyana mengatakan studi kelayakan untuk rencana pembangunan pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN) bisa memakan waktu dua tahun.
Foto: AP/Julie Jacobson
Ilustrasi Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) Guru besar Fakultas Teknik Elektro Universitas Indonesia Prof. Iwa Garniwa Mulyana mengatakan studi kelayakan untuk rencana pembangunan pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN) bisa memakan waktu dua tahun.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Guru besar Fakultas Teknik Elektro Universitas Indonesia Prof. Iwa Garniwa Mulyana mengatakan studi kelayakan untuk rencana pembangunan pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN) bisa memakan waktu dua tahun.

"Perlu diingat membangun PLTN itu paling tidak feasibility study-nya (studi kelayakan) saja bisa dua tahun, paling cepat satu tahun," kata Iwa di Jakarta, Senin (20/7).

Ketika dicanangkan untuk membangun PLTN dimulai saat ini, maka pembangunan PLTN baru dapat selesai pada sekitar delapan tahun kemudian karena banyak pertimbangan dan aspek terkait keamanan dan keselamatan yang harus dipenuhi.

"PLTN ini sepengetahuan saya paling cepat itu ketika dicanangkan dari sekarang, delapan tahun bisa terbangunnya karena pertimbangannya banyak sekali termasuk dalam pembangunannya karena memang 'safety' (keselamatan) dan 'security' (keamanan) memang harus baik sehingga kebutuhannya bisa mencapai delapan tahun," ujarnya.

Studi kelayakan itu meliputi sejumlah aspek antara lain aspek keamanan dan keselamatan, ekonomi, lingkungan, sosial dan budaya, serta regulasi.

"Salah satu yang cukup mahal dari feasibility study adalah memperkirakan bahwa wilayah tersebut bebas dari masalah-masalah bencana," tuturnya.

Iwa menuturkan studi kelayakan bisa lama karena harus dilakukan secara komprehensif dan menyeluruh dan banyak aspek yang harus dipenuhi untuk memastikan PLTN dapat aman dibangun di lokasi yang layak.

"Lama, kenapa demikian? karena harus ada kepastian 100 tahun kemungkinan tidak terjadi gempa atau dan lain sebagainya jadi dipertimbangkan dengan matang dan itu juga diawasi oleh badan nuklir dunia," ujarnya.

Menurut Iwa, Kalimantan merupakan wilayah yang tidak termasuk Cincin Api Pasifik (Ring of Fire) sehingga tidak rawan gempa. Dia menuturkan studi kelayakan untuk rencana pembangunan PLTN di Kalimantan Barat harus dilakukan komprehensif.

Iwa mengatakan kebanyakan PLTN juga dibangun di dekat laut karena memerlukan pendinginan.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement