Rabu 22 Jul 2020 10:23 WIB

Islam di Nusantara: Tersebar oleh Bukan Pedagang

Kisah penyebaran Islam di Nusantara ternyata bukan dari pedagang

Interaksi pribumi dengan pendatang yang beragama Islam (ilustrasi)
Foto: google.com
Interaksi pribumi dengan pendatang yang beragama Islam (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, -- Anggapan Islam di Nusantara disebarkan oleh para pedagang juga tak benar. Penyebaran Islam di kawasan ini malah dilakukan oleh para pendakwah dari kalangan ulama sufi.                                              

Selain adanya klaim bahwa Islam di Nusantara berasal dari Gujarat, anggapan lain yang juga keliru adalah tersebarnya Islam itu dilakukan oleh para pedagang. Anggapan ini juga dikemukakan oleh kebanyakan sarjana Barat yang memegang teori bahwa para penyebar pertama Islam di Nusantara adalah para pedagang Muslim. Mereka melakukan penyebaran Islam sembari melakukan perdagangan di wilayah ini,

‘’Menurut mereka melalui perdagangan itulah kemudian tercipta nucleus komunitas-komunitas Muslim pun tercipta, yang pada gilirannya memainkan andil besar dalam penyebaran Islam. Selanjutnya dikatakan, sebagian pedagang ini melakukan perkawinan dengan keluarga bangsawan lokal sehingga memungkinkan mereka atau keturunan mereka pada akhirnya mencapai kekuasaan politik yang digunakan untuk penyebaran agama Islam,’’ kata Azyumardi Azra.

                                                    ****

Dalam kerangka inilah kemudan sejarawan Belanda JC van Leur percaya bahwa motif ekonomi dan politik sangat penting dalam masuk Islamnya penduduk Nusantara. Van Leur menyatakan, para penguasa pribumi yang ingin meningkatkan kegiatan-kegiatan perdagangan di wilayah kekuasaan mereka dilakukan dengan cara menerima Islam. Dengan begitu mereka mendapatkan dukungan para pedagang Muslim yang menguasai sumber-sumber ekonomi.

Sebaliknya pula, para penguasa memberi perlindungan dan konsesi-konsesi dagang kepada para pedagang Muslim. Alhasil, dengan konversi mereka kepada Islam, maka penguasa pribumi Nusantara dapat berpartisipasi secara lebih ekstensif dan menguntungkan dalam perdagangan internasional yang mencakup wilayah sejak dari  Laut Merak ke Laut Cina. Lebih jauh lagi, dengan masuk Islam dan mendapat dukungan para pedagang Muslim, para penguasa itu dapat mengabsahkan dan memperkuat kekuasan mereka, sehingga mampu menangkis jaringan kekuasaan Majapahit.

Menurut Azyumardi, teori ini jelas bertentangan dengan riwayat yang disampaikan dalam banyak histiograsi klasik, misalnya kisah yang termaktub dalam Hikayat Raha-raha Pasai (ditulis 1350 M), Tarsilah (silsilah) raja-raja Muslim Sulu di Filipinan, kisah penyebaran agama yang Maulana Malik Ibrahim (penyebar Islam pertama di Jawa), kisah Sunan Gunung Jati di Kesultanan Cirebon, atau kisah penyebaran Islam yang dilakuan Wali Songo.

‘’Teori (penyebaran Islam di Nusantara dilakukan oleh para pedagang,red) itu terlalu banyak meletakan tekanan pada motif-motif ekonomi dan sekaligus peran pedagang. Dalam hal ini penting dikemukanan hujjah sejaran lain AH John: sulit mempercayai bahwa para pegadang Muslim ini juga berfungsi sebagai penyabar Islam!,’’  ujar Azyumardi.

Hal ini karena jika benar mereka juga bertindak sebagai penyiar Islam, maka cukup diragukan apakah jumlah penduduk yang berhasil mereka Islamkan cukup besar dan signifikan. Lebih jauh lagi – dan ini argumen terpenting – jika mereka sangat aktif dalam penyiaran Islam, mengapa Islam kelihatan nyata sebelum abad ke 12. Padahal para pedagang Muslim ini sudah berada di Nusantara sejak abad-abad ke -7 dan ke-8 M. ‘’Dengan kata lain, meski para penduduk pribumi  telah bertemu dan berinteraksi dengan para pedagang Muslim sejak abad ke-7, tidak terdapat bukti tentang penduduk Muslim lokal dalam jumlah besar atau terntang terjadinya Islamisasi substansial di Nusantara,’’ katanya.

Tak hanya Johns, sejawaran Belanda BJO Schirieke juga tak percaya bahwa perkawinan antar para pedagang dengan para keluarga bangsawan menghasilkan konversi kepada Islam dengan jumlah besar. Ia juga menolak bahwa kaum pribumi pada umumnya termotivasi masuk Islam karena penguasa mereka telah memeluk agama ini. Dan, dalam pendapatnya, dia menyatakan ancama Kristen adalah sebab yang mendorong penduduk Nusantara masuk Islam dalam jumlah besar.

‘’Jadi, menurut Schirieke,  penyebaran dan ekespansi luar biasa Islam merupakan hasil dari semacam pertarungan Islam dan Kristen untuk mendapatkan penganut-penganut baru di kawasan ini. Dia mendasarkan teorinya ini dengan melihat apa yang dipandangnya sebagai konfrontasi antara Islam dan Kristen di Timur Tengah dan Semenanjung Iberia. Menurutnya, penyebaran Islam secara besar-besaran di Nusantara terjadi ketika pertarungan tengah berlangsung antara Portugis melawan para pedagang dan penguasa-penguasa Muslim di Arabia, Persia, India, dan Nusantara. Ia pun menyimpulkan, penyebaran Islam dipandang sebagai kekuatan tandingan terhadap gospel Kristen yang agresif,’’ tegas Azyumardi.

Tetapi, lanjut Azyumardi,  argumen Schiereka ini sulit diterima. Karena apa yang disebutnya ‘pertarungan antara Islam dan Kristen’ di Nusantara paling mungkin terjadi setelah tahun 1500 M ketika orang-orang Eropa mulai datang ke Nusantara, tidak pada abad ke-12 atau ke-13, ketika berlangsungnya Islamisasi besar-besaran di Nusantara .

                                             

Namun,  bila dibandingkan teori Schrieke, ada teori yang lebih masuk akal dengan tingkat aplikabiltas yang lebih luas dari semua teori di atas.  Teori ini  dikemukakan  oleh  sejarawan, AH Johns. Dalam terorinya dia mempertimbangkan kecilnya kemungkinan para pedagang memainkan peranan terpenting dalam penyebaran Islam. Dia kemudian mengajukan hujjah bahwa para sufi pengembara adalah pihak  utama atau paling penting perannya  dalam melakukan penyiaran Islam di kawasan Nusantara.

John menyatakan, para sufi ini berhasil mengislamkan sejumlah besar penduduk kawasan ini , setidaknya sejak abad ke-13. Faktor utama keberhasilan konversi adalah kemampuan para sufi menyajikan Islam dengan kemasan atraktif. Khususnya, dengan menekankan kesesuaian dengan Islam atau kontiunitas, ketimbang perubahan dalam kepercayaan dan praktik keagamaan lokal.

‘’Dengan menggunakan tasawuf sebagai sebuah kategori dalam literatur dan sejarah Melayu-Indonesia, Johns memeriksa sejumlah sejarah lokal untuk memperkuat hujahnya mengenai siapa penyebar Islam di Nusantara ini,’’ kata Azyumardi.

Menurut Johns, banyak sumber lokal mengaitkan pengenalan Islam ke kawasan Nusantara dengan guru-guru pengembara dengan karakteristik sufi yang kental. Karakteristik lebih rinci  mereka ini  adalah sebagai berikut:  Mereka adalah para penyiar (Islam) pengembara yang berkelana di seluruh dunia yang mereka kenal, yang secara sukarela hidup dalam kemiskinan; mereka saling berkiatan dengan kelompok-kelompok dagang atau kerajinan tangan, sesuai tarekat yang mereka anut; mereka mengajarkan teosofi sinkretik yang kompleks, yang umumnya dikenal baik orang-orang Indonesia, yang mereka tempatkan ke bawah (ajaran Islam), (atau) yang merupakan pengembangan dari dogma-dogma pokok Islam, mereka menguasai ilmi magis, dan memiliki kekuatann yang menyembuhkan; mereka siap memelihara kontiunitas dengan masa silam dan menggunakan istilah-isitilah dan unsur-unsur kebudayaan pra-Islam dalam konteks Islam.

Jadi berkat otoritas karismatik dan kekuatan magis mereka, sebagian guru sufi dapat mengawini putri-putri bangsawan. Kepada anak-anak mereka kemudian muncul perasaan gengsi darah bangsawan serta sekaligus aura keilahian atau keagamaan.

’’Hasil kesimpulan Johns menyatakan: Islam tidak dapat dan tidak menancapkan akarnya di kalangan penduduk negara-negara Nusantara atau mengislamkan para penguasanya, sampai Islam disiarkan para sufi, dan ini tidak merupakan gambaran dominan perkembangan Islam di Nusantara sampai abad ke-13. Teori ini disokong oleh Fatimi, misalnya dengan menunjuk kepada sukses yang sama dari kaum sufi dalam mengislamkan jumlah besar penduduk Anak Benua India pada periode yang sama,’’ ujar Azyumardi.

Persoalannya kemudian, kenapa gelombang sufi pengembara ini baru aktif sejak abad ke-13? Dengan mengutip pendapat Johns, Azyumardi menyatakan, tarekat sufi tidak menjadi ciri cukup dominan dalam perkembangan Dunia Musilim sampai jatuhnya Baghdad ke tangan Mongol pada 656 H/1258 M.

Ia mencatat bahwa setelah kejatuhan kekhalifahan Baghdad, kaum sufi memainkan peran kian penting dalam memelihara keutuhan Dunia Muslim dengan menghadapi tantangan kecenderungan pengepingan kekuasaan berbagai kawasan kekhalifahan ke dalam wilayah lingusitik Arab, Persia, dan Turki. ‘’Adalah pada masa-masa ini tarekat secara bertahap menjadi insitusi yang stabil dan disiplin dan mengemangkan afiliasi dengan kelompok-kelompok pedagang dan kerajianan tangan (thawa’if), yang turut membentuk masyarakat urban.’’

Adanya afiliasi ini memungkinkan para guru dan murid sufi memperoleh sarana pendukung untuk melakukan perjalanan dari pusat-pusat dunia Muslim ke wilayah-wilayah  ‘periferi’ (pinggiran), membawa keimanan dan ajaran Islam melintasi berbagai batas bahasa. Alhasil kemudian aktivitas dakwah mereka pun kemudian mampu mempercepat proses ekspansi Islam.

‘’Teori ‘sufi’ ini berhasil membuat korelasi antara peristiwa-peristiwa politik dan gelombang-gelombang konvesi kepada Islam. Selain itu teori ini juga berhasil membuat korelasi penting antara konversi dengan pembentukan dan perkembangan instritusi-institusi Islam yang akhirnya membentuk serta menciptakan ciri khas masyarakat tertentu sehingga ia benar-benar dapat disebut sebagai masyarakat Muslim,’’  kata Azyumardi.

                                                           ***

Namun, ujar dia, di antara institusi-institusi Islam penting yang kemudian berhasil dibentuk para pendakwah dari kalangan ulama sufi pengembara itu diantara  adalah madrasah, tarekat sufi, futuwwah (persatuan pemuda), dan kelompok-kelompok dagang serta kerajinan tangan. Semua institusi ini menjadi penting hanyalah sejak abad ke-11 M.

  ‘’Terlepas dari kompleksitas proses konversi dan Islamisasi Nusantara, wilayah ini merupakan contoh yang cukup unik dari tranformasi besar keagamaan antara mayoritas penduduknya,’’ tandasnya. n: muhammad subarkah

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement