Jumat 24 Jul 2020 13:39 WIB

Sistem Kelistrikan Jawa Madura Bali Surplus 3.000 MW

Dengan kelebihan daya yang sekarang dialami maka PLN mematikan pembangkit listriknya

Rep: Intan Pratiwi/ Red: Gita Amanda
Gardu listrik PLN (ilustrasi)
Foto: Musiron/Republika
Gardu listrik PLN (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Penurunan konsumsi listrik selama pandemi Covid-19 membuat wilayah Jawa, Madura dan Bali (Jamali) surplus daya sebesar 3.000 Megawatt (MW). Kondisi ini, menurut Kementerian ESDM perlu dimitigasi secara serius oleh PLN.

Direktur Jenderal Ketenagalistrikan ESDM, Rida Mulyana menjelaskan keadaan kelebihan daya ini perlu segera dimitigasi oleh PLN. Sebab, dalam waktu dekat ada banyak pembangkit yang masuk sehingga akan ada kapasitas sebesar 5.000 MW yang masuk ke sistem jaringan Jamali.

Baca Juga

“Laporan yang saya terima berubah terus, tapi mudah-mudahan makin membaik. Misalkan di sistem Jamali yang paling besar itu kan kelebihan sudah 3.000 MW, dengan kondisi seperti itu. Tahun depan akan masuk lagi 5.000 MW pembangkit baru,” kata Rida di Kementerian ESDM, Jumat (24/7).

Rida mengatakan dengan kelebihan daya yang sekarang dialami di sistem Jamali maka PLN mau tidak mau mematikan pembangkit listriknya. Jika tidak tentu akan membuat kerugian makin membengkak. Tapi pemerintah sudah mengingatkan PLN bahwa dengan mematikan pembangkit risiko pasti besar terhadap keandalan pasokan.

“Kalau dimatikan pasti 3.000 MW itu jelas mati. Kelebihan 3.000 itu berarti ada yang dicadangan dingin, ya mati (pembangkit). Untuk efisiensi enggak mungkin hidup terus, wong nggak ada yang pakai kok. Dalam rangka meminimalisasi itu pasti mereka akan matikan dalam rangka efisiensi,” ujar dia.

Rida menilai PLN harus segera bergerak untuk mencari konsumen listrik baru. Teruatama di sektor industri dan bisnis, menurut Rida PLN perlu menambah pelanggan yang bisa menyerap listrik secara besar.

“Kami juga cari potensi-potensi pasar baru, misalkan industri baru atau apa gitu. Kalau dulu-dulu mereka cenderung membangun atau mengadakan pembangkit sendiri. Kalau sekiranya itu dimungkinkan mereka dipasok oleh PLN yang dijamin kualitasnya bagus dan harganya akan lebih murah kalau sekiranya mereka bangun sendiri, itu digencarkan,” ungkap Rida.

PLN kata Rida harus terus berinovasi dalam memasarkan listriknya karena tidak bisa terus mengharapkan bantuan pemerintah untuk mendorong industri menggunakan listrik dari PLN. Apalagi industri juga tidka punya kewajiban untuk menggunakan listrik PLN. Industri memiliki hak untuk memilih mekanisme terbaik untuk memenuhi kebutuhan listriknya.

Pemerintah sejauh ini hanya bisa mendorong industri untuk membangun fasilitas di tanah air. Sisanya masalah kesiapan pasokan listrik itu yang harus dipastikan PLN sendiri harus memenuhi kebutuhan para calon pelanggannya. Rida tidak ingin investor justru lari lantaran sulit mendapatkan akses listrik.

“Misalkan pak menteri sudah merayu industri jepang untuk pindah dari china ke Indonesia, jatuhnya di Sumatera belakangan dia (investor) mengeluh listriknya naik turun mereka nggak bisa. sampai Vidcon kumpulin pengusaha, ditemukan dengan PLN,” kata Rida.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement