Jumat 24 Jul 2020 13:58 WIB

Pemerintah Jual SBN ke BI Mulai Pekan Depan

Penjuakan SBN ke BI dilakukan dengan skema burden sharing.

Rep: Adinda Pryanka/ Red: Friska Yolandha
Surat berharga negara. Pemerintah menargetkan mulai menjual Surat Berharga Negara (SBN) kepada Bank Indonesia (BI) pada pekan depan.
Foto: Tim Infografis Republika
Surat berharga negara. Pemerintah menargetkan mulai menjual Surat Berharga Negara (SBN) kepada Bank Indonesia (BI) pada pekan depan.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Pemerintah menargetkan mulai menjual Surat Berharga Negara (SBN) kepada Bank Indonesia (BI) pada pekan depan. Kebijakan ini merupakan bagian dari skema pembagian beban atau burden sharing antara pemerintah dengan BI untuk memulihkan perekonomian akibat pandemi Covid-19.

Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Luky Alfirman mengatakan, pihaknya dan BI kini sedang menyelesaikan beberapa ketentuan sebelum memulai transaksi penjualan SBN. Di antaranya pembuatan rekening khusus pemerintah di bank sentral.

Baca Juga

Pembagian beban ini tertuang dalam Surat Kesepakatan Bersama (SKB) pemerintah dan BI kedua yang sudah diteken pada awal Juli. "Mudah-mudahan minggu depan ada realisasi untuk SKB dua ini," ujar Luky dalam diskusi secara virtual, Jumat (24/7).

Hasil penjualan SBN ini akan dimanfaatkan untuk pendanaan belanja APBN jenis public goods yang membutuhkan pembiayaan hingga Rp 397,6 triliun. Sebanyak Rp 87,55 triliun di antaranya untuk kesehatan, Rp 203,9 triliun untuk perlindungan sosial dan dukungan sektoral bagi kementerian/ lembaga serta pemerintah daerah senilai Rp 106,11 triliun.

Pada pelaksanaannya, Luky menekankan, BI tidak langsung membeli SBN senilai Rp 397,6 triliun sekaligus. Bank sentral akan melakukan pembelian SBN secara bertahap dengan tenor yang berbeda-beda, yakni lima hingga delapan tahun. "Nanti, bagian penempatan ini akan dilakukan secara bertahap," katanya.

Dalam pelaksanaannya, Luky memastikan akan terus memantau dampak burden sharing terhadap ekonomi bersama dengan BI. Khususnya terhadap asumsi makro seperti inflasi dan nilai tukar rupiah.

Selain public goods, pemerintah dengan BI juga berbagi beban untuk pembiayaan non public goods senilai Rp 505,90 triliun. Kategori ini dimaksudkan untuk membantu usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM), korporasi non-UMKM dan lainnya.

Hanya saja, untuk pembiayaan non public goods, BI tidak akan menanggung 100 persen seperti public goods. Luky mengatakan, untuk program terkait UMKM dan korporasi, pemerintah akan menanggung sebesar BI reverse repo rate tiga bulan yang berlaku dikurangi satu persen. "Sisanya, ditanggung BI," ucapnya.

Sisanya, untuk non public goods yang masuk kategori lainnya, pemerintah akan menanggung seluruhnya sebesar market rate. Penerbitan SBN dilakukan melalui mekanisme market, yakni lelang, Green Shoe Option dan private placement sesuai dengan SKB tanggal 16 April 2020.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement